Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berencana ingin menerapkan pajak pada ojol atau ojek online. Rencana pengenaan pajak ini telah disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Sentyono. Pemprov DKI tidak hanya mengenai pajak ojol, melainkan juga mengusulkan pengenaan pajak pada layanan toko daring (online).
Joko mengatakan misalnya pada Go-jek, Go-food, dan lainnya perlu dipikirkan perpajakannya. Pajak ojol atau ojek online merupakan pajak yang akan dikenakan pada layanan ojek online. Wacana pajak ojol ini memiliki tujuan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Perlu diketahui, saat ini Pemprov DKI Jakarta sedang menggali potensi pendapatan pajak daerah untuk tahun anggaran 2024. Lebih lanjut, Joko menjelaskan kebijakan pajak ojol ini tidak dapat dilakukan pemerintah daerah sendirian.
Menurutnya, pemerintah pusat perlu terlibat untuk membuat regulasi pajak ojol. Tidak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) ingin menerapkan pajak ojol dan pajak toko online.
Baca juga: Subjek dan Objek Pajak: Bagaimana Kewajiban Pajak Driver Ojol (Ojek Online)?
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Sandy Firdaus menanggapi rencana pengenaan pajak ojol, dengan menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk berhati-hati dalam menetapkan penerapan pajak ojek online dan online shop.
Sandy menyebutkan kehati-hatian yang dimaksud ialah untuk menghindari pajak berganda yang ditetapkan oleh pemerintah pusat terhadap online shop dan ojek online. Menurutnya, penghindaran pajak berganda tersebut harus menjadi prinsip utama.
Sandy pun menjelaskan penerpaan pajak oleh Pemerintah Daerah untuk tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Baca juga: Esensi Memiliki NPWP bagi Owner Online Shop di Era Digital
Lebih lanjut, Sandy menyebutkan bahwa UU HKPD telah melakukan pemisahan dengan jelas pada objek pajak pusat dan objek pajak daerah. Sandy pun memberikan saran dalam pemberlakuan pajak pada dua objek dengan skema kerja sama antara ojek online dan online shop.
Hal yang dapat digali ialah kerja sama. Misalnya, saat ada transaksi makanan dengan omzet tertentu, maka dapat langsung dikenakan pajak restoran dan diserahkan ke pemerintah daerah. Bentuk seperti ini lah yang dapat digali ke pendapatan.
Adapun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti ikut menanggapi adanya usulan pengenaan pajak ojol dan pajak toko online oleh Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, perlu dilihat kembali unsur yang ingin dipajaki atas layanan transportasi online ini untuk menghindari pengenaan pajak berganda antara pusat dan daerah.
Sebelumnya, Sekretaris DKI Jakarta Joko Agus Setyono pun mengusulkan agar online shop hingga perusahaan angkutan online dikenakan pajak layanan. Menurutnya, hal ini juga berkaitan dengan Pasar Tanah Aban yang sekarang sepi, karena online shop.
Oleh karena itu, ia mendukung adanya pembuatan kebijakan terhadap online shop. Telah diketahui, hingga saat ini, Kemenkeu belum mendapatkan informasi lebih lanjut terkait rencana pengenaan pajak bagi ojol dan online shop dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.









