Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa implementasi pajak karbon akan berdampak positif terhadap kinerja investasi secara lebih menyeluruh.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan pajak karbon untuk mendukung pertumbuhan perekonomian yang lebih berkelanjutan. Dengan adanya kebijakan ini, tentu seluruh investasi diharapkan dapat menjadi lebih ramah lingkungan.
Pajak karbon sendiri merupakan sebuah instrumen fiskal yang tidak hanya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga membuat seluruh investasi di Indonesia menjadi berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan.
Pertemuan Sri Mulyani dengan Presiden World Resources Institute (WRI) Aniruddha (Ani) Dasgupta di Kantor Kementerian Keuangan RI telah membuahkan pembicaraan terkait pajak karbon. Keduanya membahas terkait penanganan perubahan iklim, khususnya di Indonesia.
Baca juga Awal Februari, DJP Catat 2,3 Juta SPT Tahunan Terlapor
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 telah dijelaskan aturan pengenaan pajak karbon di Indonesia yaitu pemungutan pajak karbon akan menggunakan mekanisme cap and trade.
Dengan mekanisme tersebut, pemerintah akan menetapkan cap emisi suatu sektor, sehingga pajak yang dibayarkan hanya selisih antara cap dengan karbon yang dihasilkan. Selain itu, terdapat skema perdagangan karbon atau kegiatan jual-beli kredit karbon.
Sebagai langkah awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara. Jenis pajak ini mulanya direncanakan berlaku pada 1 April 2022, tetapi belum terimplementasi hingga saat ini. Sri Mulyani menyebutkan pula bahwa penerapan pajak karbon menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Pajak karbon diharapkan dapat mendukung penurunan emisi karbon hingga 31,89% dengan kemampuan sendiri. Angka ini lebih tinggi dari target awal yaitu 29%. Dari sisi fiskal, dijelaskan pula APBN difokuskan untuk mendorong penanganan perubahan iklim. Seperti melalui kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging) pada pemerintah daerah dan pusat.
Baca juga Mekanisme & Perhitungan Pajak atas Persewaan Tanah dan Bangunan
Sepanjang 2016 hingga 2021, terdapat akumulasi dana yang dialokasikan untuk penanganan perubahan iklim yang mencapai US$34 Miliar atau sekitar Rp502 Triliun. Dalam pertemuan dengan Ani, Sri Mulyani pun menekankan bahwa kerja sama internasional sangatlah penting dalam penanganan perubahan iklim.
Melalui kegiatan Presidensi G-20 pada 2022 dan keteASEAN pada 2023, Sri Mulyani mengatakan Indonesia pun terus mendorong keuangan berkelanjutan dan transisi hijau. Kementerian Keuangan akan terus hadir untuk mendorong dan mengakselerasi seluruh upaya penanganan perubahan iklim, karena hal ini merupakan sebuah tantangan yang amat nyata.









