Apa Itu PPh Potput?

Pada sistem perpajakan Indonesia, kita sering mendengar istilah PPh Potput (Potong dan Pungut). Seperti diketahui bahwa terdapat 3 jenis sistem pemungutan pajak di Indonesia, di antaranya yang pertama adalah official assessment. Dalam sistem official assessment ini pemerintah memiliki wewenang dalam menentukan besarnya nilai pajak terutang dari wajib pajak, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Kedua, adalah self-assessment, dimana pada sistem ini wajib pajak memiliki wewenang untuk mengitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya, misalnya Pajak Penghasilan (PPh). Ketiga adalah withloding system, dimana pada sistem ini wajib pajak memiliki wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong dan memungut pajak terutang wajib pajak, misalnya PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan lain sebagainya. Dengan menerapkan sistem withholding system, pemerintah dapat dengan mudah mengumpulkan pajak tanpa harus mengeluarkan biaya besar.

Lalu, apa saja yang termasuk ke dalam PPh Potput dan bagaimana ketentuan perpajakannya? Yuk, simak artikel berikut ini.

Pengertian PPh Potput

Sebagai contoh, ada dua pihak yang sedang melakukan transaksi, yaitu PT. X memberikan imbalan jasa kepada Bapak C. Maka, yang dimaksud dengan PPh Potput adalah mekanisme pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT. X atas penghasilan yang akan diterima oleh Bapak C. Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan PT. X pada dasarnya adalah PPh miliki Bapak C, karena Bapak C merupakan pihak yang menerima penghasilan tersebut.

Adapun, bagi Bapak C, PPh yang telah dipotong dari pembayaran yang dia terima nantinya pada akhir tahun akan menjadi pengurang pajak yang harus dibayar atau biasa disebut PPh Tahunan, serta Bapak C memiliki kredit pajak. Sementara itu, PT. X dalam memungut dan menyetorkan PPh Potput memiliki kewajiban menerbitkan dokumen bukti potong bagi Bapak C dan wajib melaporkan SPT PPh Potput atas transaksi tersebut.

Baca juga Keadilan Pajak Melalui Joint Audit

Perbedaan Istilah Pemotongan dan Pemungutan

Istilah pemotongan yang dimaksud dalam hal ini adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Biasanya, pemotongan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap karyawannya, misalnya pembayaran gaji. Pihak yang membayar penghasilan atau gaji tersebut memiliki kewajiban atas pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak yang dilakukan pada karyawannya. Sehingga, pemotongan tersebut nantinya akan mengurangi total pembayaran atau gaji yang diterima oleh karyawan.

Sedangkan, istilah pemungutan yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan untuk memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Dalam hal ini, pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah nominal yang harus dibayarkan atas suatu transaksi atau menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan suatu barang.

 

Perbedaan Pemotongan dan Pemungutan Dilihat dari Beberapa Sisi

Untuk lebih memahami, pemotongan dan pemungutan dalam perpajakan dapat dilihat dari beberapa sisi seperti berikut ini:

1. Dilihat dari Sisi Jenis Pajak

Jika dilihat dari sisi jenis pajaknya, istilah pemotongan digunakan untuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2 (PPh Final). Sedangkan, istilah pemungutan digunakan untuk PPh Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Dilihat dari Sisi Objek Pajak

Jika dilihat dari sisi objek pajaknya, istilah pemotongan dikenakan atas penghasilan yang memang akan menjadi hak wajib pajak, seperti gaji, upah, dividen, bunga, dan lain sebagainya. Sedangkan, istilah pemungutan dikenakan atas penghasilan yang belum tentu akan menjadi penghasilan wajib pajak atau penerima uang, karena objeknya dapat berupa penjualan atau pembelian (misalnya, impor barang atau pengenaan pungutan atas pembelian BBM).

Baca juga Mengenal Legal Remittance Responsibility

3. Dilihat dari Sisi Subjek Pajak

Jika dilihat dari sisi subjek pajaknya, pemotongan dilakukan oleh subjek yang tidak spesifik, misalnya pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan. Sedangkan, pemungutan dilakukan oleh pihak yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan, misalnya pada peraturan menteri keuangan telah menugaskan bendaharawan pemerintah atau badan tertentu untuk jadi pemungut.

4. Dilihat dari Sisi SSP

Untuk pemotong, dalam pengisian SSP kolom NPWP diisi dengan NPWP pemotong. Sedangkan untuk pemungut, dalam pengisian SSP kolom NPWP diisi dengan NPWP yang dipungut pajaknya.

 

Jenis-Jenis Pajak yang Dikenakan PPh Potput

Pajak yang termasuk ke dalam mekanisme PPh Potput adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2. Adapun, jika melihat jenis pajak dan pasal, pajak yang termasuk kriteria pemotongan adalah sebagai berikut:

  1. PPh Pasal 21: pajak atas penghasilan atau pendapatan sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, misalnya gaji atau upah.
  2. PPh Pasal 23: pajak atas penghasilan atau pendapatan sehubungan dengan penggunaan harta, modal, atau jasa.
  3. PPh Pasal 26: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri.
  4. PPh Pasal 15: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang diterima oleh perusahaan pelayaran atau penerbangan, serta bersifat final.
  5. dan PPh Pasal 4 ayat 2: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang bersifat final, seperti deposito, jasa konstruksi, dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Baca juga Apa Itu Pembongkaran Dalam Kepabeanan?

Sedangkan, pajak yang termasuk kriteria pemungutan adalah sebagai berikut:

  1. PPh Pasal 22: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang dibebankan kepada badan usaha terkait transaksi ekspor, impor, serta pembelian barang menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang telah dikukuhkan sebagai PKP.

 

Ketentuan PPh Potput Dalam PER-24/PJ/2021

Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan peraturan baru mengenai pembuatan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-24/PJ/2021 sebagaimana menggantikan PER-23/PJ/2022. Adapun PER-24/PJ/2021 dilaksanakan untuk masa pajak April 2022.

Dalam PER-24/PJ/2021 yang mengatur mengenai Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi memiliki beberapa poin penting. Pertama, pemotong atau pemungut PPh Unifikasi diwajibkan membuat, menyerahkan, dan melaporkan bukti pemotongan/pemungutan sesuai peraturan, serta dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tambahan dan melakukan pembetulan/pembatalan. Bukti pemotongan/pemungutan tersebut diserahkan kepada pihak yang dipotong/dipungut dan dilaporkan kepada DJP.

Baca juga Apa Itu Kawasan Ekonomi Khusus?

Kedua, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tersebut adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang sudah dipotong/dipungut.

Ketiga, jenis PPh yang termasuk ke dalam SPT Masa PPh Unifikasi antara lain PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2 (PPh Final).