Dekarbonisasi merujuk pada upaya untuk mengurangi atau menghilangkan emisi gas rumah kaca berbasis karbon dioksida (CO2) ke atmosfer. Gas-gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam, berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Ada beberapa upaya dekarbonisasi yang melibatkan langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Beberapa upaya tersebut antara lain peningkatan efisiensi energi, transisi ke energi terbarukan, elektrifikasi, penyimpanan karbon, dan inovasi teknologi.
Pemerintah Indonesia juga menjadikan bahasan mengenai dekarbonisasi ini menjadi sebuah prioritas. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan imbauannya kepada semua pihak untuk memiliki kesadaran dalam menekan emisi karbon dalam menjalankan pembangunan agar terwujud pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam audiensi Asosiasi Ahli Emisi Karbon Indonesia atau Association of Carbon Emission Expert Indonesia (ACEXI), Moeldoko menyatakan dekarbonisasi menjadi peluang baru bagi Indonesia untuk membangun ekonomi hijau berkelanjutan dan menciptakan lapangan kerja baru. Mantan Panglima TNI itu pun mengutip laporan World Bank dengan judul Indonesia’s Low-Carbon Development Pathway yang terbit pada 2022 lalu. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa dekarbonisasi dapat menghasilkan manfaat ekonomi senilai Rp7.000 triliun bagi Indonesia pada 2060.
Baca juga: Penerapan Pajak Karbon Sebagai Upaya Pengendalian Iklim Global
Nominal manfaat ekonomi tersebut mencakup peningkatan pendapatan, penciptaan lapangan kerja baru, dan pengurangan biaya kesehatan. World Bank juga menyatakan dekarbonisasi di Indonesia sangat berpotensi menciptakan 11 juta lapangan kerja baru pada 2060 mendatang.
Moeldoko berharap ACEXI sebagai organisasi yang menaungi para pakar emisi karbon diharapkan bisa menjadi mitra strategis dan jembatan bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat, terutama bagi para pelaku ekonomi agar terlibat langsung dalam proses dekarbonisasi di Indonesia.
Pemerintah menegaskan, kebijakan dan orientasi pembangunan Indonesia berpijak kepada ekonomi hijau atau green economy. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pemulihan lahan yang rusak, pencegahan deforestasi, perbaikan pemetaan lahan, hingga percepatan pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Potensi kredit karbon yang cukup besar di Indonesia juga membuat pemerintah mengamanatkan untuk memaksimalkannya. Kantor Staf Presiden telah membentuk Tim Percepatan Implementasi Perdagangan Karbon untuk menindaklanjuti keinginan pemerintah tersebut.
Baca juga: Bursa Karbon Resmi Dibuka, Bagaimana Ketentuannya?
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah bekerja sama dengan perusahaan minyak dan gas asal Italia, ENI, untuk mempercepat program dekarbonisasi di Indonesia. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dan Chief Operating Officer (COO) Natural Resources ENI.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan, kerja sama ini merupakan salah satu upaya akselerasi untuk mengejar target Net Zero Emission (NZE) di Indonesia pada 2060 atau lebih cepat. Dalam MoU tersebut berisikan intensi Kementerian ESDM dengan ENI terkait pengembangan bio-feedstuck untuk memproduksi biofuels, nature-based and technology-based carbon offset serta inisiatif lainnya terkait transisi energi dan dekarbonisasi, termasuk dan tidak terbatas pada program Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage dan efisiensi energi.









