Pahami PPN PMSE: Definisi, Ketentuan, Hingga Mekanisme PPN Terutang

Ditjen Pajak menerbitkan sejumlah perusahaan sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Jumlah perusahaan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pemungut PPN PMSE selalu bertambah. Sampai saat ini, penunjukan perusahaan pemungut PPN PMSE atas produk dan layanan digital luar negeri yang dijual pada konsumen di Indonesia sudah memasuki gelombang 17.

Melalui Siaran Pers DJP Nomor SP-12/2022 yang diumumkan, terdapat penunjukan empat perusahaan pemungut PPN PMSE terbaru hingga sampai saat ini sudah mencapai 98 perusahaan. Kemudian, bagaimanakah ketentuan dan cara input data dokumen lain dari transaksi PMSE ini?

Berikut ulasan terkait PPN PMSE terbaru beserta cara input data dokumen lain dari transaksi PMSE.

Definisi PMSE

Kini, seluruh kegiatan dapat dilakukan secara online di mana saja tanpa lintas batas. Namun, bukan berarti produk digital dapat terhindar dari pajak. Pada banyak negara khususnya Indonesia, telah diberlakukan PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

PMSE ialah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan mekanisme elektronik. Adapun PPN PMSE dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Dengan Sistem Elektronik.

Pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, baik dari luar ataupun dalam negeri yang telah mencapai nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam 12 bulan akan dikenakan PPN sebesar 10%.

Sejak 1 Juli 2020, telah diinformasikan bahwa produk digital yang berasal dari luar negeri telah diputuskan akan terkena PPN sebesar 10%. Aturan ini pun dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 yang berisikan tata cara penunjukan pemungut, penyetoran, pemungutan, dan pelaporan PPN atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar dan Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE.

Hal ini merupakan aturan turunan untuk menjalankan Pasal 6 ayat 13a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 Di dalamnya dijelaskan, hal ini merupakan bentuk kesetaraan atau perlakuan yang sama pada seluruh Wajib Pajak (WP), baik Wajib Pajak Dalam Negeri ataupun Wajib Pajak Luar Negeri yang kedepannya berguna untuk menjaga iklim persaingan usaha yang sehat.

Berdasarkan ketentuan dasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dalam aturan ini, dijelaskan PMSE merupakan sebuah perdagangan yang proses transaksinya dilakukan menggunakan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Berikut penjelasan umum mengenai produk digital terkait PPN PMSE.

Baca juga: Mengenal Perbedaan PU PMSE dan BUT dalam Pajak Digital Indonesia

Produk dan Jasa Digital

Produk digital merupakan barang tidak berwujud berbentuk informasi elektronik atau digital terdiri dari barang hasil konversi atau pengalihwujudan ataupun barang yang secara original berbentuk elektronik, tidak terbatas pada multimedia, piranti lunak, atau data elektronik.

Sedangkan Jasa Digital ialah jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis atau melibatkan sedikit campur tangan manusia, serta tidak mungkin untuk memastikannya tanpa ada teknologi informasi, termasuk tidak terbatas pada pelayanan jasa berbasis piranti lunak.

Jenis Produk dan Jasa Digital

Jenis produk dan jasa digital luar negeri yang terkena PPN sesuai PMK 48/2020 di antaranya ialah langganan streaming film, streaming music, aplikasi dan games digital, dan jasa online.

Produk-produk digital luar negeri diperlakukan sesuai dengan produk dan jasa konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang terkena PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Pihak Pelaku PPN PMSE

Penyelenggara PMSE sering disebut sebagai pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang berguna sebagai transaksi perdagangan.

Sesuai Pasal 3 PP 28/2019, pihak yang dimaksudkan sebagai perlaku perdagangan sistem elektronik ialah pelaku usaha, konsumen, pribadi, dan instansi penyelenggara negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang selanjutnya disebut para pihak.

PMSE dianggap pula sebagai hubungan hukum privat yang dapat dilakukan oleh antar pelaku usaha, pelaku usaha dengan konsumen, antar pelaku pribadi, serta instansi penyelenggara negara dengan pelaku usaha. Seluruhnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan, pelaku usaha yang termasuk dalam PPN PMSE ialah pelaku usaha perdagangan, PPMSE, dan penyelenggara sarana perantara. Pelaku usaha ini seluruhnya berlaku dalam negeri dan/atau luar negeri.

Sesuai peraturan ini, berarti tidak ada perbedaan perlakuan atas kewajiban perpajakan dari perdagangan melalui sistem elektronik antara pelaku usaha di luar negeri dengan dalam negeri.

Baca juga: Ketahui Perbedaan PSE dan PMSE

Ketentuan Pelaku Usaha PPN PMSE Luar Negeri

Sesuai pada Pasal 7 ayat 1 PP No. 80 Tahun 2019, pelaku usaha PMSE luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran kepada konsumen di Indonesia, dapat dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik atau ditetapkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) apabila telah memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria untuk menetapkan PMSE sebagai BUT yaitu jumlah paket pengiriman, jumlah transaksi, nilai transaksi, dan jumlah traffic atau pengakses.

Syarat Perdagangan Menggunakan Sistem Elektronik

Berikut persyaratan umum dalam PMSE diantaranya ialah:

  1. Pihak PMSE harus memiliki, mencantumkan, atau menyampaikan identitas subjek hukum yang jelas dan lengkap
  2. Bagi PMSE yang memiliki sifat lintas negara, diwajibkan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait ekspor atau impor dan peraturan perundang-undangan pada transaksi elektronik dan bidang informasi
  3. Penetapan security clearance bago Pihak yang melakukan PMSE barang dan jasa dan berdampak pada kerentanan keamanan nasional
  4. Kewajiban untuk menggunakan sistem elektronik yang memiliki sertifikat kelayakan sistem elektronik bagi PPMSE dalam atau luar negeri.

Kewajiban Perpajakan Pelaku Usaha PMSE

Sama halnya dengan kegiatan perdagangan atas transaksi BKP atau JKP umumnya dilakukan secara konvensional. Kegiatan perdagangan menggunakan sistem elektronik ini akan dikenakan PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Ketentuan Pemungutan PMSE

Pemungut PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik harus memiliki bukti pungut PPN. Sama dengan pemotongan PPN umumnya, bukti pungut ini berupa Faktur Pajak elektronik untuk PPMSE dalam negeri.

Sementara itu, bagi PPMSE luar negeri dapat memperoleh bukti pungut PPN berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis.

Mekanisme PPN Terutang dan Pengkreditan PPN dari PMSE

PPN atas PMSE diklaim sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pajak Masukan dari produk digital luar negeri ini dapat dikreditkan.

Berikut tata cara mengkreditkan Pajak Masukan dari PMSE ialah:

  1. Bukti pungut wajib mencantumkan informasi pembeli yaitu Nama dan NPWP
  2. Pajak Masukan tetap dikreditkan mesku bukti pungut hanya mencantumkan alamat email pembeli yang terdaftar sebagai alamat email PKP
  3. Atau dokumen menunjukkan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat email pembeli

Seiring pembaruan sistem, Ditjen Pajak mewajibkan pengguna e-Faktur melakukan pembaharuan e-Faktur 3.0.

Artinya, Wajib Pajak (WP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus menginstall dan download patch terbaru e-Faktur 3.0 pada perangkat komputer agar dapat menggunakan aplikasi. Bagi pengguna e-Faktur Client Desktop DJP tetap harus berpindah ke aplikasi e-Faktur 3.0 Web Based DJP di web-efaktur.pajak.go.id ketika ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPN PPMSE

Sama halnya pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PMSE wajib menyetorkan dan melaporkan PPN PMSE. Penyetoran PPN yang dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya.

Kemudian, pelaporan PPN yang telah dipungut dan dibayarkan dilakukan secara triwulanan. Paling lama ialah akhir bulan berikutnya setelah periode triwulanan berakhir ketika ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPN PPMSE

Sama halnya pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PMSE wajib menyetorkan dan melaporkan PPN PMSE. Penyetoran PPN yang dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya.

Kemudian, pelaporan PPN yang telah dipungut dan dibayarkan dilakukan secara triwulanan. Paling lama ialah akhir bulan berikutnya setelah periode triwulanan berakhir.

Baca juga: Peran PMSE Bagi Penerimaan Pajak di Indonesia

Pembaruan Ketentuan PPN PMSE Berdasarkan PMK 81/2024 dan PMK 11/2025

Seiring dengan dinamika regulasi perpajakan digital di Indonesia, pemerintah menerbitkan ketentuan terbaru terkait mekanisme pelaporan dan pengenaan PPN PMSE. Dua peraturan yang menjadi tonggak penting dalam perubahan ini adalah PMK Nomor 81 Tahun 2024 dan PMK Nomor 11 Tahun 2025.

1. Perubahan Terminologi dan Penunjukan Pemungut

PMK 81/2024 mengubah istilah “Pemungut PPN PMSE” menjadi “Pihak Lain”, yaitu pelaku usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Pihak Lain kini diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menggantikan bentuk nomor identitas sebelumnya yang hanya berupa Surat Keterangan Terdaftar dan Kartu Nomor Identitas Perpajakan (berdasarkan PER-12/PJ/2020). Hal ini mencerminkan penguatan posisi administratif pelaku usaha digital dalam ekosistem perpajakan Indonesia.

2. Perubahan Ketentuan Pelaporan dan Penyetoran PPN

PMK 81/2024 juga mengubah skema pelaporan PPN PMSE dari yang semula dilakukan setiap triwulan (berdasarkan PMK 60/2022) menjadi bulanan. Pihak Lain diwajibkan melaporkan PPN yang dipungut dan disetor setiap Masa Pajak, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan melalui SPT Masa PPN.

3. Ketentuan Penggunaan Mata Uang

Dalam PMK 81/2024, pelaku usaha digital yang berdomisili di luar daerah pabean diperbolehkan melakukan penyetoran PPN dalam dua mata uang: Rupiah (menggunakan kurs pajak) atau Dolar AS. Sebelumnya, PMK 60/2022 mengizinkan penggunaan tiga mata uang: Rupiah, Dolar AS, atau mata uang asing lain yang ditetapkan oleh DJP. Sementara itu, pelaku usaha dalam negeri wajib melakukan penyetoran menggunakan mata uang Rupiah.

4. Penyesuaian Tarif Efektif PPN (12%) dalam PMK 11/2025

Mulai 1 Januari 2025, tarif PPN nasional ditetapkan sebesar 12% sesuai amanat Undang-Undang HPP. Namun, untuk menjaga agar beban pajak tidak melonjak secara drastis, PMK Nomor 11 Tahun 2025 mengatur bahwa penghitungan PPN pada objek tertentu dilakukan dengan rumus penyesuaian 12% × 11/12 × DPP. Ketentuan ini merupakan respons atas perlunya harmonisasi sistem nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yang sebelumnya tersebar di beberapa regulasi.

Penutup

Dengan diberlakukannya PMK 81/2024 dan PMK 11/2025, sistem pemungutan dan pelaporan PPN PMSE mengalami penyempurnaan, tidak hanya dalam aspek administratif, tetapi juga dalam memperkuat kepatuhan dan efisiensi perpajakan digital di Indonesia. Perubahan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang setara dan adaptif terhadap dinamika ekonomi digital lintas batas.

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News