Apakah Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) Dikenakan Pajak?

Apa itu Surat Berharga Negara (SBN)? 

Surat Berharga Negara (SBN) merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia yang digunakan untuk membiayai kebutuhan pembangunan nasional negara dan untuk membiayai berbagai kebijakan dan program pemerintah. Dilansir laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), SBN di Indonesia digunakan sebagai salah satu cara untuk memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

 

Jenis-Jenis Surat Berharga Nasional (SBN) 

Surat Berharga Negara (SBN) terdiri dari dua jenis, yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).  

 

1. Surat Utang Negara (SUN) 

Surat Utang Negara (SUN) adalah instrumen investasi konvensional yang memungkinkan masyarakat untuk meminjamkan dana kepada negara dengan keuntungan berupa imbal hasil (kupon). SUN terdiri dari: 

  • Surat Perbendaharaan Negara (SPN): SUN dengan jangka waktu maksimal 12 bulan dan pembayaran bunga dilakukan secara diskonto. 
  • Obligasi Negara: SUN dengan jangka waktu lebih dari 12 bulan dan pembayaran bunga dilakukan secara periodik. 

 

2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) 

SBSN atau yang dikenal dengan Sukuk Negara merupakan instrumen investasi berbasis syariah yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. SBSN terdiri dari:  

  • Sukuk Jangka Panjang: Biasanya memiliki tenor lebih dari 10 tahun dan berbasis akad syariah. 
  • Sukuk Jangka Pendek: Memiliki tenor kurang dari 10 tahun dan diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. 

 

Baca Juga: Bagaimana Cara Agar Dividen Saham Bebas Pajak?

 

Dasar Hukum dan Objek Pajak Surat Berharga Nasional (SBN) 

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN) merupakan dasar hukum utama yang mengatur Surat Berharga Negara (SBN) di Indonesia.  Undang-Undang ini mengatur segala hal terkait penerbitan, pengelolaan, dan perdagangan SBN, serta memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk menerbitkan SBN sebagai instrumen pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara juga menjadi dasar hukum untuk SBSN. 

  

Dari sisi perpajakannya, sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, objek pajak Surat Berharga Negara (SBN) adalah penghasilan yang diperoleh dari kepemilikan SBN, yang meliputi:  

  • Bunga/Kupon: Imbal hasil yang dibayarkan secara berkala kepada pemegang SBN. 
  • Premium: Terjadi ketika SBN dijual di atas nilai nominalnya. 
  • Diskonto: Terjadi ketika SBN dibeli di bawah nilai nominalnya. 
  • Imbalan Jaminan: Imbalan yang diberikan sebagai jaminan pengembalian utang, seperti asuransi kredit.  

Dengan kata lain, objek pajak SBN bukanlah SBN itu sendiri, melainkan keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan atau transaksi SBN. 

 

Tarif Pajak atas Imbal Hasil Surat Berharga Negara (SBN) 

Tarif pajak atas imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) saat ini dikenakan PPh final sebesar 10%, turun dari tarif sebelumnya yang sebesar 15%. Tarif ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 tentang PPh atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

 

Perlakuan Pajak atas Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) 

Secara umum, penjualan SBN tidak dikenakan pajak secara langsung.. Namun, imbal hasil atau kupon yang diterima investor secara berkala dikenakan pajak. Dimana perlakuan pajak atas penjualan SBN tergantung pada jenis SBN yang dijual dan status pemegang SBN.  

Penjualan SBN dengan Keuntungan 

  • SBN dengan PPh Final: Jika SBN yang dijual dikenakan PPh final atas bunga atau imbalannya, maka keuntungan dari penjualan SBN tidak dikenakan pajak lagi. Hal ini karena PPh final sudah dipotong saat bunga atau imbalan diterima. 
  • SBN dengan PPh Pasal 4 Ayat (2): Jika SBN belum dikenakan PPh final, keuntungan dari penjualannya akan dikenakan PPh final sebesar 10%. 

 

Penjualan SBN dengan Kerugian 

  • Kerugian dari penjualan SBN tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lain. 

 

Status Pemegang SBN 

  • Wajib Pajak Dalam Negeri: Umumnya dikenakan PPh final atas imbal hasilnya, sedangkan keuntungan dari penjualan tidak dikenakan pajak tambahan. 
  • Wajib Pajak Luar Negeri: Investor yang merupakan wajib pajak luar negeri dapat dikenakan PPh final atas keuntungan penjualan SBN, tergantung pada perjanjian pajak internasional. 

 

Baca Juga: Pasar Saham Sempat Lesu, Apa Dampaknya ke Penerimaan Pajak?

 

Contoh Perhitungan Pajak atas Imbal Hasil Surat Berharga Negara (SBN) 

Pak Doni adalah seorang investor membeli Obligasi Negara Ritel (ORI) senilai Rp80.000.000,00. SBN tersebut memiliki imbal hasil (kupon) sebesar 6% per tahun dengan tenor SBN 10 tahun.  

 

Perhitungan: 

  • Total imbal hasil (kupon) selama 10 tahun = Rp 80.000.000 × (6% × 10 tahun) = Rp 80.000.000 × 60% = Rp 48.000.000 
  • Pajak Penghasilan (PPh) Final = Rp 48.000.000 × 10% = Rp 4.800.000 

Jadi, Pak Doni akan memperoleh total imbal hasil Rp 48.000.000 dan harus membayar PPh final Rp 4.800.000. 

 

Pelaporan Investasi Surat Berharga Negara (SBN) dalam SPT Tahunan 

Investor wajib melaporkan investasi Surat Berharga Negara (SBN) dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pada dua bagian antara lain:  

1. Bagian A. Penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final: 

  • Sumber/jenis penghasilan: Pilih nomor 1. Seperti bunga deposito, tabungan, diskonto SBI, dan Surat Berharga Negara. 
  • Isi:  Lapor total imbal hasil (bunga, premi, diskonto, imbalan jaminan) yang diterima selama tahun pajak. 
  • Bukti potong: Simpan bukti potong PPh final atas imbal hasil SBN yang diterima. Bukti potong ini akan digunakan untuk melengkapi pelaporan SPT Tahunan. 

 

2. Bagian B. Harta: 

  • Kode harta:  Pilih kode 034 – Obligasi Pemerintah Indonesia (ORI, Surat Berharga Syariah Negara, dll). 
  • Isi: Masukkan nilai nominal SBN yang dimiliki pada akhir tahun pajak. 

 

Kesimpulan 

Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) pada dasarnya tidak dikenakan pajak secara langsung. Namun, keuntungan atau imbal hasil yang diperoleh dari kepemilikan SBN, seperti bunga, premium, dan diskonto, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 10%. Tarif ini telah diturunkan dari sebelumnya 15% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021. 

 

Selain itu, perlakuan pajak terhadap penjualan SBN bergantung pada status pajak pemegangnya dan jenis SBN yang dijual. Jika SBN telah dikenakan PPh final atas bunganya, maka keuntungan dari penjualannya tidak dikenakan pajak tambahan. Namun, jika tidak termasuk dalam kategori PPh final, maka keuntungan dari penjualan bisa dikenakan pajak sebesar 10%. 

 

Investor juga diwajibkan melaporkan investasi SBN dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pada bagian penghasilan yang dikenakan PPh final serta mencantumkan nilai SBN dalam daftar harta yang dimiliki. 

 

*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi. Tulisan ini tidak mencerminkan pandangan resmi Pajakku maupun institusi lain yang terkait.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News