Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan. Sumber daya alam yang pada umumnya dimanfaatkan seperti pasir, batu, tanah liat, batubara, logam, emas dan lain sebagainya.
Potensi tersebut digunakan sebagai bahan pembangunan, aksesoris, perhiasan serta keperluan lainnya. Siapa yang menyangka jika hasil alam tersebut dapat mendatangkan omset dan devisa negara. Banyak masyarakat yang beralih menjadi seorang pengusaha terutama pengusaha emas dan perak, lantaran omset atas penghasilan tersebut yang sangat menjanjikan di masa depan. Lantas, bagaimana perpajakan pengusaha emas dan perak?
Kewajiban Perpajakan Pengusaha Emas dan Perak
Sebelum membahas terkait pajak atas profesi pengusaha emas dan perak, sedikit menyinggung terkait objek emas dan perak. Berdasarkan ketentuan PPN dan PPnBM emas merupakan objek yang dikecualikan atau negative list barang tertentu yang tidak dikenakan pajak. Begitupula dengan perak.
Dalam hal lain emas dan perak akan menjadi objek PPN apabila emas dan perak tersebut dirubah wujud menjadi perhiasan maka, atas perhiasan tersebut terutang PPN. Hal tersebut telah diatur dengan PMK No.30/PMK.03/2014. Bagi seorang profesi pengusaha emas dan perak selain menjalankan kewajiban pajak penghasilan juga diwajibkan menjalankan kewajiban pajak pertambahan nilai.
Kewajiban perpajakan atas profesi pengusaha emas dan perak meliputi memiliki NPWP, menghitung pajak terutang, menyetorkan pajak terutang dan melaporkan pajak yang telah dibayar dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Lantas, bagaimana perhitungan pajak atas penghasilan pengusaha emas dan perak?
Perhitungan Pajak Pengusaha Emas dan Perak
Perhitungan pajak seorang pengusaha wajib pajak dilasifikasikan menjadi beberapa kondisi. Pertama, jika pengusaha tersebut memiliki omset atau peredaran usaha kurang dari Rp4,8 miliar memilih menggunakan PP 23/2018 atau tarif umum pasal 17. Kedua, jika pengusaha tersebut telah menjadi badan usaha dan bukan lagi sebagai usaha milik orang pribadi pengusaha dengan omset di atas Rp4,8 miliar menggunakan ketentuan pasal 31E UU PPh atau tarif tunggal badan.
-
PPh Jika Omset Pengusaha Kurang Dari 4,8 Miliar Setahun
Contoh:
Ibu Citra merupakan seorang pengusaha muda yang menjalankan bisnis di sektor perhiasan emas dan perak. Ibu Citra belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Selama tahun 2022 peredaran usaha Ibu Citra adalah sebagai berikut:
|
Bulan |
Peredaran Usaha |
|
Jan |
Rp 20.000.000 |
|
Feb |
Rp 15.000.000 |
|
Mar |
Rp 15.000.000 |
|
Apr |
Rp 35.000.000 |
|
Mei |
Rp 50.000.000 |
|
Jun |
Rp 33.000.000 |
|
Jul |
Rp 55.000.000 |
|
Agu |
Rp 22.000.000 |
|
Sep |
Rp 25.000.000 |
|
Okt |
Rp 39.000.000 |
|
Nov |
Rp 42.000.000 |
|
Des |
Rp 46.000.000 |
|
Jumlah |
Rp 397.000.000 |
Bagaimana perpajakan Ibu Citra jika Ibu Citra memilih menggunakan PP 23 tahun 2018 atau memilih menggunakan perhitungan normal tarif pasal 17 dengan fasilitas pasal 31E.
-
Menggunakan PP 23 Tahun 2018
Jika Ibu Citra memilih menggunakan PP 23 tahun 2018, maka pajak yang terutang bersifat final dengan tarif 0,5% dari peredaran usaha.
|
Bulan |
Peredaran Usaha |
PP 23 tahun 2018 |
|
Jan |
Rp 20.000.000 |
Rp 100.000 |
|
Feb |
Rp 15.000.000 |
Rp 75.000 |
|
Mar |
Rp 15.000.000 |
Rp 75.000 |
|
Apr |
Rp 35.000.000 |
Rp 175.000 |
|
Mei |
Rp 50.000.000 |
Rp 250.000 |
|
Jun |
Rp 33.000.000 |
Rp 165.000 |
|
Jul |
Rp 55.000.000 |
Rp 275.000 |
|
Agu |
Rp 22.000.000 |
Rp 110.000 |
|
Sep |
Rp 25.000.000 |
Rp 125.000 |
|
Okt |
Rp 39.000.000 |
Rp 195.000 |
|
Nov |
Rp 42.000.000 |
Rp 210.000 |
|
Des |
Rp 46.000.000 |
Rp 230.000 |
|
Jumlah |
Rp 397.000.000 |
Rp 1.985.000 |
Sehingga, pajak terutang atas profesi Ibu Citra jika menggunakan perhitungan PP 23 tahun 2018 sebesar Rp 1.985.000.
Baca juga: Pajak Profesi: Pajak Atas Penghasilan Programmer
-
Memilih Menggunakan Perhitungan Umum Pasal 17 UU PPh
Wajib pajak dengan peredaran usaha selama setahun kurang dari Rp4,8 miliar dapat juga memilih menggunakan tarif umum selain menggunakan PP 23 tahun 2018 yang bersifat final.
Contoh:
Dengan kasus sama sama Ibu Citra, berikut merupakan rincian peredaran usaha selama setahun. Total biaya yang dikeluarkan oleh Ibu Citra sehubungan dengan 3M (Mendapatkan, Menagih, Memelihara) penghasilan sebesar Rp 150.000.000
|
Bulan |
Peredaran Usaha |
|
Jan |
Rp 20.000.000 |
|
Feb |
Rp 15.000.000 |
|
Mar |
Rp 15.000.000 |
|
Apr |
Rp 35.000.000 |
|
Mei |
Rp 50.000.000 |
|
Jun |
Rp 33.000.000 |
|
Jul |
Rp 55.000.000 |
|
Agu |
Rp 22.000.000 |
|
Sep |
Rp 25.000.000 |
|
Okt |
Rp 39.000.000 |
|
Nov |
Rp 42.000.000 |
|
Des |
Rp 46.000.000 |
|
Jumlah |
Rp 397.000.000 |
Perhitungan tarif pasal 17
Total peredaran usaha = Rp 397.000.000
Biaya = Rp 150.000.000
Penghasilan neto = Rp 247.000.000
PTKP = Rp 54.000.000
PKP = Rp 193.000.000
Baca juga: Pajak Profesi: Kepala Daerah, Apakah Juga Dipotong Pajak?
Pajak terutang sesuai dengan lapisan tarif setelah UU HPP:
|
Lapisan |
Rentang |
Tarif |
|
1 |
0 s/d Rp60 juta |
5% |
|
2 |
>Rp60 juta s/d Rp250 juta |
15% |
|
3 |
>Rp250 juta s/d Rp500 juta |
25% |
|
4 |
>Rp500 juta s/d Rp5 miliar |
30% |
|
5 |
>Rp5 miliar |
35% |
Tarif pasal 17
Lapisan 1 = Rp 60.000.000 x 5% = Rp 3.000.000
Lapisan 2 = Rp 133.000.000 x 15% = Rp 19.950.000
Total = Rp 22.950.000
Perbedaan perpajakan jika memilih menggunakan perhitungan PP 23 tahun 2018 atau tarif umum pasal 17 yakni jika menggunakan PP 23 tahun 2018 wajib pajak lebih dimudahkan dalam perhitungan perpajakannya karena bersifat final dan pajak terutang didapat dari tarif 0,5% dikali dengan peredaran usaha.
Namun, dalam hal wajib pajak menderita kerugian tidak dapat dikompensasikan, karena dalam perhitungan PP 23 tahun 2018 yang menjadi DPP iyalah peredaran usaha setiap bulannya.
Sedangkan, jika menggunakan tarif umum pasal 17 biaya yang dikeluarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang dan dalam hal wajib pajak mengalami kerugian dapat dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya.
Dengan catatan apabila wajib pajak telah memilih menggunakan perhitungan tarif umum tidak dapat kembali menggunakan perhitungan PP 23 tahun 2018 sedangkan, jika pada awalnya wajib pajak menggunakan PP 23 tahun 2018 dapat menggunakan perhitungan tarif umum pasal 17. Hal ini sejalan dengan prinsip akuntansi dan perpajakan yaitu konsistensi.
-
Pengusaha Telah Menjadi Badan Usaha dan Bukan Lagi Sebagai Usaha Milik Orang Pribadi
Jika usaha yang dirintis tersebut diputuskan untuk menjadi badan usaha maka perhitungan pajaknya menggunakan perhitungan pasal 31E UU PPh. Bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto setahun sampai dengan Rp50 miliar dapat menggunakan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum.
Sebagai contoh:
PT Surya Cemerlang merupakan badan usaha yang dimiliki oleh seorang pengusaha emas dan perak di daerah Jakarta yang bernama Tuan Surya. Selama tahun 2022 diketahui laporan keuangan dari PT Surya Cemerlang.
|
Penjualan |
Rp 3.000.000.000 |
|
HPP |
Rp 2.000.000.000 |
|
Biaya Usaha |
Rp 500.000.000 |
|
Penghasilan Neto |
Rp 500.000.000 |
Dikarenakan, peredaran usaha kurang dari 4,8M PT Surya Cemerlang tetap dapat menggunakan fasilitas 31E maka, perhitungan pajak terutang sebagai berikut
Penghasilan Neto = Rp 500.000.000
Pajak terutang = Rp 500.000.000 x (22% x 50%)
= Rp 55.000.000
Sehingga, pajak terutang Tuan Surya atas badan usaha PT Surya Cemerlang di tahun 2022 sebesar Rp 55.000.000.
Dengan demikian kewajiban perpajakan tetap melekat pada subjek ataupun objeknya. Bagi pengusaha yang telah berkewajiban sebagai wajib pajak, wajib menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.









