Mengenal Ketentuan Perpajakan Rumah Sakit dan Klinik

Dalam menjalankan operasional, rumah sakit dan klinik tidak hanya menghadapi tantangan medis dan manajemen, tetapi juga aspek hukum dan keuangan yang kompleks, termasuk perpajakan. Perpajakan merupakan salah satu elemen krusial yang dapat mempengaruhi keberlangsungan dan efisiensi layanan kesehatan. Lantas, bagaimana perpajakan diterapkan pada institusi kesehatan? Apa saja kewajiban pajak yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dan klinik? Artikel ini akan membahas secara komprehensif berbagai aspek perpajakan yang berlaku bagi rumah sakit dan klinik di Indonesia. Pajakku akan membantu Anda memahami peraturan perpajakan yang harus dipatuhi dan bagaimana memenuhinya untuk menghindari sanksi dan mendukung operasional yang lancar.

 

Definisi Rumah Sakit dan Klinik

 

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Poliklinik, di sisi lain, adalah balai pengobatan umum yang tidak menyediakan layanan perawatan inap.

 

Layanan Rumah Sakit

 

Rumah sakit memberikan berbagai jenis layanan, antara lain:

 

  • Pelayanan medik
  • Pelayanan kefarmasian
  • Pelayanan keperawatan dan penunjang klinik
  • Pelayanan kebidanan
  • Pelayanan penunjang nonklinik
  • Pelayanan rawat inap

 

Kewajiban Perpajakan Rumah Sakit

 

  1. Pendapatan yang Dikecualikan dari PPh Badan
    • Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-Undang PPh, seluruh pendapatan yang diterima oleh BLU/BLUD bukan merupakan objek PPh Badan.
  2. PPN pada Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta
    • Rumah sakit pemerintah berperan sebagai pemungut PPN berdasarkan Pasal 16A Undang-Undang PPN.
    • Rumah sakit swasta dikenakan PPh Potput dan PPh Badan serta bertindak sebagai pemungut PPN.

 

Aspek Perpajakan Jasa Rumah Sakit

 

  1. PPh Badan
    • Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  2. Kewajiban Pembukuan
    • Wajib pajak badan wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP.
  3. Penghitungan Pajak Penghasilan
    • Untuk wajib pajak yang peredaran brutonya dalam satu tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% dari peredaran bruto. Batas waktu penggunaan tarif PPh Final bervariasi antara 3 hingga 4 tahun tergantung pada bentuk badan usaha.
  4. PPh Pasal 21
    • Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara instansi pemerintah, dana pensiun, badan, atau penyelenggara kegiatan. Jenis penghasilan meliputi gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, atau pembayaran lain.
  5.  PPh Pasal 21 bagi Tenaga Kesehatan (Nakes)
    • Terdapat beberapa skema pemotongan PPh Pasal 21 untuk tenaga kesehatan seperti dokter tetap, dokter tamu, dan dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek.
  6. Penghasilan bagi Dokter/Nakes sebagai Tenaga Ahli
    • Penghasilan bruto/omzet dikalikan 50% untuk menghitung penghasilan kena pajak. Penggunaan tarif PPh berdasarkan kumulatif dari penghasilan kena pajak sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2016.

 

Baca juga: Pemerintah Resmikan Proyek Rumah Sakit Pertama di IKN

 

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

 

  1. Jenis Jasa yang Tidak Terutang PPN
    • Beberapa jenis jasa kesehatan seperti jasa dokter umum, dokter spesialis, ahli kesehatan, kebidanan, paramedis, rumah sakit, dan klinik kesehatan dibebaskan dari PPN.
  2. Penyerahan Obat dan Alat Kesehatan
    • Penyerahan obat-obatan dan alat kesehatan kepada pasien rawat jalan terutang PPN. Selain itu, penjualan barang di minimarket atau toko milik rumah sakit juga dikenakan PPN.
  3. Pengkreditan Pajak Masukan
    • Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan tidak terutang pajak harus menghitung pajak masukan yang dapat dikreditkan menggunakan pedoman penghitungan pajak masukan yang dapat dikreditkan sesuai PMK-186/PMK.03/2022.

 

Penyerahan Lainnya yang Terutang PPN

 

Penyerahan lain yang dikenakan PPN termasuk:

 

  1. Obat untuk pasien rawat jalan
  2. Alat kesehatan untuk pasien rawat jalan
  3. Sewa tanah dan/atau bangunan
  4. Komisi penjualan produk supplier
  5. Penjualan barang di minimarket/toko milik rumah sakit

 

Aspek perpajakan pada rumah sakit dan klinik meliputi berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh institusi kesehatan tersebut, mulai dari kewajiban pembukuan, penghitungan pajak penghasilan, hingga pengkreditan pajak masukan. Memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan ini sangat penting untuk memastikan bahwa operasional rumah sakit dan klinik berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News