Mengenal Prosedur STP

Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, wajib pajak seringkali dinilai masih melakukan keterlambatan pembayaran pajak yang terutang, entah dengan alasan yang tidak sengaja, karena kealpaannya maupun keterlambatan tersebut dilakukan secara sengaja.

Untuk menindaklanjuti terkait hal tersebut, kepada wajib pajak yang masih sering terlambat melakukan pembayaran pajak, maka otoritas pajak akan memberikan Surat Tagihan Pajak atau yang sering disingkat dengan STP. Lantas, apa definisi dari STP serta bagaimana prosedur penerbitan STP? Mari, kita simak pada pembahasan berikut ini!

 

Definisi Surat Tagihan Pajak 

Mengacu pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Surat Tagihan Pajak didefinisikan sebagai surat yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak maupun sanksi administrasi yang dapat berupa bunga ataupun denda yang memiliki fungsi sebagai koreksi jumlah pajak yang terutang, suatu sarana untuk mengenakan sanksi kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran serta sebagai sarana untuk menagih pajak. Perlu diketahui, bahwa surat tagihan pajak ini mempunyai kekuatan hukum yang sebanding dengan surat ketetapan pajak (SKP). 

 

Sanksi Administrasi yang Termuat Dalam STP

Ketentuan yang mengatur sanksi administrasi yang terdapat dalam surat tagihan pajak tertuang dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007. Adapun, jenis sanksi administrasi yang dimaksud yakni: 

  • Sanksi Administrasi Berupa Denda

Apabila ditemukan wajib pajak tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa maka wajib pajak tersebut dikenai denda sebesara Rp50.000. Sementara itu, apabila wajib pajak tidak maupun terlambat menyampaikan SPT Tahunan, maka akan dikenai denda sebesar Rp100.000.

Untuk sanksi administrasi denda dikenakan sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak, dalam hal sebagai berikut: 

    • Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), namun wajib pajak tersebut tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk selanjutnya dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
    • Pengusaha yang tidak atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, namun ia membuat faktur pajak
    • Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan tetapi, ia tidak membuat faktur pajak atau dalam keadaan lainnya ia membuat faktur pajak, namun tidak tepat waktu atau dengan kata lain tidak mengisi faktur pajak tersebut secara benar dan lengkap. 
  • Sanksi Administrasi Berupa Bunga 

Sanksi berupa bunga ini dikenakan dalam hal wajib pajak melakukan pembetulan SPT miliknya serta hasil pembetulan tersebut dinyatakan kurang bayar. Pengenaan sanksi berupa bunga selanjutnya diterapkan apabila ditemukan wajib pajak terlambat atau tidak melakukan pembayaran pajak yang telah jatuh tempo pembayarannya. 

Selanjutnya, untuk pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dihitung menggunakan ketentuan tarif bunga per bulan sebagaimana telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dikenakan paling lambat selama 24 bulan yang jangka waktunya dimulai sejak saat pajak tersebut terutang atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak maupun tahun pajak sampai dengan adanya penerbitan STP. Kemudian, terkait tarif bunga per bulannya dihitung berdasarkan suku bunga yang dijadikan acuan lalu ditambah sebsar 5% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal perhitungan sanksi tersebut dimulai. 

Baca juga: Apa Itu Specific Anti Avoidance Rules?

 

Prosedur Penerbitan STP

Perlu dipahami, bahwa penerbitan STP bisa mengakibatkan jumlah wajib pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak menjadi bertambah. Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang KUP dijelaskan terkait pelunasan jumlah pajak yang masih ataupun yang kurang dibayar dan/atau sanksi administarsi yang telah tercantum pada STP harus dilakukan dalam rentang waktu satu bulan sejak saat tanggal ditetapkannya Surat Tagihan Pajak. 

Direktur Jenderal Pajak bisa melakukan penerbitan STP dalam bentuk elektronik serta menandatangani dalam bentuk elektronik pula maupun dalam bentuk tertulis dan menandatangani secara tertulis biasa. Dimana kedua cara tersebut sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang setara. Adapun, cara pengiriman STP kepada wajib pajak yakni sebagai berikut: 

  • STP dikirimkan secara langsung
  • STP dikirim melalui kantor pos yang dilengkapi dengan adanya bukti pengiriman surat
  • STP dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengas syarat adanya bukti pengiriman surat 
  • STP juga dapat dikirimkan secara elektronik apabila STP tersebut juga diterbitkan secara elektronik. 

Perlu dicatat, bahwa pihak Direktorat Jenderal Pajak bisa menerbitkan surat tagihan pajak setelah melakukan penelitian data administrasi perpajakan, melakukan kegiatan pemeriksaan biasa maupun pemeriksaan ulang. Hal tersebut telah dijelaskan pada PMK Nomor 18/PMK.03/2021. 

 

Kapan STP Diterbitkan Oleh DJP? 

Dasar penerbitan STP itu sendiri telah diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU KUP yang selanjutnya diatur secara lebih terperinci pada Pasal 7 PMK Nomor 145/PMK.03/2012 sebagaimana terakhir diubah dengan PMK No. 18/PMK.03/2021. Berikut ini STP diterbitkan oleh DJP apabila: 

  • Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan dinyatakan dalam keadaan tidak atau kurang dibayar
  • Berdasarkan dengan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran paajk yang diakibatkan oleh kesalahan penulisat atau salah hitung
  • Wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda ataupun bunga 
  • Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi ia tidak mebuat faktur pajak ataupun terlambat membuat faktur pajak
  • PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara benar dan lengkap. Selain identitas pembeli Barang Kena Pajak maupun penerima Jasa Kena Pajak seta nama dan tanda tangan dalam rangka penyerahan oleh PKP pedagang eceran 
  • DJP juga menrbitkan STP apabila terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada wajib pajak dalam hal: 
    1. Diterbitkannya keputusan
    2. Diterima keputusan 
    3. Ditemukan data  serta informasi yang menunjukan adanya indikasi imbalan bunga yang semestinya tidak diberikan kepada wajib pajak yang bersangkutan.
  • STP diterbitkan pula saat terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu yang telah disesuaikan dengan persetujuan untuk melkaukan pengangsuran atau menunda pembayaran pajak. 

Penerbitan STP bisa dilakukan oleh DJP sebelum wajib pajak diberikan atau diterbitkan NPWP maupun dikukuhkan sebagai PKP, jika ditemukan data atau informasi yang menunjukan adanya indikasi bahwa kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh wajib pajak. 

Pihak DJP juga bisa menerbitkan STP setelah penghapusan NPWP maupun pencabutan pengukuhan PKP, apabila setelah itu diperoleh data atau informasi yang menunjukan adanya indikasi kewajiban peprajakan yang belum terpenuhi. STP tersebut diterbitkan dengan mengaktifkan terlebih dahulu NPWP yang telah dihapus. 

Baca juga: Mekanisme e-Bupot PPh Pasal 23/26

 

Cara Pelunasan STP

Wajib pajak dapat melakukan pelunasan STP dengan cara melakukan pembayaran pada bank yang menerima pembayaran pajak dengan melalui Surat Setoran Pajak (SSP). Wajib pajak harus mencantumkan nomor STP dalam SSP tersebut pada bagian nomor ketetapan.

Perlu dipahami, bahwa apabila wajib pajak yang bersangkutan lupa mencantumkan bnomor STP, biasanya akan mengakibatkan munculnya suatu permasalahan nantinya, karena dengan itu kemungkinan wajib pajak dianggap belum membayar STP tersebut. Apabila masalah ini terjadi, wajib pajak harus menyelesaikan dengan cara pemindahbukuan dimana hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.