Mengenal Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan

Peredaran bruto terhutang merupakan salah satu faktor dalam penghitungan pajak penghasilan wajib pajak badan. Cari tahu tentang penghasilan bruto wajib pajak badan, cara penghitungannya, dan aturan pengurangan penghasilan bruto pada SPT Tahunan Pajak Badan.

Namun, definisi peredaran bruto setiap tahun pajak untuk tujuan penghitungan SPT tahunan badan bervariasi, karena perubahan Undang-Undang perpajakan. Oleh karena itu, dalam menghitung pajak penghasilan badan perlu dipahami pentingnya peredaran total wajib pajak badan agar tidak salah dalam menghitung pajak badan. Informasi selengkapnya, mari simak ulasan dari Pajakku berikut ini.

 

Pengertian Peredaran Bruto

Peredaran bruto merupakan seluruh penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha sebelum dilakukan pengurangan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaaan. Pengertian Undang-Undang perpajakan dan peredaran bruto wajib pajak badan menurut Undang-Undang perpajakan dapat dibagi menjadi dua bagian:

  • Jumlah peredaran berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  • Sesuai PP 23 Tahun 2018 Pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diharapkan akan diterima oleh wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu.

PP 23/2018 menargetkan wajib pajak badan tertentu yang omzet tahunannya tidak melebihi Rp4,8 miliar. Tarif pajak PP 23/2018 merupakan tarif pajak penghasilan final sebesar 0,5% untuk UKM (usaha kecil dan menengah).

Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan keringanan kepada wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di atas Rp4,8 miliar yang dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh dalam PP 23/2018 yang masa berlakunya terbatas. Berikut penjelasan mengenai pengertian penjualan kotor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Berdasarkan UU 36/2008 Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2008, Peredaran Bruto adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha, termasuk perolehan, pemungutan, dan pemeliharaan penghasilan baik di dalam maupun di luar Indonesia sebelum dikurangi biaya perolehan. Penghasilan tersebut meliputi: 

    • Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final
    • Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tidak final
    • Penghasilan yang dibebaskan dari pajak penghasilan.
  • Berdasarkan PP 23/2018 Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, omzet total merupakan  penghasilan dari suatu usaha, tidak termasuk:

    • Penghasilan dari jasa yang berhubungan dengan pekerjaan lepas (terutama dalam bentuk resume atau perusahaan yang dibentuk oleh beberapa orang perseorangan dengan pengalaman khusus memberikan jasa yang serupa dengan pekerjaan lepas) untuk wajib pajak badan)
    • Penghasilan bukan usaha atau penghasilan bukan usaha/pendapatan lain
    • Penghasilan dari kegiatan usaha yang dikenai pajak penghasilan bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
    • Penghasilan yang diterima atau diterima di luar negeri
    • Penghasilan yang dikecualikan dari pajak penghasilan yang tidak dikenai pajak penghasilan. Untuk menghitung pajak penghasilan badan, gunakan peredaran bruto sesuai PP 23/2018. 

Berikut rinciannya:

    • Apabila jumlah omzet untuk tahun pajak tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember tahun berikutnya dihitung sebagai Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2
    • Apabila peredaran bruto pada tahun pajak berjalan melebihi Rp4.800.000.000, maka penghitungan pajak penghasilan badan tahun berikutnya mengacu pada Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca juga: Apa Itu Pembayaran Pajak Secara Elektronik?

 

Perhitungan Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan

Di bawah ini adalah contoh bagaimana pajak perusahaan dihitung dengan menggunakan total pendapatan wajib pajak badan dari setiap dasar peraturan.

  • Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

PT Bangun Jaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pariwisata dan produksi tekstil. PT Bangun Jaya terdaftar sebagai wajib pajak badan per 25 November 2021. Total peredaran tiket perjalanan dan tekstil tahun 2022 adalah Rp 10.520.670.000. Dikarenakan pendapatannya melebihi Rp 4,8 miliar per tahun, PT Bangun Jaya diharuskan membayar pajak penghasilan badan untuk tahun pajak 2022 berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36/2008. Rincian pendapatan PT Bangun Jaya tahun buku 2022:

    • Pendapatan dari penjualan tiket = Rp 5.110.250.000
    • Penjualan pakaian = Rp 3.310.310.000
    • Penjualan lainnya termasuk aksesoris = Rp 2.100.110.000.

Dengan demikian, perhitungan jumlah omzet usaha PT Bangun Jaya pada tahun pajak 2022 adalah sebagai berikut:

    • Penghasilan dari penjualan tiket = Rp 5.110.250.000
    • Penjualan pakaian = Rp 3.310.310.000
    • Penjualan lainnya termasuk aksesoris = Rp 2.100.110.000 (+).

Jumlah peredaran bruto : Rp 10.520.670.000 

  • Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018

PT Abadi Mandiri merupakan perusahaan yang menyediakan jasa catering dan menjual peralatan rumah tangga. PT Abadi Mandiri terdaftar sebagai wajib pajak badan pada 25 November 2021. Jumlah penghasilan tahun pajak 2022 dari usaha katering dan penjualan peralatan rumah tangga adalah Rp 4.550.000.000, karena penghasilannya kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun, PT Abadi Mandiri untuk tahun pajak 2022 berdasarkan Hitung PP 23/2018. Rincian penghasilan PT Abadi Mandiri untuk tahun pajak 2022:

    • Pendapatan dari usaha jasa catering = Rp 2.500.000.000
    • Penjualan peralatan rumah tangga = Rp 1.050.000.000
    • Penjualan lainnya termasuk hiasan rumah = Rp 1.000.000.000.

Dengan demikian, perhitungan total omzet usaha PT Abadi Mandiri tahun buku 2021 adalah sebagai berikut: 

    • Penghasilan dari usaha jasa catering = Rp 2.500.000.000 
    • Penjualan peralatan rumah tangga = Rp 1.050.000.000 
    • Penjualan lainnya termasuk dekorasi rumah = Rp 1.000.000.000 (+).

Total Peredaran Bruto yakni  Rp 4.550.000.000

Baca juga: Cara Memperoleh Kembali SPPT PBB Yang Hilang

 

Biaya Pengurang Penghasilan Bruto atau Peredaran Bruto

Di Indonesia, besarnya penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak (WP ) dalam negeri dan badan usaha tetap diklasifikasikan sesuai penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dalam menagih, memperoleh, serta memelihara penghasilan tersebut.

  • Biaya atau beban yang terkait langsung maupun  tidak langsung dengan bisnis
  • Penyusutan real estat serta  peralatan, biaya perolehan hak dan aset lainnya dengan masa manfaat ekonomis lebih dari satu tahun
  • Pembayaran kepada dana pensiun yang ditetapkan dengan persetujuan Menteri Keuangan
  • Kerugian yang disebabkan, karena terdapat suatu penjualan maupun pengalihan harta
  • Kerugian harga
  • Pengeluaran perusahaan research and development di Indonesia
  • Biaya pendidikan, beasiswa dan pelatihan
  • Ketika piutang tak tertagih diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi operasi
  • Sumbangan untuk Penanggulangan Bencana Nasional berdasarkan Peraturan pemerintah 
  • Pembayaran kepada lembaga pendidikan yang aturannya diatur oleh peraturan pemerintah
  • Partisipasi dalam promosi olahraga yang aturannya diatur oleh peraturan pemerintah.

Apabila wajib pajak mengalami kerugian atas penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya tersebut, kerugian tersebut akan dikompensasi dengan penghasilan 5 tahun berturut-turut dari tahun pajak berikutnya.