Pasca Pengungkapan Sukarela, Bagaimana Penerapan Pajaknya?

Program Pengungkapan Sukarela baru saja berakhir beberapa hari yang lalu. Secara substansi, kebijakan PPS sangat baik dan memiliki tujuan mulia. Kebijakan ini merupakan kesempatan yang baik bagi wajib pajak untuk patuh dan menghindari potensi sanksi yang lebih besar jika dilakukan pemeriksaan yang memberatkan wajib pajak di tengah upaya dan recovery pasca pandemi. Namun, perlu diperhatikan pula peningkatan kepatuhan pajak pasca Program Pengungkapan Sukarela.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan telah diketahui bahwa hingga batas akhir penyampaian Surat Pernyataan Harta pada 30 Juni 2022 telah tercapai 247.918 wajib pajak yang mengikuti program ini dengan jumlah Deklarasi Harta Bersih sebesar Rp594,82 triliun dan PPh final yang disetorkan sebesar Rp61,01 triliun.

Dari sisi harta yang dideklarasikan perlu diketahui bahwa jumlah deklarasi telah mencapai Rp594,82 yang terdiri dari deklarasi harta luar negeri sebesar Rp59,91 triliun, deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp512,7 triliun, dan harta yang diinvestasikan dalam SBN sebesar Rp22,34 triliun.

Baca juga Survey Sebut Sejumlah WP Ingin PPS Diadakan Kembali

Pada sisi lain, dilihat dari lapisan harta yang dideklarasikan, telah diketahui bahwa sebesar 33,38% wajib pajak mendeklarasikan harta bersih dengan nilai sebesar Rp10 juta hingga mencapai Rp100 juta, sebanyak 30,30% wajib pajak yang mendeklarasikan harta bersih dengan nilai sebesar Rp1 miliar hingga mencapai Rp10 miliar dan sebanyak 16,63% wajib pajak yang mendeklarasikan harta bersih sebesar Rp10 miliar sampai dengan Rp100 miliar.

Sedangkan, berdasarkan negara asal harta deklarasi dan repatriasi telah diketahui bahwa sebagian besar harta luar negeri yang dideklarasikan dan direpatriasikan asalnya dari Singapura dengan jumlah peserta Program Pengungkapan Sukarela sebesar 7.997 wajib pajak dan nilai harta yang dideklarasi/repatriasi sebesar Rp56,96 triliun.

Pada posisi kedua pun ditempati oleh British Virgin Island dengan jumlah harta yang dideklarasikan/direpatriasi iklan sebesar Rp4,97 triliun. Apabila dibandingkan dengan Amnesti Pajak 2016, maka jumlah peserta Program Pengungkapan Sukarela relatif lebih sedikit. Kemudian, dalam Amnesti Pajak 2016 lalu, jumlah wajib pajak yang mengikuti program tersebut ialah sebanyak 973.426 wajib pajak dengan nilai uang tebusan hingga Rp114,54 triliun.

Selain itu, dalam Amnesti Pajak 2016, jumlah harta luar negeri ataupun dalam negeri yang dideklarasikan oleh wajib pajak mencapai hingga Rp4.884,26 triliun dan nilai repatriasi mencapai hingga Rp146,7 triliun. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa Program Pengungkapan Sukarela memiliki jangka waktu yang lebih singkat daripada Amnesti Pajak 2016.

Baca juga Ada Pengawasan Juknis Atas Pembatalan Surat Keterangan PPS

Adapun, Program Pengungkapan Sukarela juga dilaksanakan dalam situasi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi global. Oleh karena itu, dengan adanya PPh Final yang terkumpul sebesar Rp61,01 triliun, dapat dikatakan pencapaian Program Pengungkapan Sukarela melebihi ekspektasi para pembuat kebijakan.

Jika dibandingkan dengan Program Pengampunan Pajak/ Tax Amnesty di tahun 2016 lalu, ada tiga perbedaan mendasar dari program tersebut dengan PPS. Dari segi tujuan, tax amnesty memiliki misi reformasi perpajakan diantaranya untuk memperkuat basis data DJP, maka Program Pengungkapan Sukarela ini bertujuan untuk mendorong pemulihan ekonomi karena krisis akibat pandemi.

Dari segi periode, tax amnesty berlangsung dalam tiga periode dengan tarif uang tebusan berbeda-beda, sedangkan pada PPS dijalankan dalam satu periode dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022 dengan tarif bervariasi berdasarkan skema yang ditawarkan.

Dari segi peserta, pada tax amnesty seluruh wajib pajak dapat ikut baik wajib pajak badan ataupun wajib pajak orang pribadi, maka dalam PPS pesertanya adalah wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak yang pernah mengikuti tax amnesty.

 

Menjaga Kepercayaan Pasca Program Pengungkapan Sukarela

Di samping itu, pencapaian ini juga mencerminkan bahwa wajib pajak memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Meskipun demikian, dalam menjaga kepercayaan para wajib pajak terutama pasca Program Pengungkapan Sukarela, diperlukan kebijakan perpajakan yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Pemerintah Konsisten Menindaklanjuti Data Keuangan

Pemerintah perlu secara konsisten menindaklanjuti berbagai data keuangan yang diperoleh baik melalui mekanisme data Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP) ataupun Automatic Exchange of Information (AEol) terhadap wajib pajak yang tidak mengikuti Program Pengungkapan Sukarela.

Baca juga Apindo Beberkan Tax Amnesty Jilid II Ternyata Ide Pengusaha

Hal ini pun penting untuk menimbulkan deterrent effect bagi wajib pajak yang tidak patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Seperti yang kita ketahui bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 mengenai Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang berkaitan dengan perpajakan, dijelaskan DJP memiliki kewenangan untuk memperoleh data serta informasi melalui 69 instansi yang meliputi 337 jenis data transaksi keuangan, data non transaksional lainnya, dan identitas perizinan.

Bahkan, DJP juga mengklaim bahwa pada saat coretax secara efektif diimplementasikan pada 2023, dimana penerimaan dan pengiriman data-data keuangan dengan otoritas pajak negara lain dapat dilakukan secara otomatis.

2. Pemerintah Tidak Mengadakan Pengampunan Pajak

Dalam hal ini, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk tidak mengadakan pengampunan pajak atau hal sejenisnya dalam satu generasi. Penelitian yang dilakukan oleh Parle dan Hirlinger menunjukkan bahwa, meskipun pengampunan pajak merupakan praktik yang lazim dilakukan oleh berbagai negara di dunia, tetapi pengampunan pajak yang terlampau sering dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap perilaku kepatuhan wajib pajak.

3. Pemerintah Mendorong Kerja Sama Perpajakan

Pemerintah pun dapat mendorong kerja sama perpajakan yang lebih kuat dengan negara mitra terutama dalam hal pertukaran informasi perpajakan. Dalam Data Amnesti Pajak 2016 ataupun Program Pengungkapan Sukarela 2022 menunjukkan bahwa Singapura dan British Virgin Island konsisten sebagai negara sumber repatriasi dan deklarasi terbesar pada kedua program tersebut. Kementerian Keuangan Singapura secara resmi telah mengumumkan bahwa mereka siap untuk mengimplementasikan AEOI dengan Indonesia, namun ketentuan tersebut belum cukup efektif untuk mencegah penghindaran pajak.

4. Pemerintah Dapat Memanfaatkan Data dan Informasi

Pemerintah dapat memanfaatkan data dan informasi yang telah diperoleh dalam Program Pengungkapan Sukarela sebagai database untuk memperluas basis pemajakan. Selain itu, data yang diperoleh dalam Program Pengungkapan Sukarela juga dapat digunakan sebagai dasar dalam mengimplementasikan wealth tax ataupun gift tax di masa mendatang. Pada akhirnya, apapun kebijakan perpajakan yang diambil oleh pemerintah perlu mengutamakan prinsip-prinsip keadilan, kemudahan, kepastian hukum, dan keekonomisan.

Baca juga Tax Amnesty Usai, Pesertanya Dari Karyawan Hingga Youtuber!

 

Peningkatan Pengawasan dan Pemeriksaan Setelah PPS

Ditjen Pajak akan melanjutkan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan pula pada wajib pajak setelah program pengungkapan sukarela rampung. Dirjen Pajak Suryo Utomo juga mengatakan dalam 6 bulan terakhir DJP telah memilih untuk menghentikan aktivitas pengawasan dan pemeriksaan.

Setelah Program Pengungkapan Sukarela berakhir pada 30 Juni, DJP akan menindaklanjuti Program Pengungkapan Sukarela berdasarkan data dan informasi yang diterima melalui pemeriksaan, pengawasan, hingga penegakan hukum. Melalui dimensi edukasi, dapat dipilih lebih dahulu siapa yang perlu diedukasi sebelum diawasi.

Setelah Program Pengungkapan Sukarela berakhir, DJP pun akan menyelenggarakan proses bisnis seperti sebelumnya. Namun, penyelenggaraan proses bisnis ini dapat berjalan lebih cepat mengingat DJP telah mendapatkan data dan keterangan dari lembaga keuangan domestik serta otoritas pajak negara mitra melalui AEOI.