Cara Hitung dan Atur Angsuran PPh 25

Dalam sistem perpajakan Indonesia, pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 merupakan salah satu kewajiban penting bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan. Angsuran ini merupakan bentuk pembayaran pajak dalam tahun berjalan yang dimaksudkan untuk mengurangi beban pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh. Dengan membayar pajak secara bertahap setiap bulan, wajib pajak dapat mengelola kewajiban pajaknya dengan lebih ringan dan terstruktur.

Dasar hukum dari ketentuan ini tercantum dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di samping itu, peraturan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan menteri dan surat keputusan DJP.

Ketentuan Jatuh Tempo dan Pelaporan

Angsuran PPh Pasal 25 dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pembayaran ini dilakukan melalui sistem pembayaran elektronik dan dianggap telah dilaporkan apabila memperoleh Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Sesuai dengan PMK Nomor 9/PMK.03/2018, tidak diperlukan pelaporan terpisah untuk SPT Masa karena validasi pembayaran dengan NTPN sudah dianggap sebagai pelaporan.

Baca juga: Keuntungan Bisnis Turun, Pengusaha Bisa Ajukan Pengurangan Angsuran PPh 25

Kode pembayaran yang digunakan dalam administrasi perpajakan adalah sebagai berikut:

  • Kode Jenis Pajak:
    • 411125 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
    • 411126 untuk Wajib Pajak Badan
  • Kode Jenis Setoran: 100 (untuk angsuran sendiri)

Cara Menghitung Angsuran PPh Pasal 25

Penghitungan dasar angsuran PPh 25 dilakukan berdasarkan data SPT Tahunan PPh tahun sebelumnya, khususnya apabila terdapat PPh terutang yang dibayar sendiri. Besarnya angsuran adalah 1/12 dari jumlah pajak penghasilan yang masih harus dibayar sendiri, yaitu selisih antara total pajak terutang dengan jumlah kredit pajak seperti:

  • PPh Pasal 21, 22, dan 23 yang tidak bersifat final
  • PPh Pasal 24 atas pajak luar negeri
  • Pajak yang ditanggung pemerintah (jika ada)

Contoh sederhana:

Jika PPh terutang dalam SPT Tahunan adalah Rp120.000.000 dan telah dikreditkan sebesar Rp60.000.000, maka PPh yang dibayar sendiri adalah Rp60.000.000. Maka angsuran bulanan PPh 25 tahun berjalan adalah:
Rp60.000.000 ÷ 12 = Rp5.000.000 per bulan.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, terdapat opsi lain dalam perhitungan yang bisa disampaikan melalui lampiran tambahan pada SPT. Jika metode ini dipilih, maka wajib pajak harus melampirkan perhitungan alternatif tersebut secara lengkap dan benar.

Penetapan Khusus untuk Wajib Pajak Tertentu

Beberapa kategori Wajib Pajak tidak menghitung angsuran secara mandiri, tetapi melalui penetapan oleh DJP berdasarkan peraturan khusus. Hal ini diatur dalam PMK Nomor 215/PMK.03/2018, yang berlaku untuk:

  • Wajib Pajak Baru
  • BUMN/BUMD
  • Wajib Pajak yang go public
  • Bank
  • Wajib Pajak dengan kewajiban laporan keuangan berkala
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)

Baca juga: Memahami Pembebasan PPh melalui SKB untuk Beragam Kategori Pajak

Ketentuan Khusus:

  • Wajib Pajak Baru: Tidak wajib membayar angsuran PPh 25 pada tahun pertama kecuali berasal dari merger, akuisisi, pemekaran, atau perubahan bentuk badan.
  • OPPT: Angsuran ditetapkan sebesar 0,75% dari omzet bulanan di setiap lokasi usaha yang berbeda dari tempat tinggal wajib pajak.

Selain itu, wajib pajak tertentu juga dapat mengajukan permohonan penetapan angsuran kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menyertakan laporan keuangan yang telah diaudit, serta Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP). Bank mengajukan permohonan setiap bulan, sementara entitas lainnya sesuai periodisasi pelaporan.

Penyesuaian Nilai Angsuran dalam Tahun Berjalan

Nilai angsuran PPh Pasal 25 pada prinsipnya tetap (flat), namun dalam kondisi tertentu dapat diubah. Jika selama tahun berjalan diperkirakan penghasilan meningkat signifikan dan PPh terutang akan naik lebih dari 150%, maka DJP dapat menyesuaikan nilai angsuran. Sebaliknya, apabila wajib pajak mengalami penurunan usaha dan diperkirakan penghasilan tahun berjalan hanya mencapai kurang dari 75%, maka dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran.

Permohonan pengurangan tersebut harus diajukan secara tertulis dan dilampiri dengan proyeksi penghasilan serta PPh terutang yang baru. DJP akan memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak permohonan diterima.

Dapat disimpulkan bahwa angsuran PPh Pasal 25 merupakan salah satu pilar utama dalam sistem self-assessment pajak di Indonesia. Memahami mekanisme penghitungan dan ketentuan penyesuaian angsuran akan membantu wajib pajak mengelola kewajiban perpajakannya secara lebih akurat dan efisien. Dengan mengikuti prosedur yang benar, wajib pajak tidak hanya memenuhi kepatuhan hukum, tetapi juga berkontribusi terhadap stabilitas fiskal negara.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News