Pemerintah resmi memperbarui regulasi sektor pariwisata melalui UU No. 18 Tahun 2025, yang merupakan perubahan ketiga atas UU Kepariwisataan. Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani aturan ini setelah disetujui DPR pada 2 Oktober 2025.
Salah satu poin paling penting dari revisi ini adalah peluang baru bagi pelaku usaha pariwisata untuk memperoleh insentif pajak dan nonpajak. Ini tertuang dalam Pasal 17A, yang secara tegas mengatur pemberian insentif usaha kepariwisataan.
Insentif tersebut diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada bagian penjelasan undang-undang, insentif ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu insentif fiskal dan nonfiskal.
Baca Juga: Pemerintah Tawarkan Insentif Pajak Jumbo di KEK, Wajib Pajak Perlu Tahu Ini
Insentif Fiskal
Insentif fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang menggunakan instrumen perpajakan atau belanja negara untuk memengaruhi aktivitas ekonomi. Bagi pelaku industri pariwisata, bentuk insentif fiskal ini dapat berupa:
- Keringanan pajak daerah
- Pengurangan atau pembebasan retribusi
- Fasilitasi pembiayaan yang membantu menurunkan beban investasi
Kebijakan ini dinilai bisa meringankan biaya operasional dan memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk memperluas layanan maupun meningkatkan kualitas usahanya.
Insentif Nonfiskal
Selain insentif pajak, pemerintah juga memberikan dukungan nonfiskal berupa:
- Penyederhanaan perizinan
- Kemudahan keimigrasian
- Penguatan infrastruktur pendukung
- Promosi pariwisata
- Akses yang lebih mudah terhadap sumber daya kepariwisataan
Meski tidak terkait langsung dengan APBN, dukungan ini tetap berperan penting dalam meningkatkan daya saing industri pariwisata.
Baca Juga: Masih Bingung soal Batas Penghasilan PPh 21 DTP di Sektor Pariwisata? Ini Penjelasannya
Insentif Lain untuk Sektor Pariwisata: PPh 21 DTP
Selain ketentuan dalam UU Kepariwisataan, sektor pariwisata juga telah mendapatkan dukungan fiskal melalui kebijakan terbaru perpajakan. Berdasarkan PMK No. 72 Tahun 2025, industri ini menjadi penerima insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) tahun anggaran 2025.
Aturan ini menjadi perubahan atas PMK No. 10 Tahun 2025. Untuk pertama kalinya, sektor pariwisata masuk dalam daftar penerima insentif tersebut bersamaan dengan sektor lainnya:
- Alas kaki
- Tekstil dan pakaian jadi
- Furnitur
- Kulit dan barang dari kulit
Untuk sektor pariwisata, cakupan yang dimaksud mencakup usaha seperti hotel, restoran, kafe, biro perjalanan wisata, dan jenis usaha lainnya sesuai daftar 77 KLU tambahan dalam lampiran PMK 72/2025.
Durasi pemberian insentif ditetapkan berbeda untuk masing-masing sektor:
- Januari–Desember 2025: alas kaki; tekstil dan pakaian jadi; furnitur; kulit dan barang dari kulit
- Oktober–Desember 2025: sektor pariwisata
Dengan demikian, pelaku usaha di industri pariwisata berkesempatan menikmati fasilitas PPh 21 DTP pada tiga bulan terakhir tahun 2025.
FAQ Seputar Insentif dalam UU Kepariwisataan
1. Apa itu UU 18/2025 tentang Kepariwisataan?
UU 18/2025 adalah revisi ketiga atas UU Kepariwisataan yang mengatur berbagai pembaruan, termasuk pemberian insentif fiskal dan nonfiskal bagi pelaku usaha pariwisata.
2. Apa saja insentif pajak (insentif fiskal) untuk pengusaha pariwisata?
Insentif fiskal dapat berupa keringanan pajak daerah, pengurangan retribusi, hingga fasilitasi pembiayaan yang membantu menurunkan beban operasional dan investasi.
3. Apa yang termasuk insentif nonfiskal dalam UU Kepariwisataan?
Insentif nonfiskal mencakup penyederhanaan perizinan, kemudahan keimigrasian, penyediaan infrastruktur pendukung, promosi, dan akses terhadap sumber daya pariwisata.
4. Siapa yang berhak mendapatkan insentif pariwisata?
Pelaku usaha di bidang pariwisata yang memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan berpotensi mendapatkan insentif fiskal maupun nonfiskal.
5. Apa manfaat insentif ini bagi industri pariwisata?
Insentif membantu mengurangi beban biaya usaha, meningkatkan daya saing, serta mendukung pertumbuhan industri pariwisata secara lebih berkelanjutan.









