Dampak Perang Ukraina, Inflasi RI Dapat Tembus 4%

Rusia dan Ukraina merupakan dua dari banyak negara yang telah menjadi mitra dagang Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke Ukraina dan Rusia masing-masing sebesar US$ 1,49 miliar dan US$ 416,99 juta selama tahun lalu. Total nilai ekspor keduanya mencapai US$ 1,91 miliar. Angka ini relatif kecil, jika dibanding total ekspor Indonesia ke seluruh mitra dagang di dunia.

Keberlangsungan perang di Ukraina secara tidak langsung memberikan dampak terhadap inflasi. Ditambah dengan adanya kenaikan tarif PPN dan cukai rokok, melalui analisa terlihat inflasi dapat melejit hingga 4%. Harga minyak dunia kini menembus US$ 425,65/ton di pasar ICE (Newcastle). Nikel pun melonjak hingga 250% dalam dua hari berturut-turut mencapai di atas US$ 100.000 per ton. Selain itu, sederet harga komoditas pangan juga mengalami kenaikan, khususnya gandum. Inflasi Indonesia diprediksi awal dengan rata-rata 2,4%. Tahun ini kemungkinan besar dapat melonjak hingga 4%. Lonjakan harga di taraf dunia tentu akan berpengaruh pula pada kondisi dalam negeri. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan kontrol dan pengawasan terkait perubahan harga di taraf dunia. 

Hal ini dipaparkan pula oleh Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam program PROFIT CNBC Indonesia TV, ia mengatakan dilihat dari sumber inflasi, terdapat dampak PPN termasuk kenaikan cukai rokok 0,3-0,5%. Ditambah pula dengan dampak hari raya dan lebaran yang akan cukup signifikan. Inflasi di akhir 2021 tercatat sebesar 1,87%, sementara pada Februari 2022, inflasi mengalami kenaikan menjadi 2%. Artinya sederet faktor tersebut dapat membuat inflasi di tanah air meningkat dua kali lipat. Mengingat perubahan inflasi tersebut dapat menyentuh angka 4% di tahun 2022.

Pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan mampu menjaga agar lonjakan inflasi dapat diredam. Tingginya inflasi akan membuat daya beli masyarakat akhirnya terkikis, apalagi jika masih tahap awal pemulihan, seperti saat ini. Riset tersebut telah menunjukkan, setiap 1% peningkatan pada laju inflasi dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,21%. Kenaikan inflasi ini berisiko untuk pemulihan demand. Bank Indonesia (BI) turut serta dalam memantau ketat perkembangan tersebut agar dapat diantisipasi, meskipun sejauh ini diyakini masih terkendali. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, mengatakan inflasi di domestik relatif masih terjaga, meskipun imported inflasi perlu untuk diwaspadai terutama dari harga komoditas.

Dampak langsung perang Rusia-Ukraina pada perdagangan maupun investasi memang relatif kurang signifikan. Namun, dampak tidak langsung dari kenaikan beberapa harga komoditas berpotensi menambah tekanan pada inflasi domestik. Inflasi domestik merupakan variabel utama dalam pengambilan kebijakan moneter. Faktor lain juga perlu untuk diperhatikan adalah dampak pergerakan harga komoditas terhadap perdagangan luar negeri, yang selama dua tahun ini menjadi penopang stabilitas nilai tukar Rupiah.

Adhi S. Lukman selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), mengatakan dampak kenaikan harga pangan yang berbahan gandum di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh berapa lama invasi Rusia di Ukraina akan berlangsung. Semakin cepat invasi berakhir, maka akan semakin kecil pula dampaknya pada kenaikan harga. Untuk saat ini, industri makanan berbahan gandum masih memiliki stok yang tersedia baik bahan baku ataupun barang jadi, sehingga belum terpengaruh, karena masih ada stok bahan baku untuk dua hingga tiga bulan ke depan.