Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pada Januari 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penurunan signifikan dalam realisasi penerimaan pajak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini membawa implikasi serius terhadap stabilitas fiskal dan kelangsungan program-program pemerintah.
Faktor Penyebab Penurunan Penerimaan Pajak
1. Perlambatan Ekonomi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 melambat, dipicu oleh:
- Menurunnya konsumsi rumah tangga
- Lesunya investasi
- Penurunan permintaan global yang menekan ekspor
2. Kebijakan Insentif Pajak
Pemerintah menerapkan sejumlah insentif perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi, seperti:
- Pembebasan pajak untuk UMKM
- Pengurangan tarif PPh Badan
- Relaksasi pajak sektor tertentu
Namun, kebijakan ini turut menyebabkan kontraksi sementara dalam penerimaan pajak.
Baca juga: Resmi Disahkan, Ini Fokus dan Target APBN 2025
3. Menurunnya Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Jurnal Keuangan dan Fiskal (2024), tingkat kepatuhan masih menjadi tantangan utama. Banyak wajib pajak menunda pelaporan atau memanfaatkan celah hukum untuk mengurangi kewajiban pajaknya.
4. Fluktuasi Harga Komoditas
Sebagai negara yang mengandalkan ekspor komoditas, penurunan harga batu bara dan minyak sawit menjelang akhir 2024 berdampak pada turunnya kontribusi sektor pertambangan dan perkebunan dalam penerimaan pajak.
Data Penurunan Penerimaan Pajak
Menurut data Direktorat Jenderal Pajak (DJP):
- Penerimaan Januari 2025: Rp120 triliun
- Penerimaan Januari 2024: Rp146 triliun
- Penurunan: 18% secara tahunan (YoY)
Sektor terdampak paling besar:
- Industri manufaktur: turun 22%
- Perdagangan: turun 15%
“Penurunan ini terutama disebabkan oleh ketidakpastian global dan dampak relaksasi fiskal,” ujar Direktur Jenderal Pajak.
Ekonom UI, Dr. Budi Santoso: “Kondisi ini memperlihatkan urgensi untuk memperluas basis pajak dan memperbaiki kepatuhan jangka panjang.”
Survei Lembaga Riset Ekonomi Nasional juga mengungkap bahwa 65% perusahaan besar merasa terhambat oleh ketidakpastian kebijakan perpajakan, yang menyebabkan penundaan dalam pelaporan dan pembayaran pajak.
Baca juga: Mengenal SP2D, Fungsi, Mekanisme, dan Perannya dalam Perpajakan Pemerintah
Dampak terhadap APBN
1. Defisit Anggaran Membesar
Penurunan penerimaan memperlebar selisih antara pendapatan dan belanja negara, meningkatkan risiko defisit anggaran melebihi target.
2. Pemangkasan Belanja Publik
Sektor strategis seperti:
- Pendidikan
- Kesehatan
- Infrastruktur
berpotensi mengalami pengurangan anggaran, yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
3. Peningkatan Utang Negara
Untuk menutup defisit, pemerintah berisiko menambah utang baru, yang akan:
- Menambah beban bunga utang
- Menyempitkan ruang fiskal ke depan
4. Penurunan Kepercayaan Investor
Ketidakpastian fiskal dan prospek peningkatan utang dapat menekan nilai tukar rupiah, memicu inflasi, dan menurunkan daya beli masyarakat.
Baca juga: Dampak Kenaikan Rasio Utang Terhadap Perekonomian Nasional
Strategi Pemerintah untuk Mengatasi Penurunan
1. Optimalisasi Digitalisasi Perpajakan
- Penguatan e-faktur, e-bupot, e-Billing, dan pelaporan real-time
- Mendorong transparansi dan efisiensi pengawasan
2. Reformulasi Kebijakan Insentif
- Evaluasi insentif pajak agar lebih selektif dan berbasis kinerja
- Pengurangan insentif yang tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan
3. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
- Fokus pada penghindaran pajak dan pelaporan fiktif
- Penguatan sanksi untuk meningkatkan kepatuhan
4. Diversifikasi Sumber Pendapatan Negara
- Optimalisasi dividen BUMN
- Reformasi pengelolaan aset negara
- Pengembangan sumber pendapatan non-pajak
Kesimpulan
Penurunan tajam penerimaan pajak pada Januari 2025 menjadi sinyal peringatan bagi pengelolaan fiskal nasional. Faktor ekonomi makro, kebijakan fiskal yang longgar, dan kepatuhan wajib pajak yang rendah berkontribusi terhadap kontraksi penerimaan.
Dampaknya terhadap APBN cukup luas, mulai dari potensi defisit anggaran, pengurangan belanja publik, hingga meningkatnya tekanan terhadap nilai tukar dan utang negara.
Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah harus mengimplementasikan strategi berbasis teknologi, evaluasi insentif fiskal, dan penegakan hukum yang lebih tegas. Upaya ini penting demi menjaga ketahanan fiskal dan keberlanjutan program-program pembangunan nasional.









