Dari sisi kewajiban pajak Indonesia, tidak ada perbedaan signifikan. Baik saham publik (terdaftar di bursa luar negeri, misalnya NYSE/Nasdaq di AS) maupun saham private (saham perusahaan luar negeri yang tidak go public) sama-sama menghasilkan penghasilan yang merupakan objek pajak di Indonesia ketika dijual dengan keuntungan. Keduanya diperlakukan sebagai penghasilan biasa (non-final) yang digabung dengan penghasilan lain dan dikenai PPh sesuai tarif Pasal 17 UU PPh (tarif progresif berdasarkan lapisan penghasilan). Per 2025, tarif PPh Orang Pribadi Indonesia bersifat progresif mulai 5% hingga 35% (tarif tertinggi untuk penghasilan di atas Rp5 miliar, sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Tahun 2021).
Perbedaan justru ada jika dibandingkan dengan pajak saham di dalam negeri, di mana penjualan saham di Bursa Efek Indonesia dikenakan PPh final 0,1% dari nilai bruto transaksi (dipotong langsung oleh broker), terlepas apakah penjualan tersebut untung atau rugi. Sedangkan untuk saham luar negeri, tidak ada mekanisme pajak final 0,1%. Pajak atas capital gain luar negeri dihitung dari keuntungan bersih (selisih harga jual dan beli) dan dibebankan melalui perhitungan PPh tahunan biasa (bukan final). Artinya, jika investor untung, keuntungan tersebut akan dijumlahkan ke penghasilan lain dan dikenai PPh progresif sesuai lapisan penghasilan. Sebaliknya, jika rugi (capital loss) dari penjualan saham luar negeri, kerugian tersebut tidak dikenai pajak (karena tidak ada tambahan kemampuan ekonomis)– berbeda dengan penjualan saham di BEI yang tetap terpotong pajak transaksi 0,1% meskipun rugi.
Baca juga: Perbedaan Pajak Investasi Saham di Indonesia dan Luar Negeri
Ilustrasi
Penjualan saham publik di bursa Amerika (misal saham perusahaan teknologi di NASDAQ) tidak akan dipotong pajak oleh pihak AS atas capital gain-nya. Namun, seluruh keuntungan bersih dari transaksi tersebut tetap harus dilaporkan di Indonesia dan akan dikenai pajak sesuai tarif PPh OP yang berlaku. Sementara itu, penjualan saham private (misal saham startup di luar negeri) mungkin bergantung pada aturan negara asal.
Bila negara asal mengenakan pajak atas penjualan saham tersebut, maka investor bisa memanfaatkan mekanisme tax treaty atau kredit pajak. Intinya, baik saham luar negeri yang listed maupun unlisted sama-sama diwajibkan masuk perhitungan pajak Indonesia; perbedaannya terletak pada mekanisme pemajakan di negara asal dan ada/tidaknya potongan pajak di luar negeri, bukan pada kewajiban pajak di Indonesia.









