Pertumbuhan Agresif Sektor Manufaktur Beri Dampak Positif ke Ekonomi Indonesia

Di tengah kondisi perekonomian dunia yang serba tidak pasti, Indonesia menunjukkan kinerja pereknomian yang cukup positif, terutama pada sektor industri pengolahan non-migas seperti industri manufaktur. Pertumbuhan ini dipastikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada jelang akhir tahun 2023.

Secara umum, industri diartikan sebagai suatu perusahaan atau kegiatan yang mengolah bahan mentah atau komoditi setengah jadi menjadi barang jadi dengan nilai tambah untuk keuntungan. Industri ini dapat meliputi perusahaan perakitan dan reparasi. Namun tidak hanya barang, output atau hasil produksi dari industri tersebut tidak hanya terdiri dari barang, tetapi juga jasa.

Pengklasifikasian industri pengolahan dapat dilakukan berdasarkan ukuran, serta empat ketegori berdasarkan jumlah tenaga kerja, yakni industri rumah tangga, industri kecil, industri menengah dan industri besar. Badan Pusat Statistik (BPS) membatasi skala perusahaan yang didasari pada jumlah tenaga kerja, diantaranya 1-4 karyawan dikategorikan dalam usaha rumahan, 5-19 dikategorikan industri kecil, 20-99 dikategorikan industri menengah, dan jika lebih dari 100 dikategorikan sebagai perusahaan besar.

Baca juga: Tax Holiday Industri Logam dan Mesin Belum Optimal

Dalam konteks perekonoman global masa kini dan masa depan, peran sektor non-migas amat penting dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Tercatat sepanjang tahun 2023, subsektor manufaktur yang bertumbuh konsisten antara lain industri logam dasar, industri barang logam, perangkat elektronik, optik, peralatan listrik, diikuti dengan pertumbuhan industri alat angkutan, industri pengolahan tembakau, industri kertas dan barang dari ketas, hingga reproduksi media rekaman.

Bedasarkan data BPS, pada periode triwulan III tahun 2023, sektor industri pengolahan tumbuh 5,20% melampaui pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,94% dalam periode yang sama, sehingga menjadikan industri ini sebagai sumber terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2023.

Sektor industri juga dapat berada di puncak penyumbang investasi terbesar, yaitu 41,2% terhadap realisasi investasi nasional (sebesar Rp433,9 triliun), sepanjang Januari-September 2023. Data ini terus naik 18,8 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, menurut data SAKERNAS BPS, sektor industri pengolahan juga menyerap 19,35 juta atau 13,83% dari total pekerja.

Adapun kontribusi dari pertumbuhan industri manufaktur sejatinya dapat lebih ditingkatkan. Namun peningkatan dapat diraih dengan sejumlah catatan penyelesaian masalah. Menperin mengemukakan beberapa contoh masalah tersebut antara lain, program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang belum berjalan dengan baik karena terbatasnya bahan baku gas dan energi yang harganya di atas US$6 per MMBTU. Permasalahan ini berdampak terhadap daya saing produk, permintaa, utilitasi, dan tenaga kerja.

Contoh berikutnya adalah arus masuk barang impor yang belum terjaga optimal. Terlebih kian masifnya penggunaan aplikasi e-commerce dan social-commerce sebagai platform utama masyarakat berbelanja segala kebutuhan yang berasal dari import, telah menjadikan pasar domestik dibanjiri oleh barang-barang impor dengan alur masuk legal maupun illegal. Hal ini cukup berdampak pada terhambatnya permintaan produk manufaktur, utilitasi industri, dan tenaga kerja industri dalam negeri.

Baca juga: Sri Mulyani Optimis Penerimaan PPh Non Migas Alami Pertumbuhan

Melalui industri manufaktur, Indonesia dapat menjadikannya sebagai salah satu sektor strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara, khususnya untuk melepaskan Indonesia dari Middle Income Trap (Perangkap Pendapatan Menengah). Untuk menyabet kategori negara berpenghasilan tinggi, menurut Bank Dunia, Indonesia harus mencapai pertumbuhan pendapatan sebesar 8,08%.

Meskipun Indonesia berhasil lolos dalam krisis ekonomi yang melanda berbagai negara di dunia, khususnya sejak pandemi Covid-19, kedepannya melalui Kementerian Keuangan, pemerintah tetap akan memantau potensi perlambatan perekonomian dunia yang diperkirakan masih berlanjut di tahun 2024.