Salah Kaprah soal Cukai Minuman Berpemanis, Benarkah Industri Bakal Merugi?

Pemerintah Indonesia tengah menggulirkan wacana pengenaan cukai atau sugar tax pada makanan dan minuman berpemanis (sugar-sweetened beverages/SSBs), khususnya yang dikonsumsi anak-anak. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pada 14 September 2025 lalu, sebagaimana diberitakan Antara

Menurut Dante, langkah tersebut diambil sebagai upaya menekan angka obesitas pada anak, yang salah satunya disebabkan konsumsi gula berlebihan. Hal ini sejalan dengan data yang menunjukkan sekitar 30% anak sekolah di Jakarta mengalami obesitas.  

Meski masih dalam tahap pembahasan, pemerintah menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah perlindungan kesehatan masyarakat, bukan semata-mata soal pungutan pajak. 

Namun, di balik tujuan tersebut, penolakan dari industri makanan dan minuman tetap kencang terdengar. Salah kaprah mengenai cukai minuman berpemanis pun kerap digembar-gemborkan, terutama soal potensi kerugian bisnis dan dampaknya bagi masyarakat.  

Lantas, benarkah industri bakal merugi besar jika aturan ini diberlakukan? Berikut sejumlah stigma yang kerap melekat pada aturan ini beserta fakta di baliknya:

Baca Juga: Cukai MBDK Mulai Diterapkan 2026, Pemerintah dan DPR Sepakat

Cukai Bersifat Regresif 

Industri sering beralasan bahwa cukai minuman berpemanis akan membebani masyarakat berpenghasilan rendah karena mereka harus membayar lebih banyak untuk produk yang sama. 

Argumen tersebut keliru, sebab bukti dari berbagai negara menunjukkan hasil beragam. Studi di Spanyol dan Chili, misalnya, menemukan bahwa dampak cukai justru lebih besar pada konsumen berpendapatan tinggi.  

Sementara itu, di Hungaria dan Meksiko, kelompok berpenghasilan rendah memang lebih terpengaruh karena tingkat konsumsi mereka sejak awal lebih tinggi. Meski demikian, kelompok ini justru memperoleh manfaat kesehatan dan tabungan biaya medis yang lebih besar dalam jangka panjang. Dengan kata lain, kerugian terbesar justru dialami oleh perusahaan, bukan konsumen. 

Konsumsi Adalah Pilihan Individu 

Industri juga berpendapat bahwa konsumsi SSBs adalah tanggung jawab individu, bukan masalah kebijakan publik. 

Nyatanya, lingkungan makanan saat ini dipenuhi minuman berpemanis dengan harga murah dan promosi besar-besaran, yang memengaruhi kebiasaan konsumsi, terutama anak-anak. Kondisi ini membuat upaya orang tua untuk membiasakan pola makan sehat jadi lebih sulit.  

Akibatnya, biaya kesehatan global akibat obesitas membengkak hingga lebih dari USD 990 miliar per tahun. Beban ini tidak hanya ditanggung individu, melainkan juga pemerintah dan masyarakat luas. 

Cukai Mengurangi Lapangan Kerja 

Isu lain yang sering diangkat adalah kekhawatiran akan hilangnya lapangan kerja. Namun, penelitian di Chili, Meksiko, dan sejumlah kota di Amerika Serikat membuktikan tidak ada dampak signifikan pada tenaga kerja. Konsumsi yang bergeser justru membuka peluang kerja baru di sektor lain. 

Masalah Kesehatan Terlalu Kompleks 

Industri juga menekankan bahwa obesitas adalah masalah kompleks yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu kebijakan. Pernyataan ini benar adanya, tetapi tidak meniadakan manfaat cukai.  

Justru, cukai minuman berpemanis adalah salah satu instrumen penting dalam pendekatan multi-kebijakan yang sangat direkomendasikan untuk mengurangi beban penyakit akibat pola makan tidak sehat. 

Baca Juga: Penerapan Pajak Gula di Inggris Berdampak Positif, Indonesia Perlu Menyusul?

Bukti Keberhasilan dari Berbagai Negara 

Sejumlah negara yang telah menerapkan SSBs membuktikan bahwa aturan ini bukan sekadar wacana yang memberatkan salah satu pihak, melainkan strategi nyata yang terbukti berhasil.  

Berikut beberapa bukti keberhasilan dari negara-negara tetangga: 

Meksiko

Sejak Januari 2014, negara ini menerapkan cukai 1 peso per liter (sekitar 10%). Penjualan minuman berpemanis turun rata-rata 6–8% pada tahun pertama, sementara penjualan air putih meningkat 4–6%. Dampak terbesar dirasakan rumah tangga berpenghasilan rendah, dengan hasil kesehatan lebih baik. Pemerintah bahkan memperoleh tambahan pendapatan sekitar USD 1,2 miliar di tahun pertama, tanpa ada dampak signifikan pada lapangan kerja. 

Filipina

Filipinamenerapkan cukai sejak Januari 2018 yang menaikkan harga minuman berpemanis hingga 14%. Kebijakan ini tidak hanya menurunkan konsumsi, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara untuk proyek infrastruktur, fasilitas olahraga, sekolah umum, dan penyediaan air minum. 

Inggris

Inggris memperkenalkan retribusi pada April 2018 dengan tarif berbeda sesuai kadar gula. Dampaknya pun signifikan, di mana volume minuman berpemanis yang dibeli turun hingga 50%. Menariknya, sebelum aturan berlaku, sekitar 50% produsen lebih dulu menurunkan kadar gula produk mereka untuk menghindari tarif tinggi. 

Kesimpulan 

Melihat berbagai bukti, salah kaprah yang kerap diangkat industri, mulai dari beban masyarakat, hilangnya lapangan kerja, hingga minimnya efektivitas, tidak sepenuhnya terbukti. Sebaliknya, penerapan cukai minuman berpemanis di banyak negara justru menurunkan konsumsi gula, memperbaiki kesehatan masyarakat, dan menambah penerimaan negara. 

Dengan demikian, regulasi ini bukan ancaman besar bagi industri, melainkan investasi jangka panjang untuk kesehatan generasi mendatang. 

 

Referensi: Ringkasan Kebijakan Cukai untuk Minuman Berpemanis oleh UNICEF

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News