Dalam rangka merespons kebutuhan mobilitas global, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2025 yang mengatur ketentuan impor barang pindahan. Barang pindahan merujuk pada barang keperluan rumah tangga milik perorangan yang sebelumnya tinggal di luar negeri dan dibawa masuk saat kembali atau pindah ke Indonesia. Aturan ini penting bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang menetap atau kembali ke Indonesia, karena mencakup prosedur, persyaratan, serta fasilitas pembebasan bea masuk atas barang pindahan tersebut.
Definisi dan Ruang Lingkup Barang Pindahan
Menurut PMK 25/2025, barang pindahan adalah barang kebutuhan rumah tangga yang dibawa atau dikirim oleh orang yang pindah dari luar negeri ke Indonesia, baik melalui bagasi penumpang, pengiriman pos, maupun jasa titipan. Seluruh proses harus dilaporkan melalui mekanisme Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) secara elektronik melalui Sistem Komputer Pelayanan (SKP) di kantor pabean.
Pihak yang Berhak Mengimpor Barang Pindahan
PMK ini secara jelas menyebutkan kategori orang yang pindah, yaitu:
- WNI yang bertugas, belajar, atau bekerja di luar negeri, termasuk pejabat negara, PNS, anggota TNI dan Polri.
- WNI lainnya yang telah tinggal di luar negeri selama minimal 12 bulan.
- WNA yang akan bekerja atau belajar serta berdomisili di Indonesia, baik dengan atau tanpa keluarga.
Baca juga: Kenali Syarat Bebas Bea Masuk Saat Impor Barang
Persyaratan Impor Barang Pindahan
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang pindahan, syarat-syarat berikut harus dipenuhi:
- Barang merupakan milik pribadi dan digunakan untuk keperluan rumah tangga.
- Barang harus datang bersamaan atau dalam waktu paling lambat 90 hari sebelum/ sesudah kedatangan importir.
- Barang dikirim dari negara tempat domisili terakhir importir.
- Importir telah tinggal di luar negeri minimal 12 bulan (dengan pengecualian tertentu).
- Tersedia dokumen pendukung seperti:
- Surat keterangan pindah dari KBRI/KJRI
- Surat tugas belajar/ kerja/ penempatan
- Bukti domisili di luar negeri.
Prosedur Impor Barang Pindahan
Impor dilakukan melalui Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) di kantor pabean setempat. Setelah importir mengajukan PIBK dan menyerahkan dokumen pendukung, petugas akan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang. Jika semua persyaratan terpenuhi, maka Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) akan diterbitkan sebagai izin pengeluaran dari kawasan pabean.
Baca juga: Memahami Definisi dan Jenis Impor Dalam Kepabeanan
Fasilitas Pembebasan Bea Masuk
PMK 25/2025 memberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang pindahan, dengan catatan:
- Tidak berlaku untuk barang dagangan dan kendaraan bermotor, kecuali dalam kondisi khusus (misalnya untuk pejabat diplomatik).
- Kendaraan bermotor hanya dibebaskan bea masuk jika diatur dalam ketentuan PMK 149/PMK.04/2015 bagi perwakilan negara asing.
Ketentuan Khusus dan Pengecualian
Beberapa ketentuan dapat dikecualikan, seperti:
- WNI yang mendapatkan penugasan dari negara (pejabat, PNS, TNI/Polri) tidak wajib memenuhi syarat minimal 12 bulan tinggal di luar negeri.
- Batas waktu kedatangan barang (90 hari sebelum/sesudah) juga dapat dikecualikan bila terdapat keadaan di luar kendali importir.
Implikasi Regulasi dan Manfaat Praktis
Pengaturan dalam PMK 25/2025 mendorong:
- Prosedur yang lebih sederhana dan digital (melalui SKP).
- Kepastian hukum dalam pengurusan barang pindahan.
- Efisiensi dan keadilan bagi WNI/WNA yang kembali atau berpindah ke Indonesia.
Studi dari para praktisi kepabeanan menunjukkan bahwa kepastian peraturan dan sistem elektronik mempercepat proses logistik serta menekan potensi biaya tak terduga.
Kesimpulan
PMK 25/2025 menjadi tonggak penting dalam penyederhanaan prosedur impor barang pindahan, memberikan fasilitas pembebasan bea masuk bagi pihak yang memenuhi syarat, serta memperkuat kepatuhan melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Dengan regulasi ini, pemerintah tidak hanya memberi kemudahan bagi individu yang berpindah ke Indonesia, tetapi juga memperkuat prinsip efisiensi dan transparansi dalam sistem kepabeanan nasional.
*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi.









