Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) merupakan salah satu aktivitas yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia. Mulai tahun 2025, tarif PPN untuk kegiatan ini akan mengalami peningkatan dari 2,2% menjadi 2,4%. Kenaikan ini sejalan dengan penyesuaian tarif PPN umum yang akan naik menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Perubahan tersebut akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Berikut penjelasan lengkap mengenai perubahan tarif PPN KMS dan dampaknya.
Apa Itu Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)?
Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) adalah aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, di luar kegiatan usaha atau pekerjaan mereka, yang hasilnya digunakan untuk keperluan sendiri atau pihak lain. Bangunan yang dibangun dalam KMS harus memiliki konstruksi utama yang terdiri dari bahan seperti kayu, beton, batu bata, baja, dan sejenisnya, dan diperuntukkan untuk tempat tinggal atau kegiatan usaha.
Selain itu, salah satu kriteria yang menentukan bangunan tersebut masuk dalam kategori KMS adalah luas bangunan minimal 200 meter persegi. Jika bangunan tidak mencapai luas tersebut, maka tidak dikenakan PPN atas KMS. Pembangunan bisa dilakukan secara bertahap selama interval antartahapan tidak lebih dari dua tahun. Jika waktu antar tahap lebih dari dua tahun, pembangunan dianggap sebagai proyek terpisah.
Baca juga: Kewajiban dan Tata Cara Pelaporan PPN KMS Untuk PKP dan Non-PKP
Dasar Penghitungan PPN KMS
Menurut Pasal 3 ayat (2) PMK No. 61/2022, tarif PPN untuk KMS dihitung berdasarkan “besaran tertentu,” yang merupakan hasil dari perkalian 20% dengan tarif PPN umum yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN. Dasar pengenaan pajak atas PPN KMS adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan tersebut, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
Tarif PPN KMS yang berlaku saat ini adalah 2,2%, yang merupakan hasil dari 20% dikali tarif PPN umum sebesar 11%. Ketika tarif PPN umum naik menjadi 12% pada tahun 2025, tarif PPN KMS juga akan meningkat menjadi 2,4%. Kenaikan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyelaraskan kebijakan pajak dan mendukung pendapatan negara.
Kewajiban Pajak atas KMS
Pajak atas kegiatan membangun sendiri wajib dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan tersebut. Pembayaran PPN KMS dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak. Hal ini berbeda dengan PPN yang umumnya dipungut oleh pihak penjual kepada pembeli dalam transaksi komersial.
Setelah penyetoran pajak, jika orang pribadi atau badan tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), mereka wajib melaporkan pembayaran PPN dalam SPT Masa PPN. Namun, jika bukan PKP, mereka dianggap telah melaporkan setelah menyetorkan PPN tersebut.
Penentuan kapan PPN KMS harus dibayarkan juga diatur dengan jelas. Penyetoran PPN dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jadi, jika pembangunan berlangsung pada bulan Januari, PPN harus disetor sebelum tanggal 15 Februari.
Baca juga: Ruko Ini Jadi Incaran Petugas Pajak Akibat PPN KMS
Dampak Kenaikan Tarif PPN KMS
Kenaikan tarif PPN KMS menjadi 2,4% akan mempengaruhi biaya pembangunan yang dilakukan oleh individu atau badan di luar kegiatan usaha mereka. Meskipun kenaikan tarif ini mungkin terkesan kecil, dalam skala besar, biaya tambahan tersebut dapat berdampak signifikan bagi pihak yang sedang melakukan proyek pembangunan pribadi.
Namun, perubahan ini dianggap sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak serta menyederhanakan regulasi pajak melalui UU HPP. Bagi masyarakat, penting untuk memahami bahwa peningkatan ini tidak berlaku untuk semua pembangunan, tetapi hanya untuk proyek yang memenuhi kriteria KMS, seperti luas bangunan minimal 200 meter persegi dan konstruksi tertentu.









