Apakah Sektor Pendidikan Terkena Pajak?

Pada tahun 2021 lalu, muncul wacana perihal pengenaan pajak pada sektor Pendidikan dan hal tersebut menjadi topik pembicaraan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran dinilai tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam dunia Pendidikan. Dimana Pendidikan merupakan bagian dari sektor sosial dan sebuah usaha yang bersifat nirlaba. Wacana ini nantinya akan dimuat dalam rancangan revisi UU No. 6/1983 perihal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan pengenaan akan dilakukan atas pajak pertambahan nilai (PPN).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam menyampaikan bahwa adanya wacana ini akan berdampak pada tingginya biaya Pendidikan di Indonesia tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan. Lantas bagaimana perkembangan wacana tersebut? mari simak informasinya.

Baca juga Pajak Sektor Pendidikan, Ideal Kah?

 

Sekilas Pendidikan di Indonesia

Seluruh dunia sepakat bahwa Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap negara dalam persaingan global, begitupun Indonesia. Hal ini merupakan suatu langkah strategis dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, unggul, berkarakter, dan mampu bersaing dengan baik, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan nasional.

Pada dasarnya, kualitas Pendidikan di Indonesia belum sampai di tingkat yang bagus atau setara dengan negara-negara maju, masih ada poin-poin yang tertinggal. Meskipun demikan, Indonesia masih berada di tingkat yang cukup baik, yakni tak jauh berbeda dengan negara-negara berkembang lainnya.

Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa sebesar 20% dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dialokasikan ke sektor pendidikan guna mewujudkan salah satu visi Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Anggaran tersebut akan diberikan ke pemerintahan pusat dan akan ditransfer ke seluruh daerah-daerah di Indonesia. Seperti pada tahun 2018 lalu, kurang lebih Rp 444,131 triliun dialokasikan untuk pendidikan.

Sejauh ini, pemerintah sedang berupaya terus-menerus dalam mengurangi kesenjangan di setiap daerah terutama bagi daerah yang kerap kali dikatakan sebagai daerah ‘terpencil’ atau ‘terpelosok’. Saat ini semua sekolah akan difasilitasi oleh pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Pemberlakuan sistem zonasi beberapa tahun terakhir pun cukup berhasil dalam menghapus predikat-predikat pada sekolah ‘favorit’.

Baca juga DJBC Buat Aturan Baru, PKN STAN Hapus Jurusan Bea Cukai

 

Konsep PPN dan Jasa Pendidikan

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas transaksi jual-beli barang maupun jasa dan hal ini dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi ataupun badan dengan status sudah menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak). Maka dalam hal ini yang memiliki kewajiban perpajakan dalam memungut ialah pedagang, penjual, maupun pengusaha dan yang dipotong ialah konsumen atau pembeli akhir.

Konsep pemungutan pada PPN ini dilakukan atas penyerahan barang maupun jasa tanpa menilik ‘ability to pay’ atau kemampuan pihak konsumen yang melakukan pembelian barang atau penggunaan jasa. Maka dapat dikatakan bahwa PPN bersifat regresif sebagai pajak yang objektif. Apabila suatu barang maupun jasa merupakan objek PPN, maka siapapun pihak yang bersangkutan  baik yang mampu atau yang tidak mampu akan membayar jumlah PPN yang sama, dan hal ini tentunya tidak adil. Begitu pula jika barang maupun jasa tertentu dikecualikan sebagai objek PPN atau tidak dipungut PPN, maka semua pihak baik yang mampu atau tidak mampu, keduanya akan sama-sama tidak adil.

Baca juga Kenali Perbedaan PPN dan PPnBM: Dari Objek Hingga Tarif

Sepanjang tahun 2020 dimana Indonesia mengalami kontraksi yang disebabkan pandemik Covid-19, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mencatat pendapatan negara secara neto sebesar Rp 448,4 triliun atau setara dengan 88,4% dari target yang ditentukan, yakni Rp 507,5 triliun. Penerimaan tersebut mengalami penurunan sebesar 15,6% dari tahun sebelumnya.

Bersamaan dengan itu, Menkeu kembali memperkirakan penerimaan PPN pada awal pandemik akan berjalan dengan baik atau stabil, karna berhubungan dengan kegiatan konsumsi masyarakat. Akan tetapi pada pertengahan tahun, kemerosotan terjadi pada PPN dan mencapai di angka Rp 448,4 triliun. Hal ini tentunya sangat berdampak pada penerimaan pajak negara yang hanya mencapai Rp1.069,98 triliun.

Oleh sebab itu, perilisan beberapa agenda reformasi pajak atas PPN multitarif mengenai penghapusan beberapa sektor yang selama ini dikecualikan dalam PPN seperti jasa pendidikan akan terus diawasi perkembangannya oleh pemerintah guna melihat sejauh mana pengenaan tersebut berpotensi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 223/PMK.011/2014 perihal Kriteria Jasa Pendidikan yang tidak dikenai PPN, jasa pendidikan termasuk ke dalam salah satu jasa yang dibebaskan dari PPN. Sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 2, dimana jasa Pendidikan yang dibebaskan atas PPN, yakni:

  • Atas jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti (SD, SMP, SMA/SMK, sekolah kedinasan, sekolah keagamaan, sekolah akademik, hingga sekolah profesional)
  • Atas jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

Dalam hal ini sebagaimana yang disebutkan pada pasal 2 penyelenggaraan pendidikan tentunya meliputi hampir semua jenis Pendidikan, baik formal maupun non formal, kemudian mulai dari usia dini sampai Pendidikan kesetaraan.

Baca juga Apa Itu Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak?

Dampak Jasa Pendidikan Kena Pajak

Merujuk pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 dimana disebutkan bahwa seluruh warga negara Indonesia memiliki hak dalam mendapatkan Pendidikan yang layak. Seluruh warga negara Indonesia juga diwajibkan mengikuti pendidikan dari tingkat dasar dan pemerintah harus membiayainya. Oleh karena itu, pemerintah mengutamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 20% dalam memenuhi pendidikan di Indonesia, maka dapat diartikan pendidikan tidak boleh dimanfaatkan secara komersial atau profitable.

Wacana pengenaan PPN atas jasa Pendidikan telah diajukan oleh pemerintah sekiranya sebesar 7%. Meskipun penerapannya belum diresmikan kapan bisa diterapkan, tetapi wacana tersebut menuai banyak pro-kontra dari berbagai pihak.

Hal yang paling berdampak apabila wacana pengenaan pajak atas jasa pendidikan benar-benar dilakukan ialah pada biaya pendidikan atau sekolah yang nantinya akan menjadi lebih mahal, walaupun dalam wacana ini pemerintah hanya melakukan pengenaan pada jasa pendidikan, khususnya pada jasa yang bersifat komersial dengan batasan tertentu.

Terkait pengenaan pajak tersebut pemerintah juga meyakinkan bahwa ada beberapa jasa dibebaskan dari PPN, seperti jasa pada pendidikan sekolah negeri, jasa pendidikan bagi yang mengemban misi sosial dan kemanusiaan yang diterima oleh seluruh masyarakat. Namun, pembebasan terhadap beberapa jenis jasa pendidikan tersebut dinilai akan berpotensi dalam mempersempit akses masyarakat terhadap jasa pendidikan yang berkualitas, sehingga dapat semakin mengurangi daya saing bangsa.

Baca juga Efektivitas Penerbitan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)

Perlu diingat, pendidikan merupakan salah satu pergerakan atas ‘social climbing’ di kehidupan masyarakat atau pendidikan bisa menjadi tolak ukur dalam meningkatkan status sosial kehidupan seseorang. Dengan begitu, apabila PPN tetap dikenakan meskipun pada sekolah atau pendidikan tingkat menengah atas, maka dapat dipastikan yang hanya bisa menempuh pendidikan di sekolah tersebut hanya mereka yang ‘benar-benar’ kaya dan akan semakin sulit aksesnya bagi masyarakat yang berada pada tingkat madya-menengah.

Hal ini tentunya sangat bertabrakan dengan program kerja pemimpin Indonesia, yakni Jokowi-Ma’aruf yang mengutamakan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas dan unggul. Sementara itu, beberapa sekolah dengan predikat menengah keatas yang akan dikenakan PPN memang akan mengeluarkan biaya yang sangat mahal, namun sekolah tersebut memberikan sistem Pendidikan yang memadai dan standarnya melebihi nasional, sehingga membuat cukup banyak masyarakat berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya disana.