Urgensi Krisis Pangan dan Energi yang Berdampak Pada Dunia Perpajakan

Akhir-akhir ini perekonomian di berbagai negara termasuk Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 yang telah menggerogoti berbagai lini kehidupan masyarakat. Pada kuartal pertama, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,01 persen, sehingga optimisme pemulihan ekonomi mulai muncul melihat sudah tidak ada lagi kebijakan-kebijakan seperti pembatasan atau pun memakai masker yang sebelumnya diberlakukan saat pandemi covid-19.

Sayangnya, perekonomian yang mulai bangkit ini harus diterjunkan lagi dengan krisis pangan dan energi. Ibaratnya mati satu tumbuh seribu. Imbas peperangan berkepanjangan antara Ukraina dan Rusia pun disinyalir sebagai penyebab krisis pangan dan energi di dunia. Organisasi pangan dan pertanian PBB (The Food and Agriculture Organization/ FAO) menyatakan krisis pangan merupakan suatu situasi ketika terjadi kerawanan pangan dan nutrisi yang meningkat tajam, baik di tingkat lokal maupun nasional yang mengakibatkan perlunya pemenuhan kebutuhan pokok melalui bantuan makanan darurat. Alhasil, berbagai negara di dunia terjerumus dalam ancaman krisis pangan dan energi ini termasuk juga Indonesia.   

Baca juga Sri Mulyani Tegaskan Pajak Karbon Akan Tetap Berlaku Tahun Ini

 

Seberapa Besarkah Pengaruh Peperangan Ukraina dan Rusia Terhadap Krisis Pangan dan Energi Dunia? 

Seperti yang diketahui, Ukraina dan Rusia merupakan negara-negara yang mempunyai pengaruh besar sebagai pemasok utama gandum dunia. Bahkan, sepertiga dari penjualan gandum tahunan dunia merupakan penjualan dari kedua negara tersebut. Selain itu, di bidang pangan Negara Rusia terkenal dengan eksportir pupuk terbesar di dunia dan juga salah satu raja minyak bumi dan gas alam di dunia dengan pangsa pasar sebesar 11,4% dan cadangan gas alamnya setara dengan 19,9% cadangan di dunia.

Hal ini yang membuat Rusia menjadi negara keempat eksportir minyak mentah di dunia. Di samping itu, Ukraina juga dikenal sebagai eksportir bahan pangan lainnya seperti jagung, serelia, biji-bijian, dan gula. Nyatanya, peperangan Rusia dan Ukraina tentunya akan berdampak pada rantai pasokan komoditas-komoditas yang dikuasai oleh Ukraina maupun Rusia. Krisis pangan yang terjadi akhir-akhir ini sangat berefek pada seluruh lini kehidupan, tentu akan menjadi ancaman serius bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia di tengah persaingan antarbangsa yang semakin kompetitif. 

Baca juga Butterfly Effect, Dampak Perang Pada Ekonomi Dunia

 

Bagaimana Keterkaitan Antara Krisis Pangan dan Energi  Dengan Perpajakan? 

Tentu ada. Salah satu bentuk pajak yang tentunya berpengaruh dengan krisis ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN merupakan gambaran dari kegiatan konsumsi masyarakat di periode terkait yang sangat berkaitan erat dengan kondisi perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan karena PPN itu sendiri merupakan pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau pun jasa ketika berpindah dari produsen ke konsumen.

Dengan adanya krisis pangan ini, maka otomatis harga pangan juga meningkat yang mengakibatkan konsumen enggan untuk membeli pangan. Secara tidak langsung, hal tersebut berdampak pada penerimaan pajak melalui PPN.  Ditambah lagi, di tengah krisis pangan ini, pemerintah malah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Tarif PPN mulai dari tanggal 1 April 2022 telah mengalami peningkatan dari 10 persen menjadi 11 persen. Kenaikan tarif ini telah tercantum pada Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 7 Undang-Undang No 7 Tahun 2021

Baca juga Dampak Positif Harga Komoditas Naik, Penerimaan Negara Melimpah

Pemerintah semestinya harus menyadari dampak serius terhadap kenaikan tarif PPN ini akan mengakibatkan naiknya persentase proporsi pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran bagi rumah tangga di Indonesia. Apabila terjadi krisis pangan dan energi, maka PPN akan turun karena penurunan permintaan konsumen, sehingga berefek pada harga jual yang menjadi DPP PPN. Penurunan dasar pengenaan PPN inilah yang akan mempengaruhi tingkat penerimaan PPN. Dasar pengenaan pajak akan menurun ketika terjadi krisis tersebut, karena dengan begitu harga barang dan jasa juga akan menurun. Dengan begitu, PPN pun akan menurun dan penerimaan negara juga akan menurun.  

Dengan demikian krisis pangan dan energi ini perlu menjadi agenda utama yang penting dibahas dan juga ditangani bagi pemerintah, karena krisis ini sangat berdampak pada penerimaan pajak yang dimana pajak merupakan sumber utama penerimaan negara di Indonesia. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan, sehingga pajak sangat vital untuk perekonomian negara Indonesia.  

Baca juga Dampak Perang Ukraina, Inflasi RI Dapat Tembus 4%