Peran Strategis ADEM dan Pajak dalam APBN 2024

ADEM sebagai Fondasi Penyusunan APBN

 

Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang dilakukan pada jelang akhir tahun 2023 lalu, Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) menjadi kompas utama yang menentukan arah kebijakan ekonomi. ADEM mencakup berbagai indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga lifting minyak dan gas bumi. Indikator ini berfungsi sebagai pedoman dalam menetapkan target pendapatan dan belanja negara.

 

Beberapa asumsi yang telah ditetapkan untuk tahun 2024 meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, inflasi yang terkendali di angka 2,8%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp15.000/US$, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,7%, harga minyak mentah dunia di kisaran US$82 per barel, lifting minyak sebesar 635 ribu barel per hari, serta lifting gas sebesar 1,033 juta barel setara minyak per hari.

 

Dengan dasar ini, pemerintah memproyeksikan pendapatan negara mencapai Rp2.802,3 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.309,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp492 triliun. Pajak menjadi pilar utama penerimaan negara, dengan peran strategis untuk mendukung pembangunan sekaligus menjaga keseimbangan fiskal.

 

 

Komponen ADEM dan Keterkaitannya dengan Pajak

 

1. Pertumbuhan Ekonomi: Motor Penggerak Pajak

 

Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama dalam memproyeksikan penerimaan pajak. Dengan target pertumbuhan 5,2%, pemerintah optimis aktivitas ekonomi yang meningkat akan mendorong penerimaan pajak dari individu dan korporasi. Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi mencerminkan nilai tambah dari produksi barang dan jasa. Peningkatan PDB menunjukkan aktivitas ekonomi yang sehat, yang diharapkan berdampak positif pada basis pajak.

 

 

Baca juga: Resmi Disahkan, Ini Fokus dan Target APBN 2025

 

 

2. Inflasi: Pengaruhnya pada Penerimaan Pajak

 

Inflasi yang diperkirakan berada di angka 2,8% juga menjadi perhatian penting. Dalam beberapa kasus, inflasi dapat meningkatkan penerimaan pajak karena nominal pendapatan dan harga barang yang naik. Namun, inflasi yang terlalu tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat. Melalui kebijakan pajak, pemerintah juga memiliki alat untuk mengendalikan inflasi, misalnya dengan pengenaan pajak pada barang tertentu untuk mengurangi konsumsi yang berlebihan.

 

3. Nilai Tukar: Dampaknya pada Pajak dan Beban Negara

 

Dengan asumsi nilai tukar Rp15.000/US$, pemerintah memperkirakan dampaknya terhadap ekspor-impor dan pembayaran utang luar negeri. Nilai tukar memengaruhi penerimaan PPN dari barang impor serta pajak yang dikenakan pada aktivitas ekspor. Di sisi lain, penguatan dolar AS terhadap rupiah dapat meningkatkan beban pembayaran bunga utang luar negeri, yang perlu diimbangi dengan penerimaan pajak yang optimal.

 

4. Suku Bunga SBN: Penyeimbang Defisit

 

Suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,7% menjadi salah satu indikator utama dalam pengelolaan pembiayaan negara. SBN digunakan untuk menutup defisit APBN. Peran pajak dalam hal ini adalah menjadi penyeimbang, sehingga kebutuhan pendanaan melalui utang dapat diminimalkan. Dengan penerimaan pajak yang memadai, pemerintah dapat menjaga stabilitas fiskal tanpa menambah beban utang secara signifikan.

 

5. Harga Minyak dan Lifting Migas: Kontribusi terhadap APBN

 

Penerimaan negara dari sektor migas masih menjadi bagian penting dalam APBN, meskipun kontribusinya telah menurun dibandingkan masa lalu. Dengan asumsi harga minyak dunia sebesar US$82 per barel, lifting minyak sebesar 635 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,033 juta barel setara minyak, pemerintah mengandalkan sektor ini sebagai salah satu sumber penerimaan. Pajak melengkapi pendapatan dari migas, baik melalui Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan migas maupun PPN dari produk turunannya.

 

 

Peran Strategis Pajak dalam APBN

 

Pajak memainkan peran krusial dalam mendukung keberlanjutan APBN. Selain menjadi sumber utama pendapatan negara, pajak juga digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi. Berikut beberapa peran strategis pajak dalam APBN:

 

  1. Mengurangi Ketergantungan pada Utang
    Penerimaan pajak yang memadai membantu pemerintah menekan kebutuhan pendanaan melalui utang. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas fiskal jangka panjang.
  2. Mendukung Dunia Usaha
    Kebijakan insentif pajak, seperti keringanan pajak untuk sektor UMKM dan industri strategis, mendorong pertumbuhan dunia usaha sekaligus menciptakan lapangan kerja.
  3. Melindungi Masyarakat Rentan
    Pembebasan pajak untuk kebutuhan pokok memastikan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah tetap terjaga. Misalnya, beras, daging, dan bahan pokok lain yang tetap bebas PPN pada 2024.
  4. Mendorong Investasi dan Konsumsi
    Pajak juga digunakan untuk mendorong investasi melalui insentif bagi sektor-sektor prioritas, sekaligus mengatur konsumsi barang tertentu untuk mendukung tujuan fiskal dan ekonomi.

 

 

Baca juga: Pemerintah Kurangi Alokasi Subsidi Pajak dalam RAPBN 2025

 

 

Tantangan dan Langkah Optimalisasi Pajak

 

Meski peran pajak sangat strategis, Indonesia menghadapi tantangan dalam optimalisasi penerimaan pajak. Salah satunya adalah rendahnya rasio pajak (tax ratio), yang saat ini berkisar di angka 10,4%. Angka ini masih di bawah ambang batas yang direkomendasikan Bank Dunia, yakni 15% dari PDB.

 

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dapat mengambil beberapa langkah, antara lain:

 

  • Digitalisasi Sistem Pajak: Meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan melalui teknologi digital untuk meminimalkan kebocoran dan memperluas basis pajak.
  • Peningkatan Kepatuhan: Mengurangi penghindaran pajak melalui pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat.
  • Penyederhanaan Regulasi: Mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

 

 

Pajak Sebagai Pilar Keuangan Negara

 

Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) dalam APBN 2024 memberikan arah yang jelas bagi pemerintah untuk merancang kebijakan fiskal yang mendukung pembangunan nasional. Pajak, sebagai sumber utama penerimaan negara, memainkan peran strategis dalam mendukung keberlanjutan anggaran, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan keadilan sosial.

 

Melalui kebijakan pajak yang terukur dan pengelolaan APBN yang efisien, Indonesia diharapkan mampu menjaga stabilitas fiskal sekaligus mempercepat pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

 

Source: DJP 

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News