Pedagang Kopi Jalanan Menjamur, Pemkab Kudus Bakal Kenakan Retribusi Daerah

Kedai kopi jalanan alias street coffee belakangan ini menjamur di berbagai daerah, tak terkecuali di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Melihat tren yang demikian, pemerintah daerah setempat pun bakal memungut retribusi daerah mulai November 2025. 

Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD) Kudus, Djati Solechah, menjelaskan bahwa kebijakan ini diberlakukan karena pedagang kopi memanfaatkan fasilitas umum berupa trotoar, yang termasuk dalam aset daerah. 

“Penerapan retribusi terhadap usaha street coffee akan dimulai pada November 2025 dan dibayarkan pada bulan berikutnya, yaitu awal Desember,” ujar Djati, dikutip Rabu (29/10/2025). 

Kebijakan ini mengacu pada Perda No. 4 Tahun 2023. Beleid tersebut mengatur bahwa pedagang yang menggunakan fasilitas publik atau fasilitas milik daerah untuk usaha dapat termasuk ke dalam kategori penggunaan fasilitas yang bisa dikenakan retribusi. 

Dalam konteks pedagang kopi jalanan di Kudus, retribusi ini menjadi bentuk kontribusi terhadap daerah karena mereka memanfaatkan fasilitas umum berupa trotoar atau area publik untuk menjalankan usaha. 

Sebagai informasi, retribusi daerah adalah pungutan yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada individu atau badan sebagai imbal balik atas layanan atau penggunaan fasilitas tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. 

Berbeda dengan pajak daerah yang bersifat umum dan tidak selalu memberikan imbalan langsung, retribusi hanya dikenakan jika seseorang atau badan menggunakan jasa atau fasilitas publik secara langsung

Baca Juga: Perbedaan Pajak Parkir dan Retribusi Parkir

Tarif Rp1.000 per Meter Persegi per Hari 

Menurut Djati, besaran retribusi yang akan dikenakan kepada pedagang street coffee ditetapkan sebesar Rp1.000 per meter persegi per hari. Jumlah ini dihitung berdasarkan luas lahan yang digunakan dan frekuensi berjualan dalam sebulan. 

“Petugas dari Dinas Perdagangan akan melakukan absensi setiap malam untuk mencatat pedagang yang beroperasi. Jadi, besarannya bisa berbeda antara satu pedagang dengan yang lain,” jelasnya. 

Retribusi ini tidak hanya bertujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga menjadi upaya penataan dan pengendalian jumlah pedagang kopi jalanan agar tetap tertib dan tidak mengganggu pejalan kaki. 

Skema Pembayaran dan Pengelolaan Parkir 

Untuk mekanisme pembayaran, petugas Dinas Perdagangan akan menagih retribusi secara rutin sesuai data absensi. Pedagang kemudian membayarkan retribusi tersebut melalui sistem yang ditetapkan pemerintah daerah. 

Sementara untuk urusan parkir, Djati menjelaskan bahwa hal ini diserahkan pada kesepakatan antara pedagang dan pemenang lelang parkir

“Selama ini, pedagang biasanya menanggung retribusi parkir dan membayarkannya langsung kepada pengelola. Jadi pelanggan tidak perlu membayar biaya parkir saat menikmati kopi di tepi jalan,” ungkapnya. 

Baca Juga: Kenali Ketentuan PBJT Jasa Parkir dan Bedanya Retribusi Parkir

Sudah Disosialisasikan ke Pelaku Usaha 

Sebelum aturan diterapkan, Dinas Perdagangan Kudus sudah melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha kopi jalanan. Dalam kegiatan yang digelar di aula dinas tersebut, pedagang diberikan pemahaman tentang mekanisme pembayaran retribusi, aturan penggunaan lahan publik, dan pentingnya menjaga ketertiban berjualan. 

“Fenomena street coffee ini sudah menjadi tren. Kami melihatnya sebagai potensi ekonomi yang perlu dikelola dengan baik, bukan untuk membatasi, tetapi agar semua berjalan teratur,” ujar Djati. 

Kebijakan retribusi ini diharapkan dapat meningkatkan PAD Kudus sekaligus menjadi langkah konkret untuk menata aktivitas ekonomi informal yang tumbuh pesat di ruang publik. 

Pemkab Kudus menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk membebani pedagang kecil, melainkan untuk menciptakan sistem yang lebih tertib, adil, dan berkelanjutan bagi semua pelaku usaha. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News