Ribuan Dokter Protes Pajak Bruto ke Sri Mulyani, Ini Alasannya

Ribuan Dokter Spesialis Ajukan Protes atas PMK 168/2023

 

Lebih dari 5.000 dokter spesialis anak dari seluruh Indonesia mengajukan keberatan resmi terhadap kebijakan perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Protes ini difokuskan pada ketentuan baru terkait pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, yang dianggap menimbulkan beban pajak berlebihan bagi dokter, khususnya yang melayani pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 

Surat keberatan tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, dan dikirimkan kepada Kementerian Keuangan pada Senin, 17 Februari 2025.

 

Poin Keberatan Dokter Terhadap Kebijakan Pajak Baru

 

Dalam surat yang dikutip dari Detik Health, IDAI menilai bahwa PMK 168/2023 memaksa dokter membayar pajak atas penghasilan bruto yang belum dikurangi bagi hasil rumah sakit dan biaya operasional lainnya. Dengan kata lain, dokter diwajibkan membayar pajak atas pendapatan kotor yang bahkan tidak sepenuhnya mereka terima sebagai penghasilan bersih.

 

“Ini berarti dokter membayar pajak atas pendapatan yang tidak mereka terima,” tegas Piprim dalam surat keberatan tersebut.

 

Lebih lanjut, IDAI menyebut bahwa ketentuan ini memberatkan dokter yang menerima honorarium dari berbagai sumber seperti seminar, pelatihan, hingga jasa konsultasi. Akibatnya, beban pajak progresif bisa naik dari 5% hingga 30%, tergantung pada total penghasilan bruto yang terakumulasi.

 

Baca juga: Mengenal Ketentuan Perpajakan Rumah Sakit dan Klinik

 

Ancaman Penurunan Layanan Pasien JKN

 

Dampak dari kebijakan ini dinilai dapat mengurangi minat dokter dalam melayani pasien JKN, yang selama ini menjadi salah satu pilar sistem layanan kesehatan di Indonesia. Sebagian besar dokter anak yang terlibat dalam layanan JKN melayani dengan tarif standar yang ditentukan pemerintah.

 

Jika pajak tetap dipungut berdasarkan penghasilan bruto tanpa mempertimbangkan pengeluaran dan biaya operasional, dokter menilai skema ini tidak adil dan membebani finansial mereka.

 

“Dokter diperlakukan seperti entitas bisnis, seolah-olah dikenakan pajak atas omzet, bukan laba bersih yang sesungguhnya mereka terima,” ujar Piprim.

 

Seruan Penundaan Pelaporan Pajak 2024

 

Sebagai bentuk protes, IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak tahun pajak 2024 hingga ada revisi atau solusi yang lebih adil dari Kementerian Keuangan. Mereka juga mendesak agar Kemenkeu membuka ruang dialog dengan organisasi profesi, agar kebijakan pajak baru ini bisa dikaji ulang.

 

IDAI juga menyampaikan harapan agar Kementerian Keuangan membuka ruang dialog bersama organisasi profesi tersebut. Tujuannya adalah agar kebijakan perpajakan yang berlaku saat ini dapat ditinjau ulang, dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi para dokter, khususnya mereka yang memberikan layanan kepada pasien JKN.

 

Baca juga: Pelaporan SPT Tahunan 2024 Masih Menggunakan e-Filing DJP Online, Coretax Baru Berlaku 2025

 

PMK 168/2023 dan Dampaknya dalam Praktik

 

PMK 168/2023 mengatur bahwa pemotongan pajak bagi tenaga profesional, termasuk dokter, dilakukan langsung atas penghasilan bruto yang diterima dari pemberi kerja atau pengguna jasa.

Sebelumnya, dalam praktik banyak dokter spesialis, pajak yang dipotong biasanya berdasarkan penghasilan neto (setelah dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit atau klinik).

 

Dengan perubahan skema ini, beban pajak dokter otomatis naik, terutama bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan, termasuk dari kegiatan luar praktik klinis seperti honorarium seminar atau pelatihan.

 

Respon Awal Kemenkeu

 

Hingga saat ini, Kementerian Keuangan belum merespon secara resmi protes dari IDAI. Namun, wacana evaluasi PMK ini semakin menguat di tengah desakan publik dan organisasi profesi kesehatan lain yang juga menyatakan keberatan.

 

Baca juga: Pajak Profesi, Pajak Pada Tenaga Medis (Dokter)

 

Ribuan Dokter Protes Pajak Bruto Sri Mulyani, Ini Alasannya

 

Persoalan pajak atas profesi medis bukan hal baru di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi mengenai perlakuan pajak untuk sektor jasa profesional seperti dokter, pengacara, dan konsultan kerap menjadi sorotan.

 

Sejumlah organisasi profesi meminta agar sistem pajak mempertimbangkan karakteristik profesi jasa yang unik, seperti pengeluaran operasional yang tinggi, serta model bagi hasil yang kerap berlaku di rumah sakit atau klinik.

 

Kesimpulan

 

Penolakan ribuan dokter spesialis anak terhadap PMK 168/2023 mencerminkan tantangan pemerintah dalam menyeimbangkan antara optimalisasi penerimaan pajak dengan perlindungan profesi vital seperti tenaga kesehatan.

Dengan situasi ini, Kemenkeu diharapkan segera membuka ruang dialog agar tercapai kesepakatan yang tidak memberatkan dokter, khususnya mereka yang berkontribusi langsung dalam layanan masyarakat melalui skema JKN.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News