Mengenal SP2D: Fungsi, Mekanisme, dan Perannya dalam Perpajakan Pemerintah

Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai bentuk perintah untuk mencairkan dana dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) kepada pihak yang berhak menerimanya. SP2D menjadi instrumen utama dalam proses realisasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

SP2D dikeluarkan berdasarkan permintaan pencairan dana yang diajukan oleh satuan kerja (satker) pemerintah dalam bentuk Surat Perintah Membayar (SPM) yang telah memenuhi syarat administratif dan anggaran.

 

Fungsi SP2D dalam Keuangan dan Kepatuhan Pajak

 

SP2D tidak hanya menjadi perintah pembayaran, tetapi juga:

 

  1. Menjamin realisasi anggaran berjalan sesuai DIPA dan regulasi fiskal.
  2. Mencegah pengeluaran tanpa otorisasi yang sah dari pemerintah.
  3. Menjadi prasyarat administratif bagi satuan kerja dalam menerbitkan Bukti Potong (Bupot Unifikasi) serta Faktur Pajak sesuai mekanisme Coretax DJP.

 

Baca juga: Surat Teguran Pajak Terbit Otomatis, Wajib Pajak Diminta Segera Verifikasi

 

Dasar Hukum dan Aturan yang Mengatur SP2D

 

  1. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
    Menyebutkan bahwa setiap pengeluaran negara harus didukung dokumen sah, seperti SPM dan SP2D, serta pengujian dari KPPN sebelum kas negara didebet.
  2. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013
    Mengatur tata cara pelaksanaan APBN dan peran KPPN sebagai Kuasa BUN dalam melakukan verifikasi atas permintaan pencairan dana yang diajukan oleh satker.
  3. PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan APBN
     PMK ini menjadi acuan teknis utama bagi satuan kerja dan KPPN dalam proses administrasi pengeluaran negara, dari penerbitan SPM hingga proses verifikasi dan penerbitan SP2D.
  4. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan
    Mengatur SP2D khusus untuk UP dan TUP sebagai fasilitas pengelolaan kas satker untuk belanja operasional yang tidak dapat dilaksanakan melalui pembayaran langsung (LS).

 

Jenis-Jenis SP2D dan Mekanisme Penerbitannya

 

1. SP2D-LS (Langsung)

  • Digunakan untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga, seperti penyedia barang/jasa.
  • Satker wajib melakukan potongan dan penyetoran PPh dan PPN sebelum mengajukan SPM ke KPPN.
  • SP2D-LS wajib dilampiri berita acara serah terima, faktur, dan bukti potong pajak.

 

2. SP2D-UP (Uang Persediaan)

  • Untuk pencairan dana operasional satuan kerja yang akan digunakan untuk belanja rutin.
  • Diatur dalam PMK mengenai pengelolaan kas di lingkungan Kementerian/Lembaga.

 

3. SP2D-TUP (Tambahan Uang Persediaan)

  • Digunakan dalam situasi mendesak atau ketika saldo UP tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran penting.
  • Persyaratan penggunaan dan pertanggungjawabannya diatur ketat agar tidak disalahgunakan.

 

4. SP2D-GUP (Ganti Uang Persediaan)

  • Diajukan untuk mengganti UP yang telah digunakan, dilengkapi bukti pengeluaran seperti kuitansi, Bupot, dan faktur.

 

Alur Kerja SP2D Sesuai PMK 190/PMK.05/2012

 

Tahap 1: Pengajuan SPM

 

Satker menyusun dan mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada KPPN. SPM ini harus sudah melalui pengesahan oleh Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) dan dilengkapi dokumen seperti:

  • Daftar nominatif penerima dana.
  • Bukti potong pajak.
  • Bukti serah terima pekerjaan/barang untuk SP2D-LS.

 

Tahap 2: Verifikasi KPPN

 

KPPN melakukan:

  • Verifikasi ketersediaan pagu sesuai DIPA.
  • Pengujian kebenaran potongan pajak dan SSP yang dilampirkan.
  • Cek kesesuaian kontrak dalam Kartu Pengawasan Kontrak (Karwas Kontrak) KPPN.

 

Tahap 3: Penerbitan SP2D

 

Jika hasil verifikasi valid, SP2D diterbitkan dan disampaikan ke Bank Operasional BUN untuk proses pencairan dana ke rekening penerima.

 

Tahap 4: Validasi SP2D di Coretax

 

Bagi instansi pemerintah, nomor SP2D yang valid akan muncul di sistem Coretax untuk kemudian digunakan dalam pembuatan Bukti Potong Unifikasi dan Faktur Pajak.

 

Baca juga: Mengenal Surat Pemberitahuan Jalur Merah dalam Kegiatan Impor

 

Konsekuensi SP2D Tidak Valid dalam Perpajakan

 

SP2D yang tidak ditemukan atau tidak sinkron di Buku Besar Coretax akan:

 

  1. Menghambat pembuatan Bupot dan Faktur untuk pelaporan PPh dan PPN.
  2. Memicu risiko denda keterlambatan atas pelaporan pemotongan dan penyetoran pajak.
  3. Memperlambat pencairan ke pihak ketiga, terutama pada proyek yang harus segera direalisasikan.

 

Solusi SP2D Tidak Sinkron

 

  • Periksa status SP2D pada modul Buku Besar Coretax.
  • Pastikan input nomor SP2D sesuai dengan dokumen KPPN.
  • Jika masalah berlanjut, buat Tiket Permasalahan dan koordinasikan dengan KPP/KPPN terdaftar untuk sinkronisasi data.

 

Penutup

 

SP2D adalah alat vital dalam pengelolaan keuangan dan perpajakan di lingkungan instansi pemerintah. Sebagai bagian dari proses realisasi APBN, SP2D tidak hanya menjamin ketertiban keuangan negara tetapi juga memastikan pelaporan dan pemotongan pajak berjalan sesuai aturan.

 

Dengan memahami alur, fungsi, dan regulasi SP2D secara komprehensif, satuan kerja dapat meningkatkan kepatuhan fiskal dan mempercepat proses pencairan dana dan pelaporan pajak yang akurat.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News