Pelanggaran PPN dan PPnBM Ditengah Pemulihan Ekonomi

Badan Pengawas Keuangan (BPK) telah merilis laporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor yang melanggar ketentuan.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengaitkan hal tersebut dengan reformasi perpajakan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa temuan dalam laporan BPK tersebut adalah bagian dari program pemulihan ekonomi nasional, karena roda bisnis melemah sebagai akibat dari Covid-19.

Pada program tersebut, pemerintah telah memberikan insentif pajak kepada masyarakat. Harapannya, hal tersebut dapat menggairahkan kegiatan jual-beli mobil, karena selama ini publik lebih memilih menyimpan uang di bank.

Ia pun mengkonfirmasi bahwa Ditjen Pajak akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi dan arahan tindak lanjut dari BPK. Neil pun menjelaskan, bahwa pada saat yang sama pemerintah sedang menggulirkan program reformasi perpajakan.

Salah satunya untuk memperbaiki basis data wajib pajak dan sistem yang melengkapinya. Ia menjelaskan, hal ini memudahkan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan serta dapat memfasilitasi implementasi insentif perpajakan dari pemerintah.

Berdasarkan laporan BPK, penerapan PPnBM ini bertujuan untuk melindungi pedagang kecil agar tidak tergerus oleh keberadaan pedagang besar yang menjual komoditas impor. Berdasarkan laporan BPK pula, penetapan PPnBM ini bertujuan untuk melindungi pedagang kecil agar tidak tergerus oleh keberadaan pedagang besar yang menjual komoditas impor.

Tidak hanya itu, BPK juga menemukan bahwa PKP telah melaporkan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan UU No.42/2009, terdapat beberapa besaran yang ditetapkan. Tarif Pajak Pertambahan Nilai ialah 10 persen. Nilai ini dapat berubah menjadi paling rendah yaitu 5 persen dan paling tinggi 15 persen sesuai dengan aturan dalam PP.

Adapun, 0 persen yang diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Dalam laporannya, dijelaskan berdasarkan hasil pengujian, diketahui terdapat tiga wajib pajak penjual yang melaporkan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 100 persen dengan total nilai Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp430.201.489.115.

Terkait permasalahan pemanfaatan insentif PPnBM DTP dengan tarif yang tidk sesuai. DJP pun menanggapinya, bahwa dalam aplikasi e-Faktur, PKP dapat memilih tarif sesuai kondisi sebenarnya dan dibebaskan. Namun, nilai PPnBM sudah secara otomatis dikalkulasi dari tarif yang dipilih oleh wajib pajak tersebut.