Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam memerangi perubahan iklim dengan mendorong penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture and Utilization Storage (CCUS). Upaya ini sejalan dengan Net Zero Emission atau target nol emisi yang dicanangkan pada tahun 2060. Salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan daya tarik adalah pemberian insentif Carbon Tax dan Carbon Credit.
Carbon Tax atau pajak karbon adalah pajak yang diterapkan pada pembakaran bahan bakar berbasis karbon, seperti batubara, minyak, dan gas. Sedangkan Carbon Credit adalah sebuah izin yang dapat diperdagangkan untuk memberi kemungkinan perusahaan mengeluarkan sejumlah emisi karbon dalam proses industri. Konversi satu unit kredit setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida.
Penerapan CCS/CCUS amat krusial bagi keberlangsungan lingkungan hidup yang sehat di Indonesia. Khususnya pada daerah-daerah khusus industrial. CCS/CCUS merupakan teknologi yang mampu menangkap emisi karbon dioksida (CO2) dari berbagai sumber, seperti industri, pembangkit listrik, dan transportasi, kemudian menyimpannya di bawah tanah dengan aman. Menurut Roadmap International Energy Agency (IEA) untuk Net Zero Emission tahun 2050 di sektor energi, teknologi CCUS berpotensi memberikan kontribusi lebih dari 10% dari total pengurangan emisi global pada tahun 2050. Khusus wilayah Asia Tenggara, untuk mencapai tujuan Paris Agreement, kebutuhan CCS/CCUS di Asia Tenggara mencapai 35 juta Tco2 pada tahun 2030 dan lebih dari 200 juta Tco2 pada tahun 2050.
Baca juga: Dekarbonisasi Berikan Manfaat Ekonomi Indonesia Rp7.000 Triliun
Disamping insentif, untuk memberikan kepastian usaha, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kegiatan CCS/CCUS. Beleid tersebut mengatur aspek skenario bisnis, teknik, ekonomi, regulasi, serta diperkuat dengan disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan CCS di Indonesia, juga mencakup aturan untuk kegiatan eksplorasi dan operasi.
Studi tentang CCS/CCUS terus dijalankan bersama dengan pelaku industri di dalam atau luar negeri. Hal itu disebutkan oleh Kepala Balai Besar Pengujian Migas (Lemigas) Ariana Soemanto. Salah satunya adalah Lembaga Minyak dan Gas Bumi.
Peneliti Lemigas Dandan Damayandri mengatakan pemerintah kedepannya akan terus memberikan edukasi tentang perkembangan, regulasi, keekonomian implementasi CCS/CCUS kepada stakeholder. Penerapan CCS/CCUS di Indonesia akan dilakukan melalui 3 tahap, yaitu penerapan teknologi penangkapan CO2 dari sumbernya, teknologi transportasi CO2 dari sumber ke reservoir, dan teknologi injeksi dan pengawasan monitoring pasca injeksi CO2.
Adapun ketertarikan para stakeholder untuk dapat memanfaatkan teknologi pengurangan emisi melalui program CCS/CCUS sangat antusias, terlihat dari adanya kegiatan CCS/CUS pada hampir seluruh area migas di Indonesia.









