Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan bahwa pemerintah masih kurang gencar dalam mempromosikan insentif Supertax Deduction kepada para investor. Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, saat rapat bersama Komisi VI DPR. Menurut Rosan, rendahnya pemanfaatan insentif ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan informasi di kalangan investor terkait kebijakan tersebut.
Minimnya Sosialisasi Insentif Supertax Deduction
Rosan menjelaskan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang sebenarnya memberikan manfaat besar, tetapi tidak terdengar oleh para pelaku industri. Salah satu contohnya adalah kebijakan Supertax Deduction yang berkaitan dengan vokasi. Perusahaan yang terlibat dalam pendidikan vokasi sebenarnya dapat menerima insentif pajak hingga 200%. Namun, sayangnya kebijakan ini belum tersosialisasikan dengan baik sehingga belum banyak diketahui oleh pelaku usaha. Rosan menekankan bahwa kebijakan ini seharusnya bisa mendorong lebih banyak perusahaan untuk berpartisipasi dalam program vokasi, tetapi karena kurangnya promosi, pemanfaatannya masih rendah.
Baca juga: Kejar Menjadi Negara Maju, Pemerintah Dorong Insentif Pajak Vokasi
Kondisi Serupa Pada Supertax Deduction Litbang
Selain insentif vokasi, hal serupa juga terjadi pada Supertax Deduction yang diberikan kepada perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan (litbang). Perusahaan yang melakukan kegiatan litbang di Indonesia bisa mendapatkan insentif pajak hingga 300%, namun banyak dari mereka yang juga belum mengetahui adanya kebijakan ini. Padahal, undang-undang terkait insentif ini sudah ada, bahkan aturan turunannya pun telah dikeluarkan.
Menurut data dari Kementerian Keuangan, sejauh ini baru 85 wajib pajak yang memanfaatkan insentif Supertax Deduction vokasi, sementara untuk insentif litbang baru dimanfaatkan oleh 28 wajib pajak. Biaya vokasi yang dikeluarkan oleh 85 wajib pajak tersebut mencapai Rp1,16 triliun, sedangkan biaya litbang yang dikeluarkan oleh 28 wajib pajak mencapai Rp1,34 triliun dan US$15,36 juta. Data ini menunjukkan bahwa meskipun insentif sudah ada, jumlah perusahaan yang memanfaatkannya masih sangat terbatas.
Pentingnya Peningkatan Promosi Kebijakan
Rosan menekankan pentingnya meningkatkan promosi dan sosialisasi terkait kebijakan Supertax Deduction di Indonesia. Langkah ini diperlukan untuk menarik lebih banyak investasi yang berkualitas, berorientasi ekspor, serta mampu menciptakan lapangan kerja. Dalam pernyataannya, Rosan juga mengingatkan bahwa Indonesia harus bersaing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Meskipun secara politik dan ekonomi negara-negara ASEAN sering berkolaborasi, dalam hal investasi dan kebijakan ekonomi, mereka tetap bersaing satu sama lain.
Rosan menambahkan bahwa persaingan ini akan terus berlanjut, terutama di tengah upaya negara-negara lain melakukan reformasi kebijakan ekonomi dan memberikan insentif yang lebih menarik bagi para investor. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu lebih aktif dalam mempromosikan insentif yang telah disiapkan agar bisa bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi asing.
Baca juga: Negara Nordik Terapkan Pendidikan Gratis dari Pajak Besar, Indonesia Bisa?
Kriteria yang Mendapat Supertax Deduction
Kriteria untuk mendapatkan insentif Supertax Deduction diatur berdasarkan kegiatan tertentu yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ada dua jenis kegiatan yang mendapatkan fasilitas ini, yaitu kegiatan pendidikan vokasi dan penelitian dan pengembangan (litbang). Berikut ini kriteria untuk masing-masing kegiatan:
1. Kegiatan Vokasi
Kriterianya meliputi:
- Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang melakukan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran berbasis kompetensi tertentu.
- Kegiatan vokasi harus bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang relevan, seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan, perguruan tinggi vokasi (diploma), atau balai latihan kerja.
- Wajib Pajak harus memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan lembaga pendidikan atau pelatihan yang mencakup kompetensi tertentu. Kompetensi ini harus sesuai dengan lampiran dalam PMK No. 128/2019.
- Kegiatan vokasi harus dilaporkan dan diverifikasi oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta terdaftar melalui sistem OSS (Online Single Submission).
Kriteria lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang memanfaatkan insentif ini adalah:
- Tidak sedang dalam rugi fiskal pada tahun pajak berjalan.
- Wajib Pajak harus menyampaikan laporan biaya vokasi secara lengkap kepada KPP setiap tahunnya.
2. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
- Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang melakukan kegiatan litbang tertentu yang bertujuan untuk menciptakan inovasi atau penemuan baru.
- Kegiatan litbang harus dilakukan di Indonesia dan ditujukan untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, dan daya saing industri.
- Kegiatan ini harus didaftarkan dan dilaporkan sesuai dengan PMK No. 153/2020 yang mengatur mengenai insentif bagi kegiatan litbang.
Dengan memenuhi kriteria di atas, perusahaan bisa mendapatkan pengurangan penghasilan bruto sebesar:
- 100% hingga 200% untuk kegiatan vokasi.
- 100% hingga 300% untuk kegiatan litbang.
Ilustrasi Perhitungan Super Tax Deduction
Untuk lebih memahami mekanisme perhitungan Supertax Deduction, mari kita lihat ilustrasi sederhana:
Perhitungan Supertax Deduction untuk Kegiatan Vokasi
Misalnya, PT M memiliki data sebagai berikut:
- Penghasilan Bruto: Rp 6.400.000.000
- Total Biaya Non-Vokasi: Rp 5.000.000.000
- Biaya Vokasi: Rp 300.000.000
Berdasarkan ketentuan, PT M dapat memperoleh tambahan pengurangan penghasilan bruto hingga 200% dari biaya vokasi yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Biaya yang Dapat Dikurangkan:
- Biaya vokasi yang dikeluarkan: Rp 300.000.000
- Tambahan pengurangan (maksimum 100%): Rp 300.000.000 x 100% = Rp 300.000.000
- Total pengurangan biaya vokasi: Rp 600.000.000
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak:
- Penghasilan Bruto: Rp 6.400.000.000
- Total Biaya (Non-Vokasi + Vokasi): Rp 5.000.000.000 + Rp 600.000.000 = Rp 5.600.000.000
- Penghasilan Kena Pajak = Rp 6.400.000.000 – Rp 5.600.000.000 = Rp 800.000.000
Dengan menggunakan skema Supertax Deduction, PT M bisa mengurangi Penghasilan Kena Pajak lebih banyak, sehingga nilai pajak yang dibayarkan akan lebih kecil.
Perhitungan Supertax Deduction untuk Kegiatan Litbang
Untuk kegiatan litbang, PT M dapat mengurangi penghasilan bruto hingga 300% dari biaya litbang. Sebagai contoh:
- Penghasilan Bruto: Rp 6.400.000.000
- Total Biaya Non-Litbang: Rp 5.000.000.000
- Biaya Litbang: Rp 500.000.000
Dengan tambahan pengurangan sebesar 300%, maka:
1. Biaya yang Dapat Dikurangkan:
- Biaya litbang: Rp 500.000.000
- Tambahan pengurangan (maksimum 200%): Rp 500.000.000 x 200% = Rp 1.000.000.000
- Total pengurangan biaya litbang: Rp 1.500.000.000
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak:
- Penghasilan Bruto: Rp 6.400.000.000
- Total Biaya (Non-Litbang + Litbang): Rp 5.000.000.000 + Rp 1.500.000.000 = Rp 6.500.000.000
- Penghasilan Kena Pajak = Rp 6.400.000.000 – Rp 6.500.000.000 = Rugi Fiskal sebesar Rp 100.000.000
Dalam kasus ini, jika tambahan pengurangan biaya litbang menyebabkan rugi fiskal, maka perusahaan tidak bisa memanfaatkan seluruh tambahan pengurangan.
Dengan dua contoh perhitungan di atas, terlihat bahwa Supertax Deduction dapat membantu perusahaan mengurangi kewajiban pajaknya secara signifikan, terutama bila dilakukan perencanaan yang tepat agar tidak menyebabkan kerugian fiskal.
Pada dasarnya, penerapan Supertax Deduction memberikan peluang besar bagi perusahaan yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia melalui vokasi atau yang terlibat dalam kegiatan inovatif seperti penelitian dan pengembangan. Namun, penting bagi perusahaan untuk memahami dan merencanakan dengan baik agar pemanfaatan insentif ini tidak menyebabkan kerugian fiskal dan tetap memberikan keuntungan optimal.









