Pemerintah Berikan Insentif Bea Masuk Impor 0% Kendaraan Listrik

Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. PMK ini mengatur tentang insentif bea masuk 0% untuk impor Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dalam rangka mendorong percepatan transformasi ekonomi dan penggunaan energi hijau. 

Sri Mulyani menjelaskan, insentif bea masuk 0% ini berlaku untuk kendaraan listrik yang diimpor dalam keadaan utuh (Completely Built Up/CBU) dan dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knocked Down/CKD). 

Syarat Mendapatkan Insentif Bea Masuk 0% 

Untuk mendapatkan insentif bea masuk 0%, importir kendaraan listrik dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 

  • Memiliki persetujuan pemanfaatan insentif impor dan/atau penyerahan KBLBB dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 
  • Mencantumkan kode fasilitas 87 persetujuan insentif impor dan/atau penyerahan KBLBB pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas impor. 
  • Memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan dalam PMK 10/2024. 

Baca juga: Pemerintah Berikan Subsidi PPnBM Mobil Listrik dengan Harga Maksimal Rp500 Juta

Pemerintah menargetkan impor kendaraan listrik sebanyak 20.000 unit pada tahun 2024. Dengan insentif bea masuk 0%, diharapkan target ini dapat tercapai, mendorong percepatan transformasi ekonomi dan penggunaan energi hijau di Indonesia, serta dapat menarik minat importir dan meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik. 

Indonesia tercatat memberikan insentif fiskal yang terbilang besar untuk kendaraan listrik dibandingkan beberapa negara lain di dunia. Total insentif yang diberikan untuk mobil listrik mencapai sekitar 42% dari harga jual, terdiri dari insentif PPnBM (Pajak atas Penjualan Barang Mewah) sebesar 13%, pajak impor 3%, BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) sekitar 18%, serta PPN DTP sebesar 10%.  

Untuk motor listrik pun tak kalah menarik, insentif yang diberikan mencapai 46% dari harga jual, dengan rincian subsidi sekitar 28% (asumsi harga motor Rp25 juta) dan insentif BBNKB dan PKB sekitar 18%. Jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, dan Thailand, jumlah insentif yang diberikan Indonesia memang lebih tinggi. 

Namun, perlu dicatat bahwa kebijakan insentif perpajakan ini bukanlah satu-satunya faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan hilirisasi kendaraan listrik di Indonesia. Untuk mencapai hilirisasi yang menyeluruh, diperlukan dukungan dari berbagai aspek kebijakan lain, seperti regulasi yang mendukung, infrastruktur yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan inovasi teknologi yang berkelanjutan. Dengan adanya dukungan yang komprehensif dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan Indonesia dapat mewujudkan hilirisasi yang lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian nasional. 

Baca juga: Pemerintah Resmi Tanggung PPN Mobil dan Bus Listrik Tertentu

Hingga kini, selain pemberian insentif, Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong kebijakan hilirisasi sebagai strategi untuk mengakselerasi transformasi ekonomi dan memperkuat daya saing nasional. Salah satu komoditas strategis yang diandalkan untuk mencapai tujuan ini adalah nikel, yang merupakan komponen utama baterai dalam industri kendaraan listrik.  

Dukungan terhadap optimisme ini datang dari laporan Badan Energi Internasional (IEA) tahun 2022. IEA memprediksi bahwa pada tahun 2030, kendaraan listrik akan mendominasi pasar global dengan pangsa lebih dari 60% serta nikel sebagai komoditas strategis menjadi bahan baku utama dalam pembangunan kendaraan listrik.