Pemerintah sudah menetapkan peraturan baru mengenai Bea Meterai sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 mengenai Bea Meterai, menggantikan Undang-Undang Bea Meterai Nomor 13 Tahun 1985.
Sejak tanggal 1 Januari 2021, peraturan ini mengacu adanya perubahan nominal pada Bea Meterai yang lama, yaitu Bea Meterai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) menjadi Bea Meterai dengan nominal tetap Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
Adapun, asas-asas yang mengatur Bea Meterai, yaitu asas kesederhanaan, asas keadilan, asas kepastian hukum, dan asas kemanfaatan. Pemberlakuan Bea Meterai sendiri untuk mengoptimalkan penerimaan negara demi pembangunan nasional dan kesejahteraan negara, serta memberikan kekuatan dan kepastian hukum yang adil.
Definisi Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak berkepentingan, atau saat dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain, jika dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.
Adanya perkembangan teknologi informasi, semakin banyak terjadi perubahan bentuk dokumen atau modifikasi dari bentuk sebelumnya. Dokumen yang dimaksud dalam bea meterai adalah dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik.
Adapun, sejak tanggal 6 Oktober 2021 telah diberlakukan meterai elektronik atau e-Meterai. Meterai elektronik atau e-Meterai adalah meterai yang digunakan untuk dokumen yang berbentuk elektronik. Meterai elektronik digunakan sebagai objek dari Bea Meterai, dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata atau dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.
Tarif Bea Meterai
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2020, Bea Meterai dikenakan tarif tetap sebesar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) per lembar berlaku sejak 1 Januari 2021. Namun, Bea Meterai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) dan Rp 3.000 (tiga ribu rupiah) ini masih berlaku hingga 31 Desember 2021 sesuai ketentuan penggunaan, yaitu membubuhkan tiga meterai masing-masing senilai Rp 3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp 6.000, atau meterai senilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 pada dokumen.
Objek Bea Meterai
Sebagaimana diatur pada Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2020, Bea Meterai dikenakan atas dua jenis dokumen, yaitu dokumen yang dijadikan alat untuk menerangkan kejadian (bersifat perdata) dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan. Dalam hal ini dokumen yang bersifat perdata, antara lain surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, akta notaris beserta grosse dan salinan, dokumen transaksi surat berharga dengan nama atau bentuk apapun, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah berserta salinan dan kutipan, dokumen lelang berupa kutipan risilah lelang, surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun, dokumen yang bernilai lebih dari Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerima uang serta berisi pengakuan hutang telah dilunasi atau diperhitungkan, dan dokumen lain yang sudah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah.
Baca juga Dokumen yang Wajib Dibubuhkan Meterai Elektronik
Bukan Objek Bea Meterai
Sedangkan, ada beberapa dokumen yang bukan merupakan objek Bea Meterai sebagaimana yang diatur pada Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2022, antara lain dokumen terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat penyimpanan barang, konosemen, surat penumpang dan barang; ijazah dalam bentuk apapun; tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas daerah, dan lembaga lain; tanda terima pembayaran berupa pensiun, tunjangan, dan gaji; tanda penerimaan uang yang digunakan untuk keperluan intern organisasi; kuitansi untuk segala jenis pajak dan penerimaan lainnya; segala surat gadai; dokumen yang menyebutkan simpanan uang, surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada bank, koperasi, dan badan lain kepada nasabah; dokumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter; serta tanda pembagian bunga, keuntungan, atau imbalan hasil dari dari surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun.
Baca juga Ini Dia Dokumen yang Dibebaskan Bea Meterai oleh Jokowi
Saat Terutang Bea Meterai
Sementara itu, Bea Meterai terutang pada saat dokumen dibubuhi untuk tanda tangan, hal ini berlaku untuk akta notaris beserta grosse dan salinannya, surat perjanjian dan rangkapnya, serta akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipan. Bea Meterai juga terutang pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat, seperti surat keterangan, surat pernyataan, dokumen lelang, dan surat yang menyebutkan nominal uang. Tidak hanya itu, Bea Meterai terutang pada saat dokumen selesai dibuat. Dalam hal ini dokumen yang dimaksud adalah surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun dan dokumen transaksi surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun.
Adapun, Bea Meterai terutang pada saat dokumen diajukan ke pengadilan yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan, serta dokumen yang digunakan di Indonesia yang dokumennya dibuat di luar negeri.
Pihak yang Terutang Bea Meterai
Secara umum, ketentuan terkait pihak yang terutang Bea Meterai, yaitu apabila dokumen dibuat sepihak, maka Bea Meterai tersebut terutang oleh pihak yang menerima dokumen, apabila dokumen dibuat oleh dua pihak maka Bea Meterai tersebut terutang oleh masing-masing pihak. Apabila dokumen surat berharga, maka Bea Meterai tersebut terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga, dan apabila dokumen dibuat di luar negeri untuk digunakan di Indonesia, maka Bea Meterai tersebut terutang oleh pihak yang menerima manfaat dari dokumen tersebut.
Pemungut Bea Meterai
Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu, menyetorkan Bea Meterai tersebut ke kas negara, serta melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke DJP.
Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai pemungut Bea Meterai merupakan Wajib Pajak yang memiliki kriteria, antara lain memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu dan/atau menerbitkan dan memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu dengan jumlah dokumen sebesar 1.000 dokumen per bulan.
Sebagai pemungut, Wajib Pajak memiliki kewajiban pelaporan SPT Bea Meterai. Simak selengkapnya di artikel berikut.
Baca juga Ini Syarat yang Harus Dipenuhi Wajib Pajak Saat Lapor SPT Masa Bea Meterai
Pelunasan Bea Meterai
Bea Meterai yang terutang dapat dilunasi dengan menggunakan meterai tempel. Meterai tempel ini memuat ciri, seperti ada gambar lambing negara Garuda Pancisila, ada tulisan “Meterai Tempel”, dan angka yang menunjukkan nilai nominal. Bea meterai juga dapat dilunasi menggunakan meterai elektronik dimana meterai elektronik ini memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri.
Selain itu, pembayaran Bea Meterai dapat pula dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Penggunaan SSP ini dapat dilakukan jika penggunaan meterai tempel atau meterai elektronik dianggap kurang efisiensi. Misalnya, untuk dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan dalam jumlah besar yang pembayarannya melalalui Pemeteraian Kemudian.
Pemeteraian Kemudian
Pemeteraian Kemudian adalah cara yang digunakan untuk melunasi Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi. Pemeteraian Kemudian ini dilakukan atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan, dokumen yang Bea Meterainya tidak dilunasi atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya, dan dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Setelah pemegang dokumen melunasi Bea Meterai, Pemeteraian Kemudian harus disahkan oleh Pejabat Pos. Pelunasan Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian dapat menggunakan meterai tempel atau Surat Setoran Pajak (SSP)
Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang tidak dilunasi atau kurang dilunasi, maka akan ditambah dengan sanksi administratif 100% dari Bea Meterai yang terutang.









