Isu praktik ijon pajak kembali menjadi perhatian publik seiring kekhawatiran tidak tercapainya target penerimaan pajak tahun 2025. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak melakukan penarikan pajak di muka untuk tahun pajak berikutnya.
Menurutnya, istilah ijon pajak kurang tepat digunakan. Kebijakan yang dijalankan DJP saat ini merupakan dinamisasi pajak yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ini prinsipnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 itu yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak didasarkan pada kinerja Y-1 jadi tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan supaya angsuran wajib pajak dalam tahun berjalan sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang seharusnya terutang di akhir tahun,” jelas Bimo, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/12/2025).
Penjelasan DJP soal Dinamisasi Pajak
Lebih lanjut, Bimo menjelaskan bahwa dinamisasi pajak mengacu pada mekanisme penyesuaian angsuran PPh Pasal 25, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Secara umum, angsuran PPh Pasal 25:
- Dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
- Didasarkan pada kinerja usaha tahun sebelumnya (Y-1)
- Dapat disesuaikan apabila terjadi perubahan kondisi usaha
DJP memiliki kewenangan untuk melakukan penyesuaian angsuran apabila Wajib Pajak mengalami:
- Perubahan pola penghasilan
- Penghasilan yang bersifat tidak teratur
- Perubahan kegiatan atau skala usaha
- Peningkatan kinerja atau omzet usaha
Tujuan penyesuaian angsuran PPh Pasal 25, antara lain:
- Agar angsuran pajak mendekati pajak terutang di akhir tahun
- Mengurangi risiko kurang bayar pajak saat pelaporan SPT Tahunan
- Memberikan kepastian dan perlindungan bagi Wajib Pajak
Baca Juga: Cara Hitung dan Bayar Angsuran PPh Pasal 25 untuk Orang Pribadi dan Badan
Apa Itu Ijon Pajak?
Untuk meluruskan persepsi yang berkembang, penting memahami terlebih dahulu makna ijon. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ijon memiliki arti:
- Pembelian hasil produksi (seperti padi) sebelum siap dipanen
- Pemberian pinjaman yang dilunasi dengan hasil produksi, biasanya dengan harga jauh di bawah harga pasar
Adapun dalam konteks perpajakan, ijon pajak dimaknai sebagai:
- Permintaan kepada Wajib Pajak untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang di tahun depan
- Pembayaran pajak yang dilakukan lebih awal sebelum masa pajaknya tiba
Praktik ini kerap dinilai bertentangan dengan asas kepastian hukum, khususnya terkait kepastian waktu terutangnya pajak. Asas kepastian hukum sendiri merupakan bagian dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dampak Negatif Praktik Ijon Pajak
Meski terlihat menguntungkan dalam jangka pendek, praktik ijon pajak justru berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang.
Beberapa dampak yang dapat terjadi, antara lain:
- Distorsi basis data penerimaan pajak, karena penerimaan tahun depan sudah tercatat di tahun berjalan
- Potensi kehilangan penerimaan pajak di tahun berikutnya (potential lost)
- Pertumbuhan penerimaan pajak negatif pada awal tahun berikutnya
- Hubungan yang kurang sehat antara otoritas pajak dan Wajib Pajak
Dalam kondisi kejar target penerimaan, Wajib Pajak juga berpotensi:
- Menyetor pajak lebih awal dengan perhitungan yang lebih kecil
- Menghindari beban pajak yang seharusnya muncul di tahun pajak berikutnya
Alternatif Meningkatkan Penerimaan Pajak
Dibandingkan mengandalkan praktik ijon, pemerintah memiliki opsi yang lebih berkelanjutan untuk meningkatkan penerimaan pajak, yaitu melalui:
- Ekstensifikasi pajak, dengan memperluas basis Wajib Pajak
- Intensifikasi pajak, dengan meningkatkan kepatuhan dan pengawasan
Dengan tax ratio Indonesia yang masih berada di bawah standar ideal, potensi penerimaan pajak yang belum tergali dinilai masih sangat besar dan dapat dioptimalkan tanpa mengorbankan asas kepastian hukum.
Baca Juga: Dianggap Jadi Penyebab Realisasi Pajak Turun, Apa Itu Deposit Pajak di Coretax?
Realisasi Penerimaan Pajak 2025 Masih di Bawah Target
Sebagai catatan, realisasi penerimaan pajak hingga akhir November 2025 tercatat sebesar Rp1.634,43 triliun. Angka ini masih berada di bawah target penerimaan pajak dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,31 triliun.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, penerimaan pajak juga mengalami penurunan sekitar 3,21%, dari Rp1.688,64 triliun pada November 2024.
Meski menghadapi tantangan, DJP menegaskan bahwa seluruh kebijakan yang diambil tetap berlandaskan peraturan perundang-undangan serta mengedepankan kepastian dan keadilan bagi Wajib Pajak.
FAQ Seputar Ijon Pajak
1. Apa yang dimaksud dengan ijon pajak?
Ijon pajak adalah praktik pembayaran pajak lebih awal, yaitu ketika Wajib Pajak diminta menyetor pajak yang seharusnya terutang pada tahun pajak berikutnya.
2. Apakah ijon pajak diperbolehkan dalam aturan perpajakan?
Hingga saat ini tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur atau melarang ijon pajak, namun praktik tersebut dinilai bertentangan dengan asas kepastian hukum dan tidak dianjurkan oleh pemerintah.
3. Apa bedanya ijon pajak dan angsuran PPh Pasal 25?
Ijon pajak merupakan pembayaran pajak di luar masa pajaknya, sedangkan angsuran PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak bulanan yang dilakukan dalam tahun berjalan sesuai ketentuan undang-undang.
4. Mengapa praktik ijon pajak dinilai berdampak buruk?
Ijon pajak dapat mengganggu kepastian hukum, merusak perencanaan penerimaan pajak, serta berpotensi menimbulkan kehilangan penerimaan negara di tahun-tahun berikutnya.
5. Bagaimana cara pemerintah meningkatkan penerimaan pajak tanpa ijon?
Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, seperti memperluas basis Wajib Pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan.









