Peran Strategis Dissenting Opinion dalam Reformasi Hukum Pajak

Dalam beberapa waktu terakhir, publik Indonesia semakin akrab dengan istilah hukum yang sebelumnya hanya dikenal kalangan akademisi atau praktisi, salah satunya “dissenting opinion.” Istilah ini mencuat saat muncul perbedaan pandangan antar hakim konstitusi dalam putusan-putusan penting.

Meski populer dalam isu konstitusi dan pemilu, peran dissenting opinion juga sangat penting dalam dunia peradilan pajak. Bahkan, dalam banyak kasus, pendapat minoritas ini menjadi dasar penting untuk arah baru dalam penafsiran hukum pajak dan pembaruan regulasi ke depan.

Apa Itu Dissenting Opinion?

Dissenting opinion adalah perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh satu atau lebih hakim dalam sebuah majelis hakim yang tidak sepakat dengan putusan mayoritas. Dalam sistem hukum Indonesia, keberadaan dissenting opinion dijamin oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa dalam hal tidak tercapainya mufakat bulat, pendapat berbeda wajib dicantumkan dalam salinan putusan.

Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dissenting opinion berfungsi sebagai alat kontrol, kritik, sekaligus cermin independensi hakim. Dalam jangka panjang, ia bisa menjadi dasar pembaruan hukum, memberikan arahan penafsiran di masa depan, bahkan memberi peluang terjadinya perubahan arah putusan dalam tingkatan yudisial lebih tinggi.

Baca juga: Apa Dasar Hukum dan Regulasi Terbaru Penjualan Saham Luar Negeri?

Peran Strategis dalam Peradilan Pajak

Dalam konteks sengketa pajak, dissenting opinion telah memainkan peran penting, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari luar negeri. Tiga kasus penting dari Mahkamah Agung berikut memperlihatkan bagaimana perbedaan pendapat ini dapat menjadi landasan dalam perubahan penilaian hukum:

  1. Putusan MA No. 10/PK/Pajak/2019
    Dissenting opinion menyatakan bahwa penghasilan dari jasa konstruksi oleh perusahaan asing tetap dikenai PPh di Indonesia. Pandangan ini akhirnya diadopsi dalam putusan akhir.
  2. Putusan MA No. 10/PK/Pajak/2018
    Perdebatan terjadi atas jasa konsultan asing. Salah satu hakim menyuarakan perlunya pemajakan terhadap penghasilan tersebut di Indonesia, dan putusan MA pun mengamini pandangan ini.
  3. Putusan MA No. 10/PK/Pajak/2017
    Kasus sejenis terjadi pada jasa pelayanan teknologi informasi dari luar negeri. Pandangan minoritas menjadi argumen dominan yang kemudian dijadikan acuan dalam keputusan akhir.

Ketiga contoh ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat ini dapat menjadi penggerak utama dalam interpretasi baru hukum pajak, terutama untuk kasus-kasus lintas yurisdiksi yang kompleks dan sensitif.

Kontribusi Dissenting Opinion terhadap Cita-Cita Hukum

Dalam teori hukum, dikenal tiga pilar utama: keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum. Dissenting opinion memainkan peran unik sebagai penyeimbang dan penengah antara ketiganya. Ia memberi ruang bagi ekspresi pandangan individual hakim yang mungkin berbeda secara moral atau intelektual dari pandangan mayoritas.

Dalam sistem self-assessment perpajakan, perbedaan pendapat ini bisa memberikan inspirasi untuk perbaikan peraturan, memperkuat posisi wajib pajak yang mencari keadilan, dan bahkan memperkaya diskursus kebijakan publik tentang penafsiran norma hukum pajak yang adaptif terhadap perubahan sosial ekonomi.

Baca juga: Ultimatum Remedium, Pendekatan Khusus Hukum Pidana Perpajakan di Indonesia

Tantangan dan Peluang

Beberapa kalangan menilai dissenting opinion berpotensi melemahkan kesan soliditas majelis hakim. Namun, jika dilakukan secara kritis, independen, dan bertanggung jawab, pendapat berbeda justru dapat memperkuat transparansi dan akuntabilitas peradilan.

Bagi masyarakat, keberadaan dissenting opinion dapat menjadi sumber pembelajaran hukum, meningkatkan literasi publik mengenai cara kerja peradilan, serta memperluas kesadaran akan pentingnya integritas dan intelektualitas dalam proses pengambilan keputusan hakim.

Penutup

Dissenting opinion bukan sekadar perbedaan pendapat dalam ranah yudisial. Ia merupakan cermin dari dinamika hukum yang sehat dan refleksi dari nurani serta tanggung jawab intelektual seorang hakim. Dalam bidang hukum pajak, dissenting opinion telah membuktikan kapasitasnya dalam mendorong pembaruan, memperkaya penafsiran, dan menghadirkan keadilan yang lebih substansial.

Jika hukum adalah sistem yang terus berkembang, maka dissenting opinion adalah kompas moral dan intelektual yang mengarahkan arah perubahannya.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News