Mengenal Pajak Pembangunan I

Pajak atas konsumsi di Indonesia kerap mengalami perubahan, hingga yang sekarang terdapat Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebelum penerapan pajak yang berbentuk PPN, pajak terhadap konsumsi beberapa kali mengalami sejumlah perubahan. Pungutan atas pajak konsumsi di Indonesia dapat disebut diawali dengan penerapan kebijakan Pajak Pembangunan I (PPb I). 

PPb I menganut sistem pemungutan pajak self assesment system, yang diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai (contante storting system). PPb I merupakan salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, hal ini sesuai dengan UU No. 14 Tahun 1947 terkait Pemungutan Pajak Pembangunan di Rumah Makan dan Rumah Penginapan.

Pemungutan PPb I secara resmi mulai dilakukan pada 1 Juni 1947 dengan menggunakan tarif 10% dari total pembayaran terhadap pembelian makanan dan minuman, dan sewa kamar, ini juga meliputi seluruh nilai tambahan seperti pegawai, air, listrik, dan lainnya. Namun, rumah makan yang biasanya dikunjungi oleh orang-orang yang merupakan tergolong penduduk yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran PPb I ini. 

 

Sejarah Perkembangan Pajak Pembangunan I 

Pada mulanya, sesuai dengan UU No. 14 Tahun 1947, PPb I termasuk dalam jenis pajak pusat. Namun, seiring berjalannya waktu dan seiring berkembangnya keadaan negara pasca kemerdekaan, dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 1956 terkait Perimbangan Keuangan Negara dengan Daerah-Daerah, maka PPb I dinyatakan sebagai pajak daerah.

Perubahan wewenang ini merupakan salah satu bentuk implementasi penerapan otonomi daerah di Indonesia, yaitu pelaksana otonomi yang memberikan kesempatan tiap daerah untuk mengurus keuangan daerahnya sendiri. 

Melalui perubahan wewenang ini, PPb I dapat dipungut secara tersendiri di tiap daerah ketika daerah tersebut telah siap dalam hal pemungutan PPb I. Regulasi terkait pemungutan PPb I pun bisa berbeda di tiap-tiap daerah, hal ini dikarenakan PPb I merupakan pajak daerah,maka dapat disesuaikan dengan daerah masing-masing dan pemerintah daerah dapat menentukan peraturan daerahnya sendiri. 

Misalnya di Jakarta, pada saat itu tarif PPb I yang dipungut adalah sebesar 5%. PPb I di Jakarta ini awalanya menyasar kepada rumah makan, kemudian meluas ke rumah penginapan serta jasa katering. Begitu pula dengan subjek wajib pajaknya ditentukan sesuai dengan kriteria tertentu. 

 

Pajak Pembangunan I Bersifat Terbatas 

PPb I merupakan jenis pajak konsumsi atas barang dan jasa yang sifatnya terbatas. Hal ini karena tidak semua konsumsi atas barang dan jasa merupakan objek dari PPb I. Pengenaan PPb I dilakukan terhadap penyerahan makanan serta minuman di rumah makan, kedai kopi, cafetaria.

Selain itu, PPb I juga dikenakan terbatas pada sejumlah jasa yang diberikan oleh rumah penginapan, seperti jasa sewa kamar di hotel, losmen, serta jenis rumah penginapan lainnya. Akan tetapi, rumah pemondokan dikecualikan dari objek PPb I, karena sifat keterbatasan inilah PPb I dapat dianggap sebagai awal mula kemunculan pajak atas konsumsi di Indonesia sebelum adanya PPN. 

 

Perbedaan Pajak Pembangunan I dan Pajak Pertambahan Nilai 

Meski kedua macam pajak ini merupakan pajak yang dipungut atas konsumsi, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. PPb I merupakan jenis pajak daerah, maka atas pajak yang dikumpulkan akan disetorkan ke kas daerah. Sedangkan, PPN merupakan salah satu jenis pajak pusat, maka kasnya akan disetorkan ke kas negara. 

Baca juga Apa Itu Surat Keterangan Domisili?

 

Jenis-Jenis Pajak Pembangunan I  

Pajak Pembangunan I memiliki beberapa jenis, di antaranya: 

  • Pajak Restoran 

Pajak restoran merupakan jenis pajak pembangunan I yang dikenakan terhadap pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran disini didefinisikan sebagai fasilitas yang menyediakan makanan dan minuman yang dipungut bayaran, meliputi rumah makan, kantin, kafetaria, warung, bar, dan sejenisnya termasuk juga jasa boga dan katering. 

Objek dari pajak restoran ini adalah setiap pelayanan yang disediakan oleh restoran, hal ini meliputi penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik di konsumsi di tempat (dine in) maupun di tempat lain (take away). Subjek dari pajak restoran merupakan orang pribadi ataupun badan yang membeli makanan dan minuman dari restoran.  

Dasar pengenaan pajak restoran merupakan jumlah pembayaran yang diterima ataupun yang seharusnya diterima oleh restoran. Untuk tarif pajak restoran dapat berbeda-beda sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Misalnya tarif pajak restoran di Jakarta adalah sebesar 10%, sesuai dengan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2011. Tarif pajak restoran ini juga telah ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) UU PDRD, yaitu maksimal sebesar 10% untuk seluruh daerah. 

  • Pajak Hotel 

Pajak hotel merupakan jenis pajak pembangunan I yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel disini meliputi motel, home stay (losmen), pondok wisata, hostel, wisma pariwisata, pesanggarahan, rumah penginapan, dan sejeninsya. 

Yang menjadi objek dari pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan oleh hotel, hal ini meliputi fasilitas penginapan ataupun fasilitas jangka pendek lainnya seperti motel, wisma pariwisata, rumah penginapan, pesanggrahan, dan sejenisnya, termasuk juga rumah kos yang memiliki lebih dari 10 kamar pada satu lokasi ataupun beberapa lokasi yang dimiliki atau diusahakan oleh satu Wajib Pajak.

Selain itu, jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara ataupun pertemuan di hotel, dan juga fasilitas penunjang penginapan lainnya seperti telepon, faksimil, internet, teleks, pelayanan cuci, fotokopi, transportasi, setrika, dan fasilitas sejenis lainnya yang dikelola atau disediakan oleh hotel juga termasuk dalam objek pajak hotel. Subjek pajak hotel yaitu orang pribadi maupun badan yang melakukan pembayaran kepada badan ataupun orang pribadi yang memiliki usaha hotel. 

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah yang dibayarkan ataupun jumlah yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak hotel dapat berbeda-beda sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Misalnya tarif pajak hotel di Jakarta adalah sebesar 10%, sesuai dengan Peraturan Daerah No. 193 Tahun 2014. 

 

Simulasi Perhitungan Pajak Pembangunan I 

  • Perhitungan Pajak Restoran 

Ayu membeli empat porsi nasi goreng dengan harga satu porsinya Rp 50.000, selain itu Ayu juga memesan empat gelas es buah dengan harga Rp 25.000 per gelas di Restoran Z. Restoran Z memberlakukan biaya layanan (service charge) sebesar 5%. Restoran Z berada di Jakarta, dengan tarif pajak restoran 10%. Berapa pajak restoran dan total yang harus dibayarkan oleh Ayu? 

Maka, Perhitungan Harga: 

  • Nasi Goreng 
  • Es Buah 

Total Harga 

 

= 

= 

 

4 × Rp 50.000 

4 × Rp 25.000 

 

= 

= 

 

 

Rp 200.000 

Rp 100.000 

Rp 300.000 

Service Charge 

= 

5% × Rp 300.000 

= 

Rp 15.000 

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 

= 

= 

Total Harga + Service Charge 

Rp 300.000 + Rp 15.000 

 

= 

 

Rp 315.000 

Pajak Restoran 

= 

10% × Rp 315.000 

= 

Rp 31.500 

Total yang harus dibayar Ayu 

= 

= 

DPP + Pajak Restoran 

Rp 315.000 + Rp 31.500 

 

= 

 

Rp 346.500 

Baca juga Apa Itu Pemungut Pajak?

  • Perhitungan Pajak Hotel 

Sindi menyewa sebuah kamar di Hotel X untuk 1 hari dengan harga Rp 500.000 per malamnya. Hotel X memberlakukan service charge sebesar 10%. Hotel X berada di Jakarta dengan tarif pajak hotel sebesar 10%. Berapa pajak hotel dan total yang harus dibayarkan oleh Sindi? 

Harga Sewa 

= 

1 × Rp 500.000 

= 

Rp 500.000 

Service Charge 

= 

10% × Rp 500.000 

= 

Rp 50.000 

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 

= 

= 

Total Harga + Service Charge 

Rp 500.000 + Rp 50.000 

 

= 

 

Rp 550.000 

Pajak Hotel/PPb I 

= 

10% × Rp 550.000 

= 

Rp 55.000 

Total yang harus dibayar Sindi 

= 

= 

DPP + Pajak Restoran 

Rp 550.000 + Rp 55,000 

 

= 

 

Rp 605.000