Menko Airlangga Wanti-Wanti UMKM agar Tak “Arisan Faktur” demi PPh Final 0,5%

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengingatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar tidak memanfaatkan celah pajak melalui praktik yang dikenal dengan istilah “arisan faktur”.  

Peringatan tersebut disampaikan menyusul masih adanya pelaku usaha yang berupaya mempertahankan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5% dengan cara-cara yang tidak sesuai aturan, seperti memecah usaha atau menukar faktur penjualan dengan pelaku usaha lain. 

“Pajaknya tetap final 0,5%, tapi jangan buka toko baru ketika omzetnya sudah Rp5 miliar lalu diturunkan ke toko tetangga dan saling tukar faktur,” ujar Airlangga, dikutip Jumat (10/10/2025). 

Sebagaimana diketahui, PP No. 55 Tahun 2022 menegaskan bahwa wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun berhak mendapatkan tarif PPh final 0,5%.  

Skema ini dapat dimanfaatkan selama tujuh tahun pajak sejak wajib pajak terdaftar. Jika UMKM sudah menggunakan fasilitas ini sejak 2018 (berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018), masa pemanfaatannya sebenarnya berakhir pada 2024.  

Namun, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang hingga 2029, agar pelaku UMKM tetap bisa memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 

Baca Juga: PPh Final 0,5% UMKM WP Pribadi Diperpanjang hingga 2029

Apa Itu Arisan Faktur? 

Istilah arisan faktur mengacu pada praktik tukar-menukar faktur pajak antartoko atau pelaku usaha untuk menurunkan nilai omzet yang dilaporkan. Tujuannya agar bisnis tetap terlihat memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, sehingga masih berhak menikmati tarif PPh final 0,5% yang diberikan kepada UMKM. 

Airlangga menjelaskan bahwa praktik seperti ini banyak terjadi di pasar tradisional maupun pusat grosir. Pelaku usaha yang omzetnya sudah melebihi batas ketentuan sering kali memecah usahanya menjadi beberapa unit kecil atau mengalihkan penjualan ke toko lain agar tetap memenuhi syarat tarif pajak rendah. 

“Kami sudah agak paham bagaimana di pasar itu berlaku ‘arisan faktur’,” ujarnya. 

Menurut Airlangga, praktik tersebut termasuk bentuk penghindaran pajak yang dapat merugikan negara. Tindakan semacam ini dapat merugikan negara karena menurunkan potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan. 

Memahami Konsep Tukar Faktur 

Untuk memahami kenapa “arisan faktur dianggap sebagai pelanggaran, penting untuk mengetahui konsep tukar faktur dalam dunia perpajakan yang sebenarnya sah dan diatur secara resmi. 

Tukar faktur, atau yang dikenal juga sebagai faktur pajak masukan dan keluaran (FPMK), adalah sistem pelaporan pajak yang digunakan untuk menjaga transparansi dan akurasi data transaksi antara pemasok (penjual) dan pembeli. 

Setiap kali terjadi transaksi, pemasok menerbitkan faktur pajak yang mencantumkan informasi penting seperti: 

  • Nilai transaksi, 
  • Jumlah pajak yang terutang, dan 
  • Nomor identifikasi pajak (NPWP). 

Informasi ini kemudian digunakan oleh kedua pihak untuk dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem e-Faktur. Dengan mekanisme ini, otoritas pajak dapat memastikan bahwa setiap transaksi benar-benar terjadi dan pajak yang terutang sudah disetorkan sesuai ketentuan. 

Baca Juga: Faktur Pajak: Jenis, Fungsi dan Solusi

Tujuan dan Manfaat Tukar Faktur 

Sistem tukar faktur resmi memiliki beberapa tujuan penting, di antaranya: 

  • Mengurangi kesalahan pelaporan, karena data transaksi dapat diverifikasi oleh kedua pihak. 
  • Meningkatkan kepatuhan pajak, sebab semua transaksi tercatat dan bisa diaudit. 
  • Mendorong transparansi usaha, khususnya bagi pelaku UMKM yang ingin membangun reputasi bisnis yang kredibel. 

Dengan kata lain, tukar faktur sebenarnya merupakan sistem pendukung kepatuhan pajak, bukan alat untuk menghindarinya. Ketika sistem ini disalahgunakan menjadi “arisan faktur, maknanya berubah menjadi praktik manipulasi data yang bisa berujung pada sanksi. 

Dorongan untuk Patuh Pajak 

Lebih lanjut, Airlangga kembali mengingatkan bahwa tujuan utama perpanjangan tarif pajak rendah adalah mendukung pertumbuhan usaha kecil, bukan memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk memanipulasi data penjualan. 

“Kebijakan PPh final 0,5% dibuat untuk membantu usaha kecil berkembang, bukan untuk dimanipulasi,” ujarnya. 

Pemerintah mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan fasilitas pajak ini dengan jujur dan bertanggung jawab, serta memahami bahwa kepatuhan pajak adalah bagian penting dari kontribusi terhadap pembangunan nasional. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News