Sebagai sebuah institusi yang paling berperan penting dalam keberlangsungan suatu negara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berbenah demi menyongsong era baru yang modern.
Jika sebelumnya, DJP telah mempermudah Wajib Pajak khususnya orang pribadi yang melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan formulir 1770S dan 1770SS melalui media e-Filing. Kini, di zaman Internet of Things (IoT), DJP kembali memperkenalkan suatu sistem pembayaran pajak secara elektronik (e-billing system).
Melalui sistem ini, maka pembayaran pajak bisa dilakukan secara online. Artinya, Wajib Pajak kini tidak harus datang ke kantor pajak, kemudian antre di bank atau lembaga persepsi yang ditunjuk oleh DJP. Lantas, seperti apa sebenarnya pembayaran pajak secara elektronik itu? Yuk, mari simak informasi selengkapnya!
Dasar Hukum Pembayaran Pajak Secara Elektronik
Dalam pelaksanaannya, pembayaran pajak secara elektronik memiliki dasar hukum sebagai berikut:
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.05/2011 mengenai Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 204/PMK.05/2011
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2011 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Uji Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) Dalam Sistem Modul Penerimaan Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2012
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.05/2014 mengenai Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 mengenai Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2017 mengenai Pembayaran Pajak Secara Elektronik.
Definisi Pembayaran Pajak Secara Elektronik
Seperti dijelaskan sebelumnya, pembayaran pajak secara elektronik yang diperkenalkan oleh DJP disebut juga sebagai billing system.
Merujuk pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2017, billing system DJP merupakan sistem elektronik yang dikelola oleh DJP untuk menerbitkan dan mengelola kode billing yang menjadi bagian dari sistem penerimaan negara secara elektronik. Ringkasnya, e-Billing ini adalah suatu proses pembayaran pajak yang dilakukan secara elektronik dengan menggunakan kode billing tersebut.
Sementara, kode billing sendiri adalah kode indetifikasi yang diterbikan melalui billing system DJP atas suatu jenis pembayaran ataupun penyetoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Lebih lanjut, mengacu pada Pasal 1 ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2017, aplikasi e-Billing DJP adalah bagian dari billing system DJP.
Aplikasi ini berbasis web yang bisa digunakan untuk menerbitkan kode billing dan bisa diakses melalui jaringan internet. Awalnya, aplikasi e-Billing DJP ini bisa diakses melalui sse.pajak.go.id. Namun, sejak 1 Januari 2020 layanan mandiri pembuatan kode billing hanya bisa melalui menu e-Billing di DJP Online (djponline.pajak.go.id)
Baca juga Bayar Pajak di Pajakku, Terintegrasi Langsung Dengan KlikBCA!
Tata Cara Pembayaran Pajak Secara Elektronik
Demi kemudahan dan kenyamanan, Wajib Pajak bisa melakukan pembayaran atau penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik.
Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2017, pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik melalui billing system Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meliputi seluruh jenis pajak, kecuali:
- Pajak dalam rangka impor yang diadiministrasiskan pembayarannya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
- Pajak yang tata cara pembayarannya memiliki aturan khusus.
Pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik terdiri atas pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat.
Terkait pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, hanya bisa dilakukan untuk 2 (dua) hal. Pertama, untuk PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, PPh Minyak Bumi, dan PPh Gas Bumi bagi Wajib Pajak yang mendapat izin untuk melakukan pembukuan dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika dan bahasa Inggris. Kedua, untuk surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
Adapun, transaksi pembayaran atau penyetoran pajak bisa dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode billing melalui teller Bank/Pos Persepsi, ATM, mobile banking, internet banking, EDC, atau sarana lainnya. Kemudian, atas pembayaran atau penyetoran pajak tersebut, Wajib Pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai bukti setoran.
BPN diterbitkan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
- Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi, dalam hal pembayaran atau penyetoran pajak melalui teller dengan kode billing
- Dokumen elektronik, dalam hal pembayaran atau penyetoran pajak melalui internet banking atau mobile banking
- Struk bukti transaksi, dalam hal pembayaran atau penyetoran pajak melalui ATM dan EDC
- Teraan BPN pada SSP/SSP PBB, dalam hal pembayaran atau penyetoran pajak melalui teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
BPN tersebut sekurang-sekurangnya memuat beberapa elemen, seperti NTPN, NTB atau NTP, Kode Billing, NPWP, Nama Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nomor Objek Pajak, Kode Akun Pajak, Kode Jenis Setoran, Masa Pajak, Tahun Pajak, Nomor Ketetapan, Uraian Pembayaran, NPWP Penyetor, Nama Penyetor, Tanggal Bayar, dan Jumlah Nominal Pembayaran.
BPN termasuk cetakan, salinan, atau fotokopinya maka kedudukannya dipersamakan dengan SSP dan SSP PBB dalam hal pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Data yang Dibutuhkan untuk Membuat Kode Billing
Beberapa data yang dibutuhkan untuk membuat kode billing, antara lain NPWP penyetor pajak, kode jenis pajak dan kode jenis setoran, masa pajak dan tahun pajak, serta jumlah pajak yang akan disetorkan ke kas negara.
Saluran Pembuatan Kode Billing
Wajib Pajak bisa memperoleh kode billing melalui 2 (dua) cara sebagai berikut:
-
Melalui Layanan Mandiri (self-service)
Pembuatan kode billing melalui layanan mandiri bisa dilakukan oleh Wajib Pajak dengan:
-
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
-
-
- Datang langsung ke petugas TPT atau Helpdesk di KPP/KP2KP
- Menghubungi telepon Kring Pajak 1500200 untuk meminta kode billing dengan dilakukan verifikasi
- Layanan elektronik DJP melalui aplikasi e-Billing (djponline.pajak.go.id)
-
-
- Non-DJP dan Internet
- Mendatangi petugas Bank/Pos Persepsi, yaitu customer service atau teller tertentu
- Menggunakan internet banking
- Menggunakan produk, layanan, atau aplikasi yang disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) atau Application Service Provide (ASP).
- Non-DJP dan Internet
-
Penerbitan Secara Jabatan (Official-Service) oleh DJP
Dalam hal penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), SKP PBB, atau STP PBB yang mengakibatkan pajak kurang bayar.
Baca juga Tekan Penggunaan Mobil Listrik, Menko Luhut Naikkan Pajak Kendaraan BBM
Jangka Waktu Kode Billing
Kode billing yang diperoleh melalui layanan mandiri berlaku selama 720 jam atau setara 30 × 24 jam sejak kode billing diterbitkan.
Sementara, kode billing yang diperoleh melalui penerbitan secara jabatan berlaku sampai dengan 2 bulan sejak tanggal diterbitkan SKP, 2 bulan sejak tanggal diterbitkan STP, 7 bulan sejak tanggal diterbitkan SPPT PBB, 2 bulan sejak tanggal diterbitkan SKP PBB, atau 2 bulan sejak tanggal diterbitkan STP PBB.
Di samping itu, kode billing yang tidak dipergunakan untuk pembayaran atau penyetoran pajak sampai dengan jangka waktu maka kode billing tersebut menjadi kadaluarsa. Dalam hal kode billing sudah kadaluarsa, Wajib Pajak bisa memperoleh kembali kode billing yang lain dengan layanan mandiri.
Manfaat Wajib Pajak Melakukan Pembayaran Pajak Secara Elektronik
Ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan Wajib Pajak dengan melakukan pembayaran pajak secara elektronik (e-Billing). Pertama, mempermudah dan menyederhanakan proses pengisian data untuk pembayaran atau penyetoran pajak ke kas negara. Sebab, Wajib Pajak tidak perlu mengisi formulir surat setoran pajak secara manual.
Kedua, meminimalisir terjadinya kesalahan dari faktor manusia (minimize human error). Ketiga, kemudahan dan efisiensi cara pembayaran atau penyetoran pajak melalui beberapa alternatif saluran pembayaran atau penyetoran. Keempat, memberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak untuk mereka setoran secara mandiri.









