Shadow Economy, Ini Dampak Buruknya Jika Tak Ditangani

Pergeseran pola konsumsi menjadi serba digital terus berlanjut pada tahun 2023. Dalam buku II Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2023, mengungkapkan tren digitalisasi tersebut berdampak positif pada efisiensi perekonomian. Namun, tren digitalisasi juga dinilai dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas shadow economy 

 

Apa Itu Shadow Economy? 

Aktivitas shadow economy merupakan aktivitas ekonomi, baik aktivitas yang bersifat legal maupun ilegal, yang berkontribusi terhadap perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) namun tidak terdeteksi atau tidak terdaftar.  

Istilah shadow economy muncul akibat adanya kegiatan ekonomi apapun yang tidak terdeteksi oleh pemerintah. Jadi, baik aktivitas ekonomi yang legal maupun ilegal jika tidak terdeteksi, maka termasuk dalam golongan shadow economy. 

Tingginya aktivitas ekonomi yang tidak terdeteksi atau tidak terdaftar dapat menimbulkan hambatan bagi Pemerintah dalam menggali potensi penerimaan negara dari sumber perpajakan. Shadow economy dapat meningkatkan risiko kehilangan basis data Wajib Pajak (WP) terutama dari segi PPh dan PPN.  

 

Shadow Economy di Indonesia 

Perekonomian Indonesia kini tengah dibebani oleh aktivitas shadow economy. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa shadow economy diperkirakan mencapai kisaran 8,3 hingga 10 persen dari PDB Indonesia. Menurut data dari BPS menunjukkan bahwa PDB Indonesia pada Triwulan II Tahun 2021 melebihi nilai Rp 4.175 triliun. Jika data ini digunakan sebagai acuan, maka tingkat shadow economy Indonesia mencapai nilai Rp 417,5 triliun di waktu yang sama. 

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan bahwa nilai shadow economy Indonesia mencapai 30 hingga 40 persen dari PDB Indonesia, dimana angka ini jauh lebih tinggi dari perkiaan BPS. PPATK mengungkapkan bahwa persentase tersebut lebih menggunakan data dari lembaga internasional di angka 30 hingga 40 persen dari nilai PDB Indonesia. Jika mengacu pada PDB Tahun 2020 dengan nilai PDB sebesar Rp 15.434,2 triliun, maka nilai shadow economy Indonesia sebesar Rp 4.063,5 triliun hingga Rp 6.173,6 triliun. 

Baca juga: Dealer Mobil Belum Punya NPWP, Kantor Pajak Gelar Canvassing

 

Pengaruh Terhadap Ekonomi Indonesia 

Tingginya nilai shadow economy merupakan tantangan bagi pemerintah. Besarnya porsi shadow economy Indonesia saat ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia menjadi terdistorsi dan menggangu ekonomi Indonesia yang dapat tumbuh di bawah potensi riil atau sebenarnya.  

Dengan adanya aktivitas ekonomi yang tidak terdeteksi, maka hal ini akan menutup jalan dalam menerapkan kebijakan perpajakan. Misalnya saja atas aktivitas ekonomi berbasis digital yang seharusnya dikenakan pungutan PPN terhadap Barang atau Jasa yang dijual, kemudian PPh yang seharusnya dipungut atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak dari transaksi berbasis digital.

Kedua contoh ini yang seharusnya menjadi sumber penerimaan pajak namun karena tidak terdeteksi, maka akan menghilangkan potensi penerimaan pajak negara. Penerimaan negara dari segi perpajakan pun akan berkurang sehinggga dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah. 

Alasan beberapa pihak melakukan shadow economy yaitu mereka yang merasa terbebani oleh kebijakan pemerintah dalam hal perpajakan, sehingga mereka memilih exit option dengan melakukan aktivitas shadow economy agar dapat terus menghindar dari pajak (tax avoidance). Hal ini mengakibatkan biasnya data terkait jumlah pengangguran, angkatan kerja, konsumsi, dan pendapatan menjadi tidak akurat, sehingga pengambilan kebijakan di sektor ekonomi pun menjadi tidak tepat dan tidak efisien.

Selain itu, shadow economy dengan alasan untuk menghindari pajak akan menciptakan kompetisi antara pekerja legal dan ilegal sehingga tertarik untuk terjun ke dalam shadow economy yang sangat merugikan negara.  

Perlu diketahui juga, aktivitas shadow economy berupa impor produk ke dalam negeri juga akan memberikan dampak negatif bagi industri dalam negeri. Impor produk dari luar negeri akan mematikan industri dalam negeri, apalagi jika aktivitas impor tersebut tidak terdeteksi. 

Baca juga: Rasio Pajak RI Lebih Rendah Dibandingkan Negara Lain

 

Upaya Pemberantasan Shadow Economy  

Jika aktivitas ekonomi, terutama aktivitas ekonomi berbasis digital dapat terdata dengan baik, maka akan meminimalisir produk shadow economy dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Meskipun pemerintah telah menerapkan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sejak 1 Juli 2020 yang diatur pada UU RI No. 2 Tahun 2020 atas transaksi elektronik, perlu adanya antisipasi dan pengawasan yang lebih signifikan.

Hal ini menimbang kegiatan ekonomi berbasis digital yang kian meningkat pasca Pandemi Covid-19 terutama semenjak himbauan pemerintah melalui kebijakan work from home (WFH). Dengan adanya penanganan shadow economy dan tindak pidana ekonomi yang lebih intensif dan tepat akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penditribusian yang lebih merata.