Dalam tatanan hukum perpajakan di Indonesia, subjek pajak tidak hanya orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan/atau luar negeri, melainkan terdapat subjek pajak badan dalam negeri, warisan yang belum terbagai sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dimana perlakuan perpajakan bagi subjek pajak BUT dipersamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri.
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 2 yakni subjek pajak penghasilan. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam UU PPh juga diatur mengenai tarif pajak yang diterjemahkan dalam pasal 17 dan 31E. Lantas, apakah perbedaan kedua tarif pajak tersebut dalam perhitungan pph terutang wajib pajak?
Pajak Penghasilan
Dalam menghitung pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi ataupun wajib pajak badan atas penghasilan yang diperoleh, terlebih dahulu diklasifikasikan apakah tergolong objek pajak, non objek pajak atau objek pajak final. Jika penghasilan tersebut merupakan objek pajak dan objek pajak final, maka atas penghasilan bruto tersebut akan dihitung sesuai dengan perhitungan pajak penghasilan yang berlaku secara umum. Tarif pajak yang berlaku umum diatur dalam pasal 17 dan pasal 31E UU PPh.
Terdapat sedikit perbedaan perhitungan PPh orang pribadi dan PPh wajib pajak badan. Dalam perhitungan PPh orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja, menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas baik yang menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan menggunakan perhitungan tarif pasal 17, sedangkan bagi wajib pajak badan dapat menggunakan tarif pasal 17 atau pasal 31 tergantung dari besaran peredaran bruto usaha selama satu tahun pajak.
Pasal 17 UU PPh
Dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dijelaskan bahwa bagi wajib pajak badan dalam negeri dan BUT berlaku tarif sebesar 22% yang mulai berlaku dari tahun 2022. Sebelum adanya Undang-Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang saat ini dikenal dengan UU HPP, tarif pajak bagi wajib pajak badan ditetapkan paling tinggi 28% dan dapat ditunkan serendah-rendahnya 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dimana tarif 25% ini telah berlaku sejak tahun 2010. Lantas setelah adanya UU HPP dan kebijakan insentif perpajakan tarif pajak badan 22% yang seharusnya berlaku dari tahun 2022 telah berlaku dini mulai tahun 2020 akibat adanya penurunan perekonomian Indonesia dan tetap mempertahankan stabilitas penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Wajib pajak badan yang dimaksud dalam hal ini yakni wajib pajak badan dalam negeri atau BUT yang berkedudukan di Indonesia atau badan yang berbentuk perseroan terbatas, badan dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) paling sedikit 40% serta badan yang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh tarif lebih rendah 3% dari tarif yang berlaku umum 22% sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b.
Pasal 31E UU PPh
Pasal 31E UU PPh tidak mengalami perubahan dalam UU HPP seperti halnya pasal 17. Perubahan terakhir pada pasal ini terdapat dalam Undang-Undang No.36 tahun 2008. Pasal ini menterjemahkan tarif pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri.
Bagi wajib pajak dalam negeri yang memperoleh peredaran bruto sampai dengan 50 juta setahun akan mendapatkan fasilitas berupa penurunan tarif sebesar 50% dari tarif normal dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak sampai dengan Rp4,8M. Dimana besaran peredaran bruto ini dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Kasus Pajak PPh Pasal 17 dan Pasal 31E
-
Contoh Kasus PPh Pasal 17
PT XIXI merupakan wajib pajak badan yang bergerak di bidang perdagangan tekstil yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di tempat kegiatan usaha. Pada tahun 2022, PT XIXI melakukan penjualan sejumlah Rp 52.000.000.000 dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp 20.000.000.000 selama tahun 2022 terdapat biaya-biaya sehubungan dengan 3M (Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara) penghasilan sebesar Rp 12.000.000.000, sehingga laba bersih sebelum pajak dari PT XIXI di tahun 2022 yani Rp 20.000.000.000. Berapakah pajak yang terutang PT XIXI?
Jawab:
Dilihat dari nilai peredaran bruto PT XIXI sebesar Rp 52.000.000.000 maka PT XIXI menggunakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf b yakni tarif tunggal tanpa adanya fasilitas pengurangan tarif 50%.
Maka perhitungan pajak terutang sebagai berikut:
|
Penjualan |
Rp 52.000.000.000 |
|
HPP |
Rp 20.000.000.000 |
|
Laba Kotor |
Rp 32.000.000.000 |
|
Biaya 3M |
Rp 12.000.000.000 |
|
Laba Bersih |
Rp 20.000.000.000 |
|
Tarif pasal 17 (22%) |
Rp 4.400.000.000 |
Sehingga, pajak terutang PT XIXI di tahun 2022 yakni sebesar Rp 4.400.000.000
Baca juga: Mengenal SPT Masa PPh Unifikasi
-
Contoh Kasus Pasal 31E
PT XIXI merupakan wajib pajak badan yang bergerak di bidang perdagangan tekstil yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di tempat kegiatan usaha. Berikut merupakan laporan laba rugi PT XIXI tahun 2022
|
PT XIXI |
||
|
LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPEREHENSIF |
||
|
TAHUN 2022 |
||
|
(dalam rupiah) |
||
|
PENGHASILAN BRUTO |
|
|
|
Penjualan |
|
|
|
|
Penjualan Barang Dagangan |
22.200.000.000 |
|
|
Penjualan Kepada Instansi Pemerintah |
12.500.000.000 |
|
|
Potongan Penjualan |
1.500.000.000 |
|
|
Retur Penjualan |
800.000.000 |
|
|
Total Penjualan Neto |
32.400.000.000 |
|
Harga Pokok Produksi |
|
|
|
|
Persediaan Barang Dagangan (awal) |
2.800.000.000 |
|
|
Pembelian |
7.485.000.000 |
|
|
Impor |
3.500.000.000 |
|
|
Persediaan Barang Dagangan (akhir) |
1.900.000.000 |
|
|
Total Harga Pokok Produksi |
11.885.000.000 |
|
TOTAL PENGHASILAN BRUTO |
20.515.000.000 |
|
|
BEBAN USAHA |
|
|
|
Beban Penjualan |
5.330.000.000 |
|
|
Beban Umum & Administrasi |
3.587.500.000 |
|
|
TOTAL PENGHASILAN NETO |
11.597.500.000 |
|
|
PENGHASILAN DARI LUAR USAHA DALAM NEGERI |
|
|
|
|
Bunga Deposito Bank BCA |
750.000.000 |
|
|
Bunga Tabungan Bank BRI |
500.000.000 |
|
|
Dividen dari PT Makmur (26%) |
545.000.000 |
|
|
Dividen dari PT Sukarela (10%) |
137.000.000 |
|
|
Bangunan – BOT |
490.000.000 |
|
|
Laba Selisih Kurs |
125.000.000 |
|
|
Sewa Kendaraan |
48.000.000 |
|
|
Total Penghasilan Luar Usaha DN |
2.595.000.000 |
|
PENGHASILAN DARI LUAR USAHA LUAR NEGERI |
|
|
|
|
Royalti dari Walmart Inc. |
180.000.000 |
|
|
Total Penghasilan Luar Usaha LN |
180.000.000 |
|
TOTAL PENGHASILAN SEBELUM PAJAK |
14.372.500.000 |
|
Baca juga: Kenali Perbedaan Formulir PPh BPBS dan BPNR
|
Menghitung Pajak Terutang Tahun 2022 |
||
|
Penghasilan Kena Pajak |
|
|
|
|
Penghasilan Neto Fiskal |
14.372.500.000 |
|
|
Kompensasi Kerugian |
– |
|
|
Penghasilan Kena Pajak |
14.372.500.000 |
|
|
Penghasilan Kena Pajak Dibulatkan |
14.372.500.000 |
|
|
|
|
|
PPh Yang Terutang Pasal 31 E (SE-02/PJ/2015) |
|
|
|
|
Mendapatkan Fasilitas |
|
|
|
((4.800.000.000/34.955.000.000) X 14.372.500.000) |
1.971.367.338 |
|
|
(22%*50%) = 11% |
216.850.407 |
|
|
Tidak Mendapatkan Fasilitas |
|
|
|
(14.372.500.000 – 1.971.367.338) |
12.401.132.662 |
|
|
22% |
2.728.249.186 |
|
|
Total PPh Yang Terutang |
2.945.099.593 |
|
|
|
|
|
PPh Yang Dibayar Sendiri Selama Tahun Pajak 2022 |
|
|
|
|
Angsuran PPh Pasal 25 |
1.500.000.000 |
|
|
Jumlah |
1.500.000.000 |
|
|
|
|
|
PPh Yang Kurang (Lebih) Dibayar Tahun 2022 |
1.445.099.593 |
|
Dikarenakan peredaran bruto PT XIXI di tahun 2022 berada pada rentang Rp4,8 Miliar hingga Rp50 juta setahun, maka dapat menggunakan fasilitas pasal 31E. Sesuai dengan SE DIRJEN-02/2015 tentang penegasan lebih lanjut pasal 31E UU PPh yang menjadi dasar perhitungan mendapatkan fasilitas adalah peredaran usaha selama satu tahun pajak termasuk penjualan bersih, penghasilan tidak final, penghasilan non objek dan penghasilan final.
Perbedaan penggunaan tarif pajak pasal 17 dan pasal 31E bagi wajib pajak badan ini didasarkan dari nilai peredaran bruto yang diperoleh selama satu satu pajak dengan patokan Rp4,8 Miliar. Diharapkan wajib pajak tetap menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan kaidah yang berlaku.









