Berdasarkan pada kehidupan manusia, kebutuhan dibagi beberapa kategori berdasarkan tingkat kepentingannya, yakni kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Dalam hal ini yang berkaitan dengan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) ialah pada kebutuhan tersier atau kebutuhan atas barang dan/atau jasa yang tergolong mewah. Sebagaimana yang dimaksud “mewah” yakni kebutuhan yang seharusnya dipenuhi jika kebutuhan primer dan sekunder sudah terpenuhi.
Pada umumnya, barang dan/atau jasa yang tergolong mewah sangat berkaitan dengan penghasilan masyarakat terlebih bagi mereka yang berstatus wajib pajak. Harga yang cenderung sangat mahal biasanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki penghasilan menengah ke atas.
Dalam hal ini, konsumen akan dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) apabila mengkonsumsi atau memakai barang dan/atau jasa yang tergolong mewah. Tak hanya itu, konsumen bisa juga menjadi target sebagai wajib pajak yang dibebankan atas PPnBM atau pungutan pajak atas barang mewah. Pengenaan PPnBM disini tergolong lebih detail daripada pembebanan PPN. Lantas apa itu PPnBM dan apa saja yang menjadi objek pengenaannya? Mari simak penjelasan berikut ini.
Baca juga Pelanggaran PPN dan PPnBM Ditengah Pemulihan Ekonomi
Mengenal Apa Itu PPnBM
PPnBM merupakan singkatan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah dimana dapat diartikan sebagai pembebanan pajak atas barang dan/atau jasa yang tergolong mewah ataupun pekerjaan atau kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan mengimpor barang yang tergolong mewah. Pengenaan pajak tersebut hanya diberlakukan sekali (1 kali) pada saat terjadinya penyerahan barang ke pihak produsen.
Di Indonesia, pengenaan PPnBM diatur dalam peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau biasanya disebut UU PPN. Hal ini lantaran PPnBM dan PPN selalu berkaitan satu dengan lainnya, dimana pengenaan PPnBM dilakukan karena adanya pungutan PPN. Sebagai contoh, konsumen membeli BKP dan/atau JKP yang tergolong mewah, misalnya mobil, maka konsumen akan dipungut atas PPN maupun PPnBM.
Meskipun sudah di atur dalam UU PPN, PPnBM hanya dijelaskan secara umum atau tidak terlalu dikaji lebih dalam penerapannya. Bersamaan dengan itu, Kementerian keuangan (Kemenkeu) melalui peraturan Menteri keuangan (PMK) menjelaskan lebih mendalam perihal pengenaan PPnBM, hal tersebut tertuang dalam PMK 141/2021, lalu diturunkan menjadi Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) dan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak. Namun PER dan SE ini tidak bisa dijadikan dasar hukum PPnBM, melainkan hanya sebagai pelengkap dan petunjuk dalam pelaksanaan dan peraturan teknis PPnBM.
Fungsi Pengenaan PPnBM
Penerapan PPnBM kepada konsumen tidak semata-mata dilakukan Pemerintah hanya untuk penerimaan negara, melainkan berfungsi dalam mengendalikan kesetaraan pada beban pajak bagi konsumen yang memiliki penghasilan rendah dan konsumen yang memiliki penghasilan tinggi. Adapun, beberapa fungsi yang perlu diketahui oleh konsumen atau wajib pajak, antara lain :
- Dalam mewujudkan keseimbangan pembebanan pajak terhadap konsumen memiliki penghasilan berbeda, yakni antara rendah dan tinggi.
- Dalam mengendalikan pola konsumsi masyarakat atas pemakaian atau penggunaan barang yang tergolong mewah.
- Menjadi salah satu pendapatan yang menopang penerimaan negara.
- Membantu dalam menunjang perlindungan atas kesetaraan produsen, khususnya bagi produsen mikro atau mitra-mitra kecil hingga produsen besar.
Baca juga PPnBM Berikan Peluang Baru Bagi Mobil Sedan
Ruang Lingkup PPnBM
Berdasarkan ruang lingkupnya PPnBM didapati setidaknya 5 hal yang berkaitan dengan kegiatan pemajakan, termasuk pada artian ‘menghasilkan’. Berikut penjelasannya :
- Merakit, yang dapat diartikan sebagai penggabungan bagian-bagian atau kerangka yang memiliki hubungan, seperti barang dengan bagian-bagian yang masih belum terpasang atau komponen-komponen pendukung dalam membuat sebuah barang setengah jadi maupun jadi. Contohnya dalam merakit mobil, peralatan rumah tangga, hingga barang-barang elektronik.
- Memasak, yang dapat diartikan sebagai barang yang diolah dengan cara dipanaskan, baik dicampur dengan bahan lain ataupun tidak.
- Mencampur, yang dapat diartikan sebagai kegiatan menyatukan beberapa unsur guna menciptakan satu barang dan lebih barang lain.
- Mengemas, yang dapat diartikan sebagai kegiatan memposisikan suatu barang terhadap barang atau benda lainnya guna meningkatkan pemasarannya atau memberikan keamanan dari berbagai hal yang memicu kerusakan.
- Membotolkan, yang dapat diartikan sebagai kegiatan menempatkan minuman atau mengisi benda cair ke dalam botol lalu ditutup berdasarkan cara tertentu.
- Dalam kegiatan lainnya atau dapat diartikan dengan kegiatan yang dilakukan dengan bantuan orang lain atau kegiatan usaha lainnya.
Pengenaan Tarif PPnBM
Pada PPnBM tarif akan dikenakan berdasarkan ketentuan yang berlaku, yang mana berkisar dari 10% hingga 200%. Pengenaan tarif tersebut akan digolongkan berdasarkan kategori barang yang tergolong mewah. Dalam hal ini, akan diliat berdasarkan barang kena pajak (BKP) yang memiliki tingkatan kemampuan konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang tersebut. selain itu juga pada nilai guna barang yang dikonsumsi. Berikut beberapa daftar barang yang dikenakan PPnBM, antara lain:
- Pada kendaraan bermotor. Dalam hal ini ada kendaraan dan yang dikecualikan, yakni kendaraan yang bersifat umum atau untuk kepentingan seluruh masyarakat dan negara, seperti kendaraan untuk ambulans, jenazah, pemadam kebakaran, tahanan, hingga angkutan umum.
- Pada kelompok hunian atau tempat tinggal mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, townhouse, dan sejenisnya
- Pada kelompok pesawat udara. Dalam hal ini ada pesawat yang dikecualikan, seperti diperuntukkan untuk keperluan negara atau angkutan udara komersil.
- Pada kelompok balon udara, tanpa terkecuali.
- Pada kelompok persenjata-apian dan amunisinya. Dalam hal ini ada perlengkapan persenjata-apian yang dikecualikan apabila dipergunakan dalam keperluan negara, seperti yang digunakan oleh TNI/POLRI.
- Pada kelompok perkapalan mewah, seperti kapal pesiar atau yacht. Dalam hal ini ada kapal yang dikecualikan apabila dipergunakan untuk kepentingan negara, angkutan umum hingga sebagai usaha pariwisata.
Baca juga Kenali Perbedaan PPN dan PPnBM: Dari Objek Hingga Tarif
Barang-barang yang sudah disebutkan diatas memiliki ketentuan dalam pengkategorian barang mewah berdasarkan tarif, berikut rinciannya:
- PPnBM dengan pengenaan tarif terendah sebesar 20% untuk Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, seperti:
- Apartemen atau Kondominium
- Townhouse atau cluster
- Hunian mewah yang dialokasikan sebagai lokasi kegiatan usaha.
- PPnBM dengan pengenaan tarif sedang sebesar 40% untuk Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, seperti :
- Pada kelompok balon udara
- Pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak
- Pada persenjata apian dan amunisinya (berdasarkan jenisnya), kecuali dipergunakan untuk kepentingan negara.
- PPnBM dengan pengenaan tarif menengah sebesar 50% untuk Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, seperti :
- Pada kelompok pesawat udara, kecuali diperuntukkan dalam keperluan negara atau angkutan udara komersial
- Helikopter
- Pada persenjata-apian dan amunisinya (berdasarkan jenisnya), kecuali dipergunakan untuk kepentingan negara.
- PPnBM dengan pengenaan tarif menengah sebesar 75% untuk Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, seperti :
- Kendaraan air seperti kapal pesiar mewah dan yacht, kecuali diperuntukkan untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
- Kendaraan air seperti kapal feri dan sejenisnya, kecuali diperuntukkan untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Baca juga Berkat Komoditas dan Low Base Effect, Penerimaan Pajak Tumbuh 51,49 Persen
Kesimpulan
Pada intinya pengenaan PPnBM dilakukan sebagai salah satu cara untuk menjalankan fungsi keseimbangan beban pajak antara konsumen berpendapatan rendah dan konsumen berpendapatan tinggi.
Barang yang tergolong mewah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya sudah dalam pertimbangan pemerintah melalui otoritas pajak dan telah diatur dalam UU PPN atau Nomor 8 Tahun 1983 perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) selain itu diatur juga dalam PP 61/2020, PMK 96/2021, PP 74/2021, hingga PMK 141/2021 dan peraturan tersebut mengenai ketentuan teknis dari PPnBM.









