Strategi Efektif Dalam Mengatasi Resesi dan Pengangguran Tinggi

Pandemi yang telah terjadi selama 2 tahun silam telah meninggalkan banyak jejak di berbagai sektor. Di antaranya sektor kesehatan, sosial, pendidikan hingga ekonomi. Jika dilihat dari sektor kesehatan, banyaknya masyarakat yang jatuh sakit hingga tingginya angka kematian. Masa dimana kesehatan yang merupakan kunci aktivitas diserang oleh virus Covid-19.

Virus ini menyebar dengan cepat tanpa melihat usia mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Akibat dari hal tersebut pemerintah mengarahkan masyarakat melakukan pembatasan aktivitas sosial antara satu sama lain guna memutus penyebaran virus. Perubahan aktivitas sosial berupa menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi aktivitas berkomunikasi dua arah atau komunikasi secara berkelompok.

Adanya pembatasan ini menuntut masyarakat untuk beradaptasi kembali dalam hal menyesuaikan dengan situasi sosial yang baru. Sebagai contoh, pasar tradisional hingga supermarket sepi pembeli lantaran semua masyarakat melakukan aktivitas dari rumah secara online.

Hingga sekolah dan Lembaga Pendidikan mengubah sistem pengajaran yang pada semulanya belajar di ruang kelas menjadi online melalui aplikasi atau website. Tak hanya pada sektor kesehatan, sosial, dan pendidikan, pandemi ini sangat berdampak terhadap perekonomian negara di dunia tak terkecuali Indonesia. 

 

Perekonomian Global 

International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian global mengalami krisis setelah sekitar 95% negara-negara di dunia menderita kontraksi. Tak hanya itu, pandemi juga menyebabkan kerugian sebesar 12 triliun US$ atau mencapai sekitar Rp168.000 triliun jika dikonversi dengan menggunakan nilai kurs Rp14.000. Indonesia merupakan salah satu negara yang merasakan dampak penurunan ekonomi akibat dari pandemi Covid-19.

Pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut seperti mematuhi protokol kesehatan (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Beberapa perusahaan mengambil kebijakan Work from House (WFH) hingga PHK massal. Sejumlah proyek atau pekerjaan menjadi tertunda akibat pembatasan ini.

Lantaran banyaknya perusahaan yang tidak mampu beroperasi hal tersebut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2020 tepat di triwulan ke II pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 5,32% dan berturut-turut pada triwulan ke III kontraksi sebesar 3,49%. Akibat dari menurunnya pertumbuham ekonomi adalah terjadi resesi dan meningkatnya jumlah pengangguran. 

Baca juga Sri Mulyani Optimis Penerimaan PPh Non Migas Alami Pertumbuhan

 

Resesi Ekonomi  

Resesi ekonomi adalah keadaan dimana pertumbuhan ekonomi secara terus menerus mengalami kontraksi dan melemahkan perputaran roda ekonomi yang dapat dilihat dari besaran Produk Domestik Bruto (PDB). Resesi terjadi apabila yang pertama turunnya suku bunga pasar obligasi, bunga obligasi turun akibat dari menurunnya suka bunga acuan secara bertahap.

Kedua, adanya penurunan PDB, PDB dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat pertumbuhan ekonomi apakah mengalami kenaikan atau penurunan. Jika PBD naik secara signifikan, maka pertumbuhan ekonomi kuat. Sebaliknya jika PBD menurun secara terus menerus, maka adanya indikator mengalami resesi ekonomi.

Ketiga, laba perusahaan menurun, laba perusahaan menjadi salah satu indikator guna menilai apakah telah terjadi resesi, hal tersebut dapat diketahui pada tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan setiap periode mengalami penurunan secara signifikan.

Keempat, nilai impor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor. Indikator lain dalam menilai terjadinya resesi adalah nilai ekspor dan impor, dalam hal suatu negara mengalami resesi, maka berdampak terhadap kinerja perusahaan manufaktur. Hal tersebut akan berdampak nilai impor akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor.

Kelima, harga emas naik. Bagi sebagian orang kenaikan harga emas merupakan suatu hal yang menguntungkan tetapi dibalik hal tersebut harga emas yang naik berkaitan dengan kenaikan nilai kurs dolar US dan nilai tukar rupiah. Jika nilai mata uang asing semakin tinggi terhadap rupiah, maka lemahnya nilai rupiah dan hal tersebut membuktikan perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Keenam, tingginya angka pengangguran.

Membahas terkait angka pengangguran tidak akan ada habisnya. Pada dasarnya Sumber Daya Manusia dalam hal tenaga kerja merupakan pendorong dalam menggerakkan perekonomian. Dampak dari pandemi yang mengakibatkan banyaknya tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan meningkatnya angka pengangguran. 

Baca juga Kenali Penyebab Ekonomi Global Gelap di Tahun 2023

 

Tingginya Pengangguran

Tingginya angka pengangguran merupakan tanda-tanda terjadinya resesi. Bagaimana tidak? Kebutuhan akan lapangan pekerjaan setiap tahun akan terus meningkat. Banyaknya lulusan-lulusan baru yang mencari pekerjaan ditambah dengan lulusan tahun sebelumnya yang belum mendapatkan pekerjaan menjadikan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Akibat dari pandemi, tingkat pengangguran menjadi lebih tinggi. Pegawai-pegawai yang telah bekerja dipaksa untuk diberhentikan lantaran operasional perusahaan tidak dapat berjalan dengan normal ditambah lagi dengan lulusan baru yang sedang mencari pekerjaan. Pada dasarnya dibutuhkan suatu strategi dan upaya pemerintah guna mengatasi resesi dan tingkat pengangguran yang tinggi. 

 

Strategi Efektif  

Peningkatan produktivitas dirancangkan mampu melakukan transformasi ekonomi secara berkelanjutan. Strategi pembangunan diharapkan membawa perubahan positif kedepannya dan mendorong pertumbuhan yang berkualitas dan investasi berwawasan lingkungan. Transformasi ini direncanakan terhadap aspek di bidang sosial, ekonomi, distribusi pendapatan maupun lingkungan.

Pandemi yang telah dihadapi dapat memberikan kontribusi dalam memunculkan kebiasaan baru. Seperti dalam penerapan kehidupan new normal, adanya potensi perubahan pola investasi dan perdagangan, peningkatan minat pada lingkungan hidup, serta urgensi ketahanan energi dan pangan. Guna mendukung transformasi tersebut diperlukan adanya penguatan dalam sektor digitalisasi ekonomi, pariwisata, perdagangan, sumber daya manusia, sumber daya alam serta pembangunan yang berkelanjutan.  

Di rentang tahun 2020-2022, Indonesia mampu meminimalkan kemerosotan ekonomi yang terjadi melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini sejalan dengan strategi fiskal dalam mengatasi resesi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Strategi lainnya yaitu memperkuat kesehatan APBN. Seperti yang telah terjadi belakangan ini, APBN mengalami defisit lantaran pengeluaran belanja negara lebih besar dari pada pendapatan yang diterima negara.

Pertama, rancangan APBN untuk tahun 2023 dirancang searah dengan tahapan transisi menuju fase endemi. Kedua, memproyeksikan tantangan ekonomi global di antara ketidakpastian yang tinggi, seperti lonjakan tingkat inflasi. Ketiga, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebagai kebijakan baru peningkatan kenaikan harga pada kelompok energi dan pangan, sehingga peningkatan inflasi yang merata.

Adapun, dukungan pembiayaan dari Bank Indonesia dalam bentuk burgen sharing. Burgen sharing adalah suatu prinsip dalam menjaga keberlangsungan fiskal, menjaga APBN dan mendukung penurunan defisit APBN di tahun 2023 menjadi di bawah 3%. Prinsip ini juga didasarkan pada hakikat hidup masyarakat banyak yang terdiri dari pembiayaan kesehatan, perlindungan sosial, dan lain sebagainya. Strategi ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan tetap menjaga reputasi Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. 

Dengan adanya strategi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan ekonomi terutama dalam mengatasi permasalahan resesi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Permasalahan tersebut timbul akibat dari dampak yang merambah ke dalam semua sektor mulai dari sektor kesehatan, sektor sosial, hingga sektor ekonomi. Oleh karena itu, peran pemerintah dan masyarakat dalam memajukan perekonomian sangatlah penting.