Pajak Masukan ialah salah satu komponen dalam penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kali ini kita akan membahas seputar Pajak Masukan PPN dan apa perbedaannya dengan PPnBM.
Jika kita membicarakan Pajak Masukan, maka hal tersebut tidak akan lepas dari pembuatan Faktur Pajak atas Transaksi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Dalam pengelolaan Faktur Pajak, selain terdapat Pajak Masukan, adapula yang disebut Pajak Keluaran. Lalu bagaimanakah perbedaan keduanya antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran?
Adanya Pajak Masukan ketika Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian barang dan jasa kena pajak. Sedangkan, Pajak Keluaran merupakan pemungutan atas barang dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh PKP penjual.
Prinsipnya, pembayaran Pajak Masukan PPN dilakukan ketika Wajib Pajak melakukan pembelian terhadap BKP/JKP. Prinsip ini sama dengan pembayaran terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Undang-Undang tentang PPN dan PPnBM pun dibahas dalam satu susunan naskah.
Karakteristik PPN dan PPnBM
PPN memiliki 7 karakteristik, di antaranya ialah merupakan pajak tidak langsung, bersifat objektif, multi-stage tax, dihitung dengan metode indirect substraction, pajak atas konsumsi umum dalam negeri, netral, dan tidak menimbulkan pajak berganda.
Sedangkan, PPnBM memiliki 4 karakteristik, di antaranya ialah merupakan pungutan tambahan, hanya dikenakan sebanyak satu kali, tidak dapat dikreditkan, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali.
Meskipun, PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi jika Barang Kena Pajak yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayarkan berkaitan dengan perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dan berhubungan langsung dengan BKP, sehingga dapat diajukan permintaan restitusi.
Perbedaan Pajak Masukan PPN dan PPnBM
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Pajak Masukan dipahami sebagai Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak setelah memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan PPN pun dibayar ketika Pengusaha Kena Pajak mendapatkan manfaat dari Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP Tidak Berwujud) ataupun Jasa Kena Pajak yang asalnya dari luar daerah pabean serta impor Barang Kena Pajak.
Sedangkan, PPnBM merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah ketika terjadi pembelian terhadap barang-barang yang memiliki kategori sebagai barang mewah. PPnBM yang dibayarkan oleh PKP saat membeli barang mewah menjadi Pajak Masukan bagi pembeli. Hal ini berkaitan pula dengan upaya menyeimbangkan beban pajak antara konsumen yang memiliki penghasilan tinggi dengan warga negara yang memiliki penghasilan lebih rendah.
Objek Pajak Masukan PPN
Definisi dari Barang Kena Pajak ialah barang yang dikenai pajak sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku. Barang yang dimaksud dapat berupa barang tidak berwujud, dan barang berwujud, yaitu barang bergerak atau tidak bergerak.
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) tidak dijelaskan secara rinci terkait jenis-jenis barang ataupun jasa yang terkena pajak. Meskipun demikian, dalam Pasal 4A UU PPN tersebut telah dijelaskan terkait kelompok barang yang tidak dikenai PPN, termasuk Pajak Masukan.
1. Kelompok Barang Tidak Dikenai PPN
Kelompok barang yang tidak terkena PPN tersebut di antaranya, hasil kegiatan pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang yang termasuk kebutuhan pokok, sehingga selalu dibutuhkan oleh orang banyak, kebutuhan pokok yang dimaksudkan ialah beras, jagung, gabah, sagu, kedelai, telur, garam, daging, buah-buahan, susu, dan sayuran; makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, rumah makan, dan sejenisnya; uang, emas batangan, berbagai surat berharga.
2. Kelompok Jasa Bebas PPN
Sedangkan pada kelompok jasa yang tidak dikenai PPN ialah jasa pelayanan kesehatan medis, yaitu dokter umum, dokter hewan, ataupun dokter gigi; jasa pelayanan sosial seperti panti asuhan, pemadam kebakaran, panti jompo, dan jasa di bidang olahraga yang tidak komersial; jasa pengiriman surat dengan prangko; jasa keuangan berupa penghimpunan dana masyarakat atau meminjamkan dana; jasa asuransi; jasa keagamaan pelayanan rumah ibadah, pemberian khutbah, atau penyelenggaraan kegiatan keagamaan; jasa pendidikan dalam ataupun luar sekolah; jasa kesenian dan hiburan; jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; jasa angkutan umum darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; jasa tenaga kerja berupa penyediaan atau pelatihan tenaga kerja; jasa perhotelan sewa kamar atau acara pertemuan; jasa yang disediakan pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan umum seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan pemberian NPWP; jasa penyediaan tempat parkir oleh pemilik tempat ketika pengguna dipungut bayaran; jasa telepon umum menggunakan uang logam; jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan jasa boga atau katering.
Objek PPnBM
Sesuai dengan namanya, objek PPnBM ialah berwujud barang dan jasa. Jenis barang yang memiliki kategori mewah alias bukan barang sederhana ataupun barang primer. Kriteria barang yang digolongkan sebagai barang mewah ialah bukan merupakan kebutuhan pokok, dikonsumsi masyarakat tertentu, biasa dikonsumsi oleh masyarakat dengan tingkat penghasilan tinggi, tujuan konsumsi barang untuk menunjukkan status.
Ketentuan Tarif Pajak Masukan PPN dan PPnBM
Sesuai dengan yang disebutkan, Pajak Masukan merupakan PPN yang dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang membeli Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak. Artinya, tarif Pajak Masukan ialah tarif PPN yang dibayarkan atau dikenakan pajak barang/jasa kena pajak tersebut.
Tarif Pajak Masukan sebagai komponen Pajak Pertambahan Nilai ini ialah 10%. Meskipun demikian, tarif tersebut dapat diubah menggunakan Peraturan Pemerintah dengan besaran minimal 5% dan maksimal 15%. Apabila Barang dan Jasa Kena Pajak merupakan barang atau jasa ekspor, maka tarif PPN ialah sebesar 0%.
1. Tarif PPN Terbaru
Seperti yang diketahui, tarif Pajak Pertambahan Nilai terbaru telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Melalui UU HPP ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai berubah dan naik secara bertahap, dimana sebelumnya 10% menjadi 11% dan 12%.
2. Tarif PPnBM
Tarif yang dibebankan pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah tentu lebih besar jika dibandingkan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini mengingat pada PPnBM yang menunjukkan untuk pengendalian konsumsi barang yang tergolong mewah. Selain itu, penerapan PPnBM juga merupakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap produsen kecil dan tradisional.
Tarif PPnBM berbeda-beda sesuai dengan jenis barangnya, alias tarif PPnBM ini bersifat progresif.
Besarnya persentase PPnBM yang wajib dibayarkan pun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada Pasal 8 UU No.18 Tahun 2000, rentang tarif PPnBM ialah 10% hingga 75%. Kemudian, pada UU No. 42 Tahun 2009, tarif PPnBM tertinggi ialah mencapai 200%.
Meskipun demikian, untuk kegiatan konsumsi barang mewah di luar daerah pabean akan dikenakan tarif 0%. Tarif 0% ini dikenakan pula barang mewah yang diekspor. Wajib pajak juga dapat meminta kembali pembayaran pajak atas barang mewah yang diekspor atau restitusi pajak jika PPnBM terlanjur dibayarkan.









