Rasio Perpajakan Indonesia Kembali Ke Level Double Digit, Raih Hingga 10,39%

Pada tahun lalu, rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia akhirnya kembali ke level double digit, yakni sebesar 10,39%. Angka tersebut setara dengan proyeksi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang sebesar 10,4%.

Merujuk pada laporan APBN Kita, penerimaan perpajakan tahun 2022 menembus Rp 2.034,5 trilun dan PDB nominal menembus Rp 19.588,4 triliun. Dengan realisasi tersebut, rasio perpajakan pada tahun 2022 adalah sebesar 10,39%.

Kepala BKP Febrio Kacaribu mengatakan bahwa memang ada peningkatan yang cukup signifikan, yang mana peningkatan ini telah melampaui tax ratio sebelum pandemi Covid-19.

Baca juga RI Kantongi Realisasi PNBP 2022 Hingga Rp588,3 Triliun, Dinilai Tertinggi Sepanjang Sejarah

Sebagai perbandingan, rasio perpajakan pada tahun 2020 dan 2021 hanya sebesar 8,33% dan 9,11%. Pada tahun 2020, penerimaan perpajakan menembus Rp 1.285,1 triliun. Sementara itu, penerimaan perpajakan tahun 2021 terealisasi senilai Rp 1.547,8 triliun.

Selain itu, Indonesia juga berhasil mencatatkan tax buoyancy di atas 1. Tax buoyancy di atas 1 menandakan peneriman perpajakan tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2022, penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 31,4%. Sementara itu, PDB nominal tumbuh sebesar 15.38%. Alhasil, tax buoyancy pada tahun 2022 berhasil mencapai 2,04. Meski rasio perpajakan Indonesia kembali ke level di atas 10%, Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah, terutama dalam meningkatan rasio perpajakan hingga di atas 15%, guna menjaga ketahanan fiskal serta mendanai kebutuhan pembangunan.

Baca juga Belanja Perpajakan Untuk Program PC-PEN Tembus Hingga Rp24 Triliun

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, bahwa negara yang sustain itu diharapkan setidaknya mengumpulkan tax ratio sebesar 15%, termasuk kepabeanan dan cukai. Oleh karena itu, pemerintah masih memiliki ruang untuk memperbaiki ke arah sana.

Dengan demikian, perbaikan kebijakan perpajakan termasuk peningkatan kepatuhan Wajib Pajak tetap harus terus dilakukan untuk mengurangi policy gap dan compliance gap yang masih menghambat kinerja penerimaan.