PER-03/PJ/2022 Diberlakukan, Cek Ketentuan NSFP Terbaru

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang tidak terpakai tidak perlu dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Melalui akun @kring_pajak, DJP menyampaikan ketentuan tentang pengembalian NSFP tidak lagi disebutkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.t.d. PER/11/PJ/2022.

Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yaitu NSFP yang tidak terpakai perlu dikembalikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara langsung atau melalui Pos kepada KPP. Tepatnya pada Pasal 10 PER-24/PJ/2012, disebutkan bahwa NSFP yang tidak digunakan dalam suatu Tahun Pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sesuai dengan Lampiran IVF.

Sebagai penegasan, PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak memang tidak lagi mengatur terkait pengembalian NSFP yang tidak digunakan. Ketentuan pengembalian NSFP terakhir kali diatur dalam PER-24/PJ/2012. Oleh sebab itu, dengan berlakunya PER-03/PJ/2022 sejak 1 April 2022, ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 sudah tidak berlaku lagi.

Perlu diketahui, PER-03/PJ/2022 merupakan peraturan yang mengatur tentang Faktur Pajak sebagai regulasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Akan tetapi, beleid tersebut sudah kembali diubah dengan PER-11/PJ/2022 mengenai Perubahan Atas PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak.

Perlu diingat juga, meskipun NSFP yang tidak terpakai tidak perlu dikembalikan ke KPP, namun PKP tetap perlu mengingat bahwa masa berlaku NSFP hanya 1 tahun.

Baca juga NIK Dicantumkan Dalam Faktur Pajak, DJP Sebut Untuk Keadilan

 

Poin-Poin Pokok Perubahan Aturan Faktur Pajak dalam PER-03/PJ/2022

DJP menerbitkan PER-03/PJ/2022 karena regulasi yang berlaku sebelumnya dianggap belum bisa menyelesaikan permasalahan di lapangan terkait dengan Faktur Pajak. Penyesuaian pun dilaksanakan untuk menekan angka sengketa perpajakan yang seharusnya tidak perlu. Oleh karena itu, terdapat poin – poin pokok perubahan dalam PER-03/PJ/2022.

Pertama, e-Faktur atas penyerahan kepada pembeli orang pribadi harus mencantumkan NPWP atau NIK/nomor paspor. Kedua, pada pengisian jenis barang dalam Faktur Pajak untuk penyerahan kendaraan bermotor baru, harus mengisi data meliputi merek, tipe, varian, dan nomor rangka. Sedangkan, untuk tanah dan/atau bangunan, minimal diisi dengan alamat lengkap.

Ketiga, jika transaksi dilakukan dengan mata uang asing, nilainya dikonversi dengan kurs  KMK yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat. Keempat, NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai tanggal surat pemberian NSFP.

Baca juga BPK Temukan Insentif Pajak Bermasalah Hingga Rp15,3 Triliun, Ini Kata Kemenkeu

Kelima, adanya penambahan kode transaksi 05 untuk penyerahan yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu (Pasal 9A UU PPN). Keenam, pihak yang berhak menandatangani e-Faktur ditunjuk dengan mendaftarkannya sebagai admin pada aplikasi e-Faktur. Ketujuh, aplikasi e-Faktur Host-to-Host hanya untuk PJAP.

Kedelapan, e-Faktur harus diupload paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur. Kesembilan, Faktur Penjualan bisa menjadi e-Faktur sepanjang diunggah menggunakan aplikasi e-faktur Host-to-Host dan mendapat persetujuan DJP.

Kesepuluh, pembubuhan cap atau keterangan mengenai fasilitas PPN atau PPnBM dilakukan melalui aplikasi e-Faktur. Kesebelas, pengaturan mengenai Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran disesuaikan dengan PMK-18/PMK.03/2021.

Kedua belas, PKP pembeli tidak bisa mengkreditkan Pajak Masukan yang Faktur Pajaknya “tidak lengkap” (sebagaimana dijelaskan pada PER/PJ/2012) karena kesalahan PKP penjual yang di luar kuasa PKP pembeli.