Titik Terang Polemik Tertahannya Alat Belajar SLB Akibat Bea Masuk Ratusan Juta Rupiah

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), diwakili oleh Direktur Jenderal Askolani, menjelaskan bahwa masalah yang muncul terkait alat pembelajaran untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tertahan dan diminta membayar bea masuk dalam jumlah ratusan juta rupiah adalah akibat dari kurangnya komunikasi antar pihak terkait.

Awalnya, SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta diharapkan untuk menerima hibah 20 keyboard braille yang dikirim oleh perusahaan OHFA Tech Korea Selatan sejak bulan Desember tahun 2022. Namun, alat pembelajaran tersebut tertahan karena dikenakan tarif bea masuk yang cukup tinggi.

Askolani mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi antara pihak SLB, Dinas Pendidikan, dan perusahaan jasa pengiriman, DHL Express Indonesia, membuat Bea Cukai tidak mengetahui bahwa alat pembelajaran tersebut sebenarnya adalah hibah. Sebelumnya, keyboard braille untuk SLB yang dikirim menggunakan layanan pengiriman DHL, dianggap sebagai barang kiriman biasa, bukan hibah. Sebagai hasilnya, Bea Cukai memberlakukan tarif bea masuk sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Bea Cukai menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp361,03 juta dan meminta pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp116 juta, serta biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari. Besarnya tarif bea masuk tersebut membuat proses pengurusan 20 keyboard braille tersebut tidak dilanjutkan pada tahun 2022 dan barang tersebut hanya disimpan di gudang DHL dan ditetapkan sebagai barang yang tidak dikuasai oleh Bea Cukai.

Baca juga: Tarif Sanksi Denda Bea Masuk Akibat Kesalahan Pelaporan Nilai Barang Impor Beserta Contohnya

Masalah ini kemudian menjadi perhatian publik setelah mencuat di media sosial pada tahun 2024. Bea Cukai menindaklanjuti masalah tersebut, dan akhirnya diketahui bahwa barang tersebut merupakan hibah, bukan barang kiriman biasa. Setelah mengetahui hal ini, pemerintah memfasilitasi agar 20 keyboard braille tersebut tidak dikenakan biaya bea masuk, mengingat pemerintah memiliki regulasi untuk memfasilitasi barang hibah untuk kepentingan pendidikan dan kegiatan sosial lainnya.

Keyboard braille tersebut kemudian diserahkan langsung oleh Bea Cukai kepada Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Dedeh Kurniasih. Dedeh menyatakan rasa senang karena akhirnya barang tersebut bisa diterima oleh pihaknya dan dapat digunakan untuk anak-anak tunanetra. Namun, Dedeh juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak mengetahui prosedur pengiriman barang hibah yang menyebabkan keluhannya terhadap Bea Cukai menjadi sorotan publik.

Aturan Bea Masuk untuk Barang Impor Berupa Hibah

Pada dasarnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menerapkan kebijakan pembebasan bea masuk untuk barang impor yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti barang hibah atau yang dibiayai oleh uang negara. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2007 tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Oleh Pemerintah Pusat Atau Pemerintah Daerah Yang Ditujukan Untuk Kepentingan Umum.

Dalam kasus barang impor yang merupakan hibah atau bantuan, pihak yang akan mengimpor barang tersebut harus menyertakan beberapa dokumen, antara lain:

  1. Surat keterangan dari pemberi hibah/bantuan di luar negeri (gift certificate atau memorandum of understanding) yang menegaskan bahwa barang tersebut adalah hibah yang diberikan langsung kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
  2. Izin dari instansi teknis terkait jika barang impor termasuk dalam kategori barang larangan dan/atau pembatasan.
  3. Rincian, jumlah, jenis, dan perkiraan nilai pabean barang yang akan diimpor, serta pelabuhan tempat pembongkarannya.

Sementara itu, khusus barang impor yang dibelanjakan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pihak yang mengimpor harus melampirkan:

  1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen serupa
  2. Izin dari instansi teknis terkait jika barang impor termasuk dalam kategori barang larangan dan/atau pembatasan
  3. Perjanjian/kontrak kerja dengan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai importir, jika impor dilakukan oleh pihak ketiga
  4. Rincian, jumlah, jenis, dan perkiraan nilai pabean barang yang akan diimpor, serta pelabuhan tempat pembongkarannya
  5. Surat pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat minimal eselon II dari instansi pemerintah yang bersangkutan, yang menegaskan bahwa pembiayaan dalam DIPA atau dokumen serupa, tidak mencakup unsur bea masuk atas barang impor yang diminta pembebasan bea masuk

Baca juga: Aturan Barang Bawaan Luar Negeri Resmi Dicabut Pemerintah

Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas barang impor, importir atau pihak ketiga yang melakukan pembelian barang harus mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan yang dalam hal ini diwakili oleh DJBC. Jika memenuhi syarat, Bea Cukai akan menyetujuinya dengan menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk. Namun, jika tidak sesuai dengan kriteria, DJBC berhak menolak permohonan tersebut.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News