Istilah impor bukan suatu hal yang asing bagi kita. Impor adalah kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean, termasuk salah satunya memasukkan barang melalui prosedur barang kiriman. Barang-barang impor tersebut nantinya akan dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Masuk.
Pemerintah selalui berupaya melindungi kepentingan nasional yang berkaitan dengan meningkatnya jumlah impor barang melalui prosedur barang kiriman. Upaya tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 mengenai Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman.
Lalu, apa itu barang kiriman dan bagaimana ketentuan perpajakannya? Yuk, simak artikel berikut ini.
Barang Kiriman
Barang kiriman biasanya merujuk pada barang atau produk yang disampaikan lewat air, udara, atau laut untuk tujuan keuntungan komersial. Barang kiriman awalnya adalah muatan kapal, namun saat ini cakupannya sudah luas, seperti barang yang dibawah dengan kereta api, van, truk, atau kontainer.
Diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 10 PMK No. 199/PMK.010/2019 bahwa barang kiriman merupakan barang yang dikirim oleh pengirim di luar negeri kepada penerima di dalam negeri melalui penyelenggara pos sesuai dengan peraturan perundang-undang di bidang pos. Dalam hal ini, pengiriman barang ke dalam negeri bisa dilaksanakan oleh penyelenggara pos yang ditunjuk atau Perusahaan Jasa Titipan (PJT).
Disebutkan dalam Pasal 1 angka 8 PMK No.199/PMK.010/2019 bahwa penyelenggara pos yang ditunjuk merupakan penyelenggara pos yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia.
Sedangkan, merujuk pada Pasal 1 angka 9 PMK No.199/PMK.010/2019 disebutkan bahwa Perusahaan Jasa Titipan (PJT) merupakan penyelenggara pos yang mendapat izin usaha jasa titipan dari instansi terkait untuk melakukan kegiatan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Contoh Perusahaan Jasa Titipan (PJT) yang sudah tidak asing lagi bagi kita adalah PT. Pos Indonesia, DHL, dan TNT.
Prosedur Pengeluaran Barang Kiriman
Agar sampai ke tangan penerima, barang kiriman harus melalui beberapa prosedur yang sudah ditentukan. Atas barang kiriman tersebut wajib diinformasikan kepada Pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean, serta mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai.
Kemudian, barang kiriman yang masuk ke dalam daerah pabean melalui penyelenggara pos harus melewati tahap pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan pabean tersebut terdiri dari penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan dengan menggunakan alat pemindai barang dan/atau oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani barang kiriman. Adapun, pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat Bea dan Cukai harus disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan.
Setelah melewati tahap pemeriksaan, Pejabat Bea, dan Cukai akan menetapkan tarif dan nilai pabean, serta melakukan perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang kiriman yang wajib dilunasi melalui penyelenggara pos.
Selanjutnya, barang kiriman yang sudah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya diserahkan kepada penerima barang kiriman melalui penyelenggara pos bersangkutan setelah bea masuk dan pajak terutangnya dilunasi.
Baca juga Pajak untuk Barang-Barang Impor
Ketentuan Pajak Impor Barang Kiriman
Adapun, tidak seluruh barang kiriman dapat dikenakan bea masuk dan/atau cukai. Barang kiriman yang nilainya kurang dari FOB USD 3 per penerima barang per kiriman akan dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk dan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
Barang kiriman yang nilai FOB USD 3 sampai dengan USD 1.500 per penerima barang per kiriman akan dikenakan kewajiban pembayaran Bea Masuk sebesar 7,5% dan dikenakan PPN sebesar 11%, serta tidak dipungut Pajak Penghasilan (PPh).
Terhadap barang kiriman dengan nilai FOB di atas USD 1.500 per penerima barang per kiriman, berlaku tarif Bea Masuk MFN (Most Favorable Nation), dikenakan PPN, dan dikenakan pajak dalam rangka impor. Penerimaan barang menyampaikan PIB dalam hal penerima barang adalah Badan Usaha atau menyampaikan PIBK dalam hal penerima barang bukan Badan Usaha.
Dokumen PIB atau PIBK tersebut disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menghitung besarnya nilai pajak yang harus dilunasi. Perhitungan pajak barang atau produk khusus, seperti Tas, Sepatu, Produk Tekstil, dan Buku adalah sebagai berikut:
- Untuk produk tas dengan kode HS 4204 akan dikenakan kewajiban pembayaran Bea Masuk sebesar 15% sampai dengan 20%, dikenakan PPN sebesar 11%, dan dikenakan PPh sebesar 7,5%-10%
- Untuk produk sepatu dengan kode HS 64 akan dikenakan kewajiban pembayaran Bea Masuk sebesar 25% sampai dengan 30%, dikenakan PPN sebesar 11%, dan dikenakan PPh sebesar 7,5%-10%
- Untuk produk tekstil dengan kode HS 61,62,63 akan dikenakan kewajiban pembayaran Bea Masuk sebesar 15% sampai dengan 25%, dikenakan PPN sebesar 11%, dan dikenakan PPh sebesar 7,5%-10%
- Untuk produk tekstil dengan kode HS 49.01 sampai dengan 49.04 akan dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk, PPN, dan PPh
Sementara, itu barang kiriman berupa barang kena cukai (BKC) diberikan pembebasan cukai untuk setiap penerima per kiriman dengan jumlah paling banyak, yaitu 40 batang sigaret, 5 batang cerutu, 40 gram tembakau iris, atau hasil tembakau lainnya.
Untuk barang kiriman berupa hasil tembakau lainnya adalah sebanyak 20 batang apabila dalam bentuk batang, 5 kapsul apabila dalam bentuk kapsul, 30 mililiter apabila dalam bentuk cair, 4 cartridge apabila dalam bentuk cartridge, atau 50 gram atau 50 mililiter dalam bentuk lainnya. Barang kiriman yang diberikan pembebasan cukai juga berlaku untuk 350 mililiter minuman yang mengandung etil alkohol.
Barang kiriman yang melebihi ketentuan tersebut maka atas kelebihan barang akan dimusahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai serta disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan.
Baca juga Apa Itu Pembongkaran Dalam Kepabeanan?
Penanganan oleh Pejabat Bea dan Cukai
Pertama, Pejabat Bea dan Cukai memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan pabean yang terdiri dari penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
Kedua, pemeriksaan fisik dilaksanakan secara selektif dan disaksikan oleh penyelenggara pos dengan tujuan menetapkan klasifikasi dan nilai pabean, mencegah masuknya barang kiriman yang dilarang masuk ke wilayah Indonesia, serta menjamin barang kiriman tersebut telah memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean, serta melakukan perhitungan Bea Masuk dan PDRI yang wajib dilunasi. Keempat, dalam hal menetapkan nilai pabean, Pejabat Bea dan Cukai bisa meminta informasi bukti pendukung kepada penerima barang, seperti bukti bayar.
Baca juga Ekstensifikasi Barang Kena Cukai Semakin Mudah, Ini Dia Klaim DJBC
Kelima, pemberitahuan barang kiriman diajukan oleh penyelenggara pos dengan dokumen daftar barang kiriman, PIBK, dan Consigment Note.
Keenam, pembayaran Bea Masuk dan PDRI ke kas negara oleh penyelenggara pos dapat dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi dengan menggunakan SPPBMCP (Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak) paling lama tiga hari kerja setelah diterbitkan. SPPBMCP ini juga berfungsi sebagai Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).









