Apa Itu Laporan Pasca Amnesti Pajak?

Amnesti Pajak atau Pengampunan Pajak didefinisikan sebagai penghapusan atau pembebasan pajak yang seharusnya terutang serta pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan maupun sanksi pidana di bidang perpajakan. Dalam hal ini, kewajiban perpajakan yang dilakukan Pengampunan Pajak, meliputi kewajiban atas PPh (Pajak Penghasilan), dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Akhir bulan Juni lalu, Indonesia telah sukses mengelenggarakan program Amnesti Pajak melalui PPS atau Program Pengungkapan Sukarela. Kegiatan tersebut berhasil mencatat realisasi penerimaan negara yang mengalami peningkatan secara signifikan di akhir masa program, yakni sebesar Rp 594,82 triliun dengan jumlah Wajib Pajak sebanyak 247.918 peserta. Lantas, tahapan apa yang harus dilakukan selanjutnya oleh Wajib Pajak setelah melakukan Amnesti Pajak? Apakah ada kewajiban khusus terkait pelaporannya? Mari, kita kupas tuntas informasinya di bawah ini.

 

Mengenal Apa Itu Laporan Pasca Amnesti Pajak

Bagi seluruh Wajib Pajak (WP) yang telah mengikuti atau melakukan amnesti pajak dan melaporkan hartanya tentunya memiliki kewajiban dalam menyampaikan laporan amnesti pajak secara berkala kurang lebih selama 3 (tiga) tahun kepada DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Kewajiban yang dimaksud meliputi, laporan pengalihan, dan realisasi investasi harta tambahan dan/atau menyampaikan Laporan Penempatan Harta yang disampaikan 1 (satu) tahun sekali, selambat-lambatnya 31 Maret tahun berikutnya atau bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan.

Hal ini telah ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 13 mengenai Amnesti Pajak, dimana disebutkan bahwa Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan laporan berkala atas harta repatriasi dan deklarasi dalam negeri. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat melaporkan langsung laporan amesti pajak dengan mendatangi KPP terdaftar. Namun, saat ini pelaporan sudah dilakukan secara online melalui eReporting yang disediakan DJP untuk melaporkan laporan pasca amnesti pajak. 

Baca juga Adakah Ancaman Bahaya Kebijakan Tax Amnesty II?

Merujuk dalam Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-03/PJ/2017 Pasal 2 ayat (2), menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pernyataan harus menyampaikan laporan penempatan harta tambahan secara berkala selama kurang lebih 3 (tiga) tahun, terhitung dari diterbitkannya SK (Surat Keterangan) dengan menggunakan format yang disesuaikan dengan yang tertera pada Lampiran II.

Dalam hal ini, adapun pengecualian kewajiban laporan pasca amnesti pajak bagi peserta amnesti pajak yang menggunakan tarif UMKM. Pengecualian tersebut pun ditegaskan melalui Revisi Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 dengan penjelasan sebagai berikut :

  • Penyampaian laporan atas pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan dan/atau penempatan harta tambahan (deklarasi) tidak diperkenankan/diwajibkan bagi Wajib Pajak yang mengunakan tarif UMKM, ataupun bagi Wajib Pajak yang harta tambahannya diperoleh di luar negeri, namun tidak dipindahkan ke dalam wilayah Indonesia (deklarasi luar negeri)
  • Penyampaian laporan dapat dilakukan secara langsung kepada KPP terdaftar atau KP2KP yang ditunjuk langsung oleh Penjabat atau Kepala KPP, melalui pos perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan amplop tertutup dengan bukti pengiriman surat, atau melalui saluran tertentu dengan jaringan elektronik yang disesuaikan oleh DJP (Direktur Jenderal Pajak).

WP diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan apabila:

  • Informasi harta tambahan yang telah dilaporkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  • Tidak menyampaikan laporan harta tambahan sampai dengan batas pelaporan yang telah ditentukan (jatuh tempo)
  • Terdapat ketidakselarasan ataupun ketidaksesuaian atas laporan yang disampaikan Wajib Pajak melalui melalui pos, baikpada perusahaan jasa ekspedisi ataupun jasa kurir serta saluran tertentu yang telah ditetapkan.

 

Dasar Hukum Amnesti Pajak

Dalam melakukan kewajiban pelaporan pasca amnesti pajak, tentunya hal ini telah diatur oleh beberapa Perundang-undangan yang menjadi payung hukum atas pelaporan tersebut. Berikut beberapa ketentuan ataupun kebijakan yang tertuang dan diatur dalam Undang-Undang maupun Peraturan:

  • UU TA Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 13

Mengenai pelaporan secara berkala atas harta repartriasi dan deklarasi dalam negeri.

Mengenai penyampaian secara berkala dalam tiap semester dan format laporan.

Mengenai penyampaian secara berkala dalam tiap tahun dan batas waktu laporan.

Baca juga Kepatuhan Wajib Pajak melalui Program Tax Amnesty

 

Penyampaian Laporan Pasca Amnesti Pajak

Penyampaian Laporan Pasca Amnesti Pajak terbagi menjadi 2 (dua), yakni Deklarasi atau penempatan harta tambahan yang berada di Indonesia dan Repatriasi atau realisasi pengalihan dan investasi harta ke wilayah Indonesia. Kedua jenis laporan tersebut pun memiliki format laporan berkala yang telah disesuaikan dan diperbaharui berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari yang awal hingga terbaru. Berikut rinciannya :

  • PMK Nomor 118 Tahun 2016 dengan lampiran L dan M (format awal)
  • PER-Nomor 07 Tahun 2016 dengan lampiran X dan XI (format revisi dari format awal)
  • PER-Nomor 03 Tahun 2017 dengan lampiran I dan II (format terbaru).

Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan format laporan yang terbaru, maka Wajib Pajak diwajibkan untuk melakukan pelaporan ulang menggunakan format terbaru, yakni sesuai dengan ketentuan  PER-Nomor 03 Tahun 2017.

Dalam menyampaikan laporan, adapun yang perlu dipersiapakan oleh Wajib Pajak selaku Peserta Amnesti Pajak. Berikut beberapa hal yang Wajib Pajak perlu siapkan :

  • Surat Keterangan Pengampunan Pajak
  • Formulir Laporan Penempatan Harta Dalam Negeri dan/atau Formulir Laporan Penempatan Harta Repatriasi sesuai PER-03/PJ/2017
  • Softcopy validasi pelaporan harta dalam negeri.xls dan/atau validasi pelaporan harta repatriasi.xls 
  • Media penyimpanan eksternal (CD/DVD) untuk pelaporan softcopy file .xls validasi pelaporan harta ke Kantor Pajak.

 

Mekanisme Penyampaian Laporan Berkala Amnesti Pajak

Merujuk dalam PER-03/2017 Pasal 4, berikut penjelasan mengenai mekanisme penyampaian laporan pasca amnesti pajak:

  • Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)
  • Tanda tangan akan dilakukan oleh WP OP yang bersangkutan
  • Pihak pelapor merupakan WP secara langsung
  • Bentuk dokumen yang digunakan ialah hardcopy dan softcopy dan dilakukan secara langsung
  • Tempat pelaporan atas laporan tersebut yakni melalui KPP (Kantor Pelayan Pajak) terdaftar
  • Bagi Wajib Pajak Badan (WP Badan)
  • Tanda tangan akan dilakukan oleh Pemimpin tertinggi atau Pejabat Kuasa
  • Pihak pelapor merupakan pihak kuasa yang disertai dengan surat kuasa
  • Bentuk dokumen yang digunakan hanya menggunakan format softcopy dan dilakukan hanya melalui saluran tertentu yang disesuaikan dengan ketentuan berlaku
  • Tempat pelaporan atas laporan tersebut hanya melalui saluran tertentu yang telah disesuaikan atau ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Baca juga Pasca Pengungkapan Sukarela, Bagaimana Penerapan Pajaknya?

 

Batas Waktu Dan Periode Laporan Amnesti Pajak

Batas waktu yang diberikan telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana peada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Untuk periode pelaporannya, dilihat pada informasi nilai harta yang menggunakan kondisi pada akhir tahun buku tiap periode atau dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun berakhir.

 

Risiko Atas Keterlambatan Lapor Amnesti Pajak

Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pihak KPP akan menerbitkan atau memberikan SP (Surat Peringatan) kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. Penyetoran atau pelunasan atas keterlambatan tersebut diberikan jangka waktu dalam 14 (empat belas) hari, terhitung sejak diterbitkannya SP (Surat Peringatan). Apabila Wajib Pajak :

  • Memberikan tanggapan, namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  • Tidak menyampaikan tanggapan mengenai surat peringatan yang diterbitkan
  • Tidak menyampaikan laporan berkala setelah dilakukan peringatan.

Maka, KPP akan melakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak dapat terancam dikenakan sanksi. Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 PER-03/2017.