Mengenal Tax Compliance

Negara yang menganut self assesment system sangat mementingkan kepatuhan wajib pajaknya. Kepatuhan pajak menjadi suatu indikator terpenting dalam hal penerimaan dan pelaksanaan kewajiban perpajakan, sebab dalam self assesment system, pemerintah atau otoritas pajak memberikan wewenang serta kepercayaan kepada para wajib pajak dalam kegiatan menghitung, menyetor, serta melaporkan sendiri kewajiban perpajakan yang terutang.

Oleh karena itu, kesadaran wajib pajak untuk melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan menjadi suatu indikator keberhasilan dalam sistem perpajakan. Meskipun, pemerintah telah memberikan kepercayaannya pada wajib pajak, pemerintah juga tetap melakukan pengawasan serta selalu berupaya meningkatkan kepatuhan pajak. Lalu, tahukah Anda apa itu Tax Compliance (kepatuhan pajak)? Apa saja jenisnya dan apa saja faktor yang mempengaruhi tax compliance? Mari, kita simak pada pembahasan berikut ini!

 

Definisi Tax Compliance

Kepatuhan pajak menjadi persoalan yang sangat umum dihadapi oleh otoritas pajak di Indonesia bahkan di setiap negara di dunia. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak juga telah lama menjadi perhatian otoritas pajak. Perlu diketahui, bahwa kepatuhan pajak didefinisikan sebagai kemauan dari wajib pajak untuk dapat tunduk dan patuh terhadap regulasi maupun ketentuan perpajakan yang berlaku pada suatu negara. 

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Autralia, dan Kanada biasanya kepatuhan pajak mengacu pada kemampuan serta kemauan wajib pajak untuk tunduk terhadap regulasi perpajakan. Selain itu, juga melaporkan penghasilan dengan benar dan membayar pajak yang terutang dengan benar dan tepat waktu.

Pengertian lain terkait tax compliance yakni merujuk pada IBFD International Tax Glosary, Tax Compliance atau kepatuhan pajak merupakan tindakan yang bersifat prosedural dan administratif yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban wajib pajak yang didasarkan pada aturan pajak yang berlaku. 

 

Jenis Kepatuhan Pajak

Secara umum kepatuhan pajak dibedakan menjadi 2 jenis, sebagai berikut: 

  • Kepatuhan Secara Administratif atau Formal

Kepatuhan dalam hal ini tentang sejauh mana wajib pajak patuh terhadap persyaratan prosedural serta administrasi perpajakan. Termasuk pula mengenai syarat bagaimana pelaporan serta jangka waktu untuk menyampaikan dan membayar pajak. 

  • Kepatuhan Secara Teknis atau Materiil

Kepatuhan yang dimaksud dalam hal ini mengacu pada perhitungan jumlah beban pajak secara benar dan tepat. Tak hanya itu, kepatuhan pajak materiil juga bsa didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika wajib pajak memenuhi ketentuan materiil perpajakan, yang sesuai dengan isi dari ketentuan Undang-Undang perpajakan. 

Baca juga Mengenal Perpajakan JKK, JKm, dan JHT

 

Indikator Dalam Tax Compliance

Kepatuhan pajak atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tax Compliance menjadi hal terpenting dalam hal keberhasilan sistem pajak dalam suatu negara baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Jika kepatuhan ini tidak ditanamkan sejak awal dalam diri wajib pajak akan menimbulkan keinginan yang mengarah ke hal negatif seperti keinginan melakukan tindakan penghindaran, penggelapan, penyelundupan, pengelakan dalam membayar pajak dan tindakan pelanggaran lainnya. Tentu saja hal tersebut berdampak negatif, sebab akan mengakibatkan penerimaan negara dari sektor pajak akan berkurang. 

Perlu dipahami, kepatuhan tersebut bisa diidentifikasi berdasarkan empat indikator. Pertama, kepatuhan dari seseorang dalam rangka mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak. Kedua, kepatuhan terhadap kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara benar, lengkap dan jelas. Ketiga, kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh dan yang keempat yakni kepatuhan wajib pajak dalam rangka pembayaran tunggakan pajak melalui Surat Tagihan Pajak (STP) maupun Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebelum jatuh tempo pembayaran tersebut. 

 

Faktor Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Dalam Tax Compliance

Secara garis besar, berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku wajib pajak: 

  • Upaya Pencegahan (Deterrence

Contohnya seperti intensitas pemeriksaan pajak, risiko terdeteksi termasuk pula tingkat sanksi yang rendah. Hal ini didasarkan dengan konsep bahwa risiko terdeteksi maupun sanksi tersebut dapat mengubah perilaku kepatuhan wajib pajak.

  1. Perilaku yang berdasarkan norma atau nilai yang berlaku di kalangan masyarakat, baik norma yang dipegang oleh orang pribad maupun norma sosial
  2. Faktor selanjutnya adalah faktor  “kesempatan” baik itu ke arah yang baik untuk patuh yang dikaitkan dengan biaya kepatuhan yang rendah, ataupun aturan yang sederhana dan tidak kompleks atau bisa jadi kesempatan kearah yang tidak patuh dengan memanfaatkan kesempatan dengan melakukan penggelapan pajak
  3. Faktor keadilan (fairness) yang berhubungan dengan hasil maupun prosedurserta kepercayaan baik terhadap pemerintah maupun wajib pajak yang lain
  4. Faktor ekonomi, dimana mencakup setiap faktor yang berkaitan dengan kondisi ekonomi secara umum, kondisi usaha maupun industri dan nilai pajak yang harus dibayar. 

Baca juga Mengenal Perpajakan Financial Technology

 

Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak 

  • Strategi pertama yaitu dengan cara memperbaiki pelayanan yang diselenggarakan oleh otoritas pajak agar Wajib Pajak berkenan membayar pajak secara sukarela. Perbaikan pelayanan perlu dilakukan hal tersebut dikarenakan dalam praktik di lapangan masih terdapat ketidakpuasan terhadap pelayanan pemungutan pajak. Perbaikan pelayanan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan beberapa kemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Tak hanya itu, pelayanan juga harus menggambarkan sebuah keramahan serta kenyamanan
  • Strategi kedua yaitu meningkatkan jumlah tenaga pemeriksa di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperbaiki kualitas penegakan hukum. Hal ini diharapkan bisa menimbulkan efek jera terhadap masyarakat. Dengan demikian dapat menghasilkan penerimaan pajak yang brkesinambungan dan berkelanjutan
  • Strategi ketiga yakni dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi maupun edukasi secara berkelanjutan untuk dapat meningkatkan kesadaran dalam diri wajib pajak atas pentingnya membayar pajak. Hal ini bisa dilakukan melalui platform sosial media. Apalagi akan lebih baik ketika rasa bangga membayar pajak mulai ditanamkan kepada generasi penerus dari sekarang ini. Dengan demikian kedepannya akan muncul kerelaan dalam membayar pajak
  • Strategi keempat yaitu melakukan internalisasi nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk menguatkan moral dan integritas pegawai pajak dalam menjalankan tugas secara profesional. Dengan langkah ini, sangat diharapkan citra Good Governance dapat terbentuk di masyarakat. Adanya citra Good Governance diharapan dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban
  • Strategi keli adalah Direktorat Jnederal Pajak (DJP) mengadakan agenda integrasi data perpajakan. Dengan adanya integrasi data ini akan memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunannya dan menurunkan compliance cost. Selain itu, integrasi data akan memudahkan proses pengawasan, perolehan data, dan penggalian potensi wajib pajak yang lain serta dapat meningkatkan target penerimaan pajak.