Debat keempat pasangan calon presiden dan wakil presiden telah selesai dilaksanakan. Pada debat kali ini, giliran calon wakil presiden yang beradu gagasan dalam forum. Topik debat calon wakil presiden kali ini ialah pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.
Dalam debat yang berlangusng di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta itu, terdapat pertanyaan mengenai strategi pasangan calon presiden-wakil presiden untuk mendorong pembangunan yang rendah emisi karbon. Pertanyaan itu merupakan hasil rumusan dari panelis yang ditujukan kepada calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
Gibran ditanyakan perihal kebijakan untuk mengarusutamakan pembangunan rendah karbon yang berkeadilan. Dalam jawabannya, calon wakil presiden nomor urut 2 tersebut menjelaskan berbagai upaya penurunan emisi karbon akan bersinggungan dengan beberapa masalah lain seperti pajak karbon, carbon storage, dan carbon capture. Dari ketiga aspek itu, agenda pembangunan akan diarahkan sejalan dengan transisi menuju energi hijau.
Mantan walikota Solo itu pun menilai Indonesia tidak boleh ketergantungan pada energi fosil, energi hijau yang berbasis bahan baku nabati seperti bioetanol, bioavtur, dan biodiesel harus terus didorong. Program B35 dan B40 menurut Gibran telah berhasil menurunkan nilai impor minyak Indonesia, meningkatkan nilai tambah produksi sawit dalam negeri, dan tentunya lebih ramah lingkungan. Dalam proses pembangunannya, pemenuhan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), analisis lingkungan dan sustainability report juga wajib dipenuhi. Selain itu, Gibran juga menilai setiap program pembangunan juga harus dipastikan tidak terjadi alih fungsi lahan yang merugikan pengusaha lokal, UMKM, dan masyarakat adat.
Baca juga: Penerapan Pajak Karbon Sebagai Upaya Pengendalian Iklim Global
Di sisi lain, calon wakil presiden Mahfud MD melihat Indonesia selama ini belum melakukan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Mahfud menanyakan terkait kebijakan insentif dan disinsentif ekonomi hijau seperti karbon, pajak limbah, dan sebagainya kepada Gibran.
Sementara itu, calon wakil presiden Muhaimin Iskandar menilai pajak karbon dapat menjadi salah satu instrumen yang penting dipersiapkan untuk mencapai transisi energi. Akan tetapi, komitmen tersebut hingga saat ini tidak dijalankan oleh pemerintah. Target energi baru dan terbarukan yang mestinya mencapai 23% pada 2025 juga diturunkan menjadi 17% dan implementasi pajak karbon juga tertunda dari 2022 ke 2025.
Mendapat pertanyaan dari kedua lawan debatnya, Gibran menyebutkan pemerintah saat ini telah memberikan berbagai insentif untuk mempercepat transisi energi. Insentif pun telah disiapkan untuk investor yang menanamkan modal pada proyek energi ramah lingkungan seperti tax allowance dan tax holiday.
International Monetary Fund (IMF) Fiscal Monitor menilai bahwa pemberlakuan pajak karbon bisa meningkatkan pendapatan fiskal, khususnya di negara-negara yang menghasilkan emisi karbon yang cukup tinggi. Di regional Asia Pasifik, pemberlakuan pajak karbon dapat mendorong pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) hingga 1%-2%. IMF juga mencatat penerapan pajak karbon di lima negara Asia dengan skala ekonomi yang tinggi dapat mendorong pertumbuhan PDB berkisar 1,4%-2,4%. IMF menggunakan tiga asumsi tarif pajak dalam perhitungannya, yaitu US$25 per ton, US$50 per ton, dan US$75 per ton. Dampak terhadap PDB juga akan berbeda bergantung dari tarif pajak yang diberlakukan.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pajak Karbon Mampu Hijaukan Investasi









