Bagaimana Pemerintah Mengatur Ulang Sistem Pajak?

Indonesia saat ini memasuki tahap baru dalam sistem perpajakan yang membawa banyak perubahan penting. Reformasi perpajakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan tanggung jawab dalam pengelolaan pajak, serta mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Berikut adalah langkah-langkah reformasi pajak, tantangan dalam pelaksanaannya, dan dampaknya bagi masyarakat dan ekonomi.

1. Peluncuran Coretax: Transformasi Administrasi Pajak

Coretax adalah suatu sistem administrasi pajak terpadu dari Direktorat Jenderal Pajak yang dirancang untuk mempermudah pengguna. Sistem ini dibuat untuk mengatasi berbagai masalah dalam pengelolaan pajak, salah satunya rendahnya rasio pajak terhadap PDB yang hanya mencapai 10,39% (2022), 10,21% (2023), dan 10,08% (2024).

Menurut Putri & Najicha (2021) dalam Jurnal Hukum Positum, Coretax menyediakan solusi berbasis data yang bertujuan untuk menyederhanakan proses pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui pengingat otomatis dan proses secara langsung.

Keuntungan utama dari Coretax adalah:

  • Efisiensi: Otomatisasi proses mengurangi beban manual, mempercepat layanan, dan menekan kesalahan.
  • Transparansi: Pemrosesan data secara real-time meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak.
  • Kepatuhan Pajak: Sistem yang sederhana mempermudah pelaporan dan pembayaran pajak.
  • Pengambilan Kebijakan: Data yang akurat membantu pemerintah dalam membuat keputusan strategis.

Namun, implementasi Coretax tidak sepenuhnya berjalan lancar. Suyaka Rendhy dalam laporannya di STIAMI mengungkapkan bahwa “Pelaksanaan Coretax dilakukan dengan terburu-buru tanpa persiapan yang memadai, sehingga muncul masalah teknis seperti sistem yang gagal berfungsi dan kesulitan dalam pemindahan data” (Rendhy, 2025). Ia menekankan pentingnya melakukan pengujian kualitas dan memberikan pelatihan kepada pengguna sebelum peluncuran secara keseluruhan.

Tantangan Implementasi Coretax

Walaupun reformasi ini memiliki banyak keuntungan, tantangan pelaksanaannya tetap harus diperhatikan. Berdasarkan laporan dari Universitas Gadjah Mada, ada beberapa masalah utama dalam pelaksanaan Coretax, antara lain:

  1. Kesiapan Infrastruktur: Jaringan teknologi yang ada masih belum optimal untuk mengelola data dalam jumlah besar.
  2. Bug Sistem: Fungsi penting seperti validasi data dan otomatisasi pajak masih belum stabil.
  3. Kurangnya Pelatihan: Banyak pengguna belum sepenuhnya memahami cara kerja sistem yang baru.

Komisi XI DPR RI telah meminta untuk menunda pelaksanaan sepenuhnya dari Coretax agar layanan kepada wajib pajak tetap berjalan lancar dan penerimaan negara tetap terjaga. Ketua Komisi XI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti bahwa “Prioritas utama adalah menjaga kepentingan wajib pajak sambil memastikan pendapatan negara tetap stabil.”

Baca Juga: Target Ambisius! Pemerintah Ingin Naikkan Rasio Pajak Indonesia hingga 23 Persen

2. Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, tarif PPN resmi meningkat dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Kenaikan ini bertujuan untuk menambah pendapatan negara guna mendukung pembangunan infrastruktur dan program sosial. Mengutip dari Media Akademik, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa, “Kenaikan tarif PPN adalah langkah penting untuk memastikan pendapatan negara tetap stabil dalam menghadapi tantangan ekonomi global” (Purwanto & Handoko, 2022).

Namun, kebijakan ini juga mendapat kritik karena dapat membebani masyarakat dengan pendapatan rendah. Dalam studi yang dilakukan oleh Rizkianti & Fatimah (2023), kenaikan tarif PPN disebut memiliki dampak yang signifikan terhadap harga barang dan jasa, terutama di sektor kebutuhan pokok. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok berpenghasilan rendah lebih rentan terhadap lonjakan harga akibat kebijakan ini, sehingga dapat memperlebar kesenjangan ekonomi.

Untuk meringankan beban tersebut, pemerintah memberikan pengecualian terhadap barang-barang kebutuhan dasar dan pelayanan kesehatan. Selain itu, juga diperkuat penggunaan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain 11/12 yang membuat perhitungan tarif PPN “tetap 11%”.

3. Pengenalan Pajak Karbon

Sebagai bagian dari agenda keberlanjutan, pemerintah memperkenalkan pajak karbon yang dikenakan kepada perusahaan yang menghasilkan emisi tinggi. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan serta mendukung komitmen global dalam mengatasi perubahan iklim. Menurut laporan DPR RI (2021), pajak karbon diharapkan dapat membantu Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai dengan komitmen global.

Dampak terhadap Perekonomian

Reformasi perpajakan diproyeksikan membawa sejumlah dampak positif terhadap perekonomian nasional:

  • Peningkatan Rasio Pajak: Menurut Sri Mulyani, Coretax bisa meningkatkan rasio pajak terhadap PDB hingga 1,5%.
  • Efisiensi Administrasi: Peralihan ke sistem digital memudahkan pengelolaan database wajib pajak yang lebih tepat dan lengkap.
  • Dukungan Investasi: Dengan sistem yang lebih jelas dan efisien, diharapkan keadaan investasi di Indonesia akan semakin kuat.

Namun, keberhasilan reformasi ini sangat tergantung pada seberapa baik pemerintah bisa mengatasi masalah teknis dan memastikan semua pihak memahami kebijakan baru ini.

Baca Juga: World Bank Temukan Tax Gap Indonesia Capai 6,4%

Edukasi dan Sosialisasi kepada Masyarakat

Untuk mendukung keberhasilan dalam perubahan pajak, pemerintah telah memulai program pendidikan bagi masyarakat mengenai kewajiban pajak mereka. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai sistem perpajakan yang baru serta mendorong kepatuhan wajib pajak.

Kesimpulan

Kehadiran era baru pajak di Indonesia melalui penerapan Coretax serta kebijakan lainnya menunjukkan langkah strategis dari pemerintah untuk membangun sistem perpajakan yang lebih modern dan efisien. Meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaannya—terutama terkait kesiapan teknologi dan pelatihan pengguna—reformasi ini memiliki potensi besar untuk mendukung perkembangan ekonomi di negara ini.

Keberhasilan reformasi ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah teknis serta memastikan bahwa semua pihak memahami kebijakan baru ini. Dengan dukungan teknologi seperti Coretax dan program pendidikan yang baik, Indonesia diharapkan bisa menciptakan lingkungan investasi yang lebih baik serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara berkelanjutan.

*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi. Tulisan ini tidak mencerminkan pandangan resmi Pajakku maupun institusi lain yang terkait.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News