Kenaikan Tarif PPN 12% di 2025, Pendapatan Negara Bisa Meningkat?

Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sorotan utama pemerintah dan media baru-baru ini. Pada awal tahun 2025 pemerintah akan kembali menaikkan tarif PPN menjadi 12% sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI. PPN yang merupakan instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dan sebagai penggerak perekonomian tentu memiliki peran dan dampak yang besar baik bagi pemerintah maupun masyarakat karena dapat memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara. Kemudian apakah langkah ini akan meningkatkan pendapatan negara secara keseluruhan?

Dari sisi ekonomi, kenaikan tarif PPN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara karena PPN merupakan sumber pendapatan yang besar bagi pemerintah. Akan tetapi, kenyataannya dapat menjadi lebih kompleks karena dampak dari kenaikan tarif PPN terhadap aktivitas ekonomi dapat mempengaruhi permintaan barang dan jasa secara keseluruhan serta dapat mempengaruhi jumlah pembayaran PPN yang disetorkan kepada pemerintah. Menurut data DPR RI, rencana kebijakan kenaikan PPN akan meningkatkan pendapatan negara antara Rp350-375 triliun, namun akan berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,12%, dan konsumsi masyarakat akan turun 3,2%, anjloknya upah minimum, dan pemerintah akan menghadapi banyak risiko ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Melihat dampak yang akan muncul dari peningkatan tarif PPN tersebut, pemerintah harus lebih cermat dan mengkaji kembali untuk meningkatkan tarif PPN menjadi 12%. Jika dilihat dampak jangka panjangnya, akan menimbulkan masalah lain untuk negara di masa depan. Dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,12%, turunnya konsumsi masyarakat menjadi 3,2%, anjloknya upah minimum, dan masalah lainnya yang akan timbul pastinya akan sangat merugikan negara 5 hingga 10 tahun ke depan.

Baca juga: Sah! Tarif PPN Naik Jadi 12% di tahun 2025

Meskipun akan memberikan kontribusi besar untuk pendapatan negara sebesar Rp350 triliun hingga Rp375 triliun, angka pendapatan tersebut akan semakin menurun setiap tahunnya. Hal itu disebabkan karena adanya barang dan jasa yang belum terekam ke dalam sistem pajak serta masih banyaknya fasilitas PPN yang diberikan, meningkatnya biaya pangan kebutuhan masyarakat, menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk lokal, dan pendapatan masyarakat yang bekerja tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhannya. Melansir dari laman Media Keuangan Kementerian Keuangan, pemerintah hanya dapat mengumpulkan 63,58% PPN dari total PPN yang seharusnya dipungut.

Sementara itu, jika melihat dari sudut pandang akademis, jurnal Deyola Agasi pada tahun 2022 menyatakan bahwa penerimaan PPN yang belum maksimal dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat dipengaruhi oleh kebijakan yang terdapat pada bidang perpajakan yang menjamin keberlangsungan perolehan PPN yang memerlukan kerja sama dari semua pihak yang terlibat pada bidang perpajakan. Wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk melaporkan usahanya, memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang. Semakin banyak PKP yang mematuhi serta menjalankan kewajiban dalam membayarkan PPN terutangnya, maka penerimaan PPN oleh negara pun akan semakin meningkat.

Kemudian, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi yaitu keadaan ekonomi makro suatu negara. Dampak buruk yang dapat timbul bagi kegiatan perekonomian dari fluktuasi terhadap ekonomi makro yaitu dapat menurunkan daya beli masyarakat, selain itu juga menyebabkan penurunan terhadap investasi dan kegiatan ekspor impor yang akan memberikan dampak terhadap penerimaan pembayaran PPN oleh pemerintah.

Pemerintah dapat menerapkan suatu strategi yang berfokus untuk meningkatkan rasio pajak dan memperbaiki defisit anggaran yang dapat diimplementasikan melalui strategi konsolidasi fiskal yang dalam penerapannya dilakukan melalui reformasi perpajakan, meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak terutangnya, meningkatkan basis perpajakan, membentuk kebijakan untuk meningkatkan kinerja dalam penerimaan pajak, serta menciptakan sistem perpajakan yang mengutamakan prinsip keadilan dan kepastian hukum, adanya penyesuaian kebijakan umum, termasuk di dalamnya tata cara perpajakan pengakuan pajak pertambahan nilai.

Baca juga: Belajar Pajak: Mengenal PPN Pemakaian Sendiri

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan negara melalui peningkatan penerimaan pajak. Namun, potensi tersebut serta dampaknya tergantung pada beberapa faktor tertentu, termasuk di dalamnya respons konsumen, ketika harga barang dan jasa naik karena peningkatan tarif PPN, konsumen cenderung akan mengurangi intensitas belanja mereka.

Kenaikan tarif PPN juga dapat memicu terjadinya inflasi, ketika harga barang dan jasa mengalami kenaikan harga secara umum maka akan mengurangi daya beli uang. Jika kenaikan tarif PPN tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas masyarakat ataupun adanya penurunan biaya lainnya maka ini dapat menyebabkan adanya tekanan inflasi yang dapat merugikan ekonomi negara secara keseluruhan.

Dampaknya pada bidang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yaitu para pelaku usaha akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan harga produk yang dijual untuk mengganti biaya tambahan yang muncul karena tarif PPN yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan dengan cermat seluruh konsekuensi dari kebijakan yang diterbitkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjangnya sembari memaksimalkan manfaatnya bagi pelaku perekonomian baik konsumen maupun pengusaha secara keseluruhan.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News